Ini Pentingnya Melakukan Foto Keluarga, dan Memajangnya di Rumah

Lewat Diary Dave, guest editor Dave Hendrik menelusuri pentingnya keberadaan foto keluarga.

test


“Kenapa kita tidak punya foto keluarga terpajang di rumah ini?” Tanya Emma, keponakan saya di pertengahan tahun ini. Kenapa? Andaikan kami mau menanggung malu dan mengakui kejujuran serta menjawab pertanyaan anak 13 tahun ini, semua akan lebih mudah. Sayangnya, orang dewasa tak semudah itu mau terlihat bersalah di depan anak-anak.

Emma di usianya kini memang sedang giat-giatnya menggali sejarah keluarga. Pertanyaannya selalu mengerucut pada siapa saja anggota keluarga kami, bagaimana kehidupan kami saat mereka kecil, cerita kedua orang tuanya saat mereka masih remaja.

Apakah ia sedang berusaha memetakan tempatnya di keluarga kami? Memahami asal-usulnya, menelusuri akarnya tempat ia tertanam. Mungkin ini adalah bagian dari proses pertumbuhan. Dokumentasi pertumbuhan anak, paling mudah terlihat memang melalui foto.

Sama dengan keluarga lain, memang sebagian besar dokumentasi keluarga kami tersimpan dalam gawai. Minimal dalam perayaan besar kehidupan seperti hari Natal dan ulang tahun, kami selalu berfoto bersama. Tapi memang, tak pernah kami luangkan waktu untuk berfoto bersama di studio sebagai kesatuan unit kecil masyarakat, keluarga, kemudian membingkai dan menggantungnya di dalam rumah.

Donny Liem, sahabat saya yang berprofesi sebagai professional makeup artist, yang memang terbiasa merias keluarga ketika mengambil foto keluarga di studio, sudah dari lama sebetulnya mengingatkan saya untuk memiliki foto keluarga. Minimal tiga kali kesempatan foto keluarga baiknya dilakukan untuk mendokumentasikan perjalanan pertumbuhan keluarga dengan baik.

Pertama, saat anak-anak masih toddler sehingga terekam kepolosan surgawi mereka. Kedua, ketika anak-anak sudah mulai menjadi remaja, wajah mereka sudah mengalami perubahan menuju manusia dewasa. Terakhir saat mereka semua sudah menjadi manusia dewasa, sebelum nanti akhirnya foto keluarga berikutnya dilakukan saat anak-anak menikah.

Sudah barang tentu, kami para orang tua pun akan terekam perubahan fisik yang dialami dalam rentang waktu perjalanan tersebut. Terlalu agresif rasanya mengikuti beberapa saran yang dianjurkan untuk melakukan foto keluarga setiap tahun. Repot. Itu mungkin salah satu alasan mengapa di rumah kami, belum ada foto keluarga terpampang.

Mengumpulkan waktu semua anggota keluarga, merundingkan ingin mengenakan baju apa, menentukan siapa fotografer yang paling cocok mengabadikan kehangatan kami, gaya foto seperti apa yang paling pas menampilkan nyawa keluarga, ah intinya memang ternyata rasa malas yang mengalahkan kepentingan hal ini. Apalagi saat anak-anak masih balita, bisa tidur 8 jam saja sudah jadi kemewahan yang diperjuangkan. Tak tersisa energi kami untuk mengadakan foto keluarga. Lewat sudah milestone pertama dokumentasi keluarga kami.

Selama masa pandemi ini, seorang fotografer senior Tanah Air, Indra Leonardi, mengakui dalam obrolan ringan ketika saya mendampingi seorang teman dalam sesi foto, bahwa permintaan foto keluarga meningkat tajam. Dua hal penyebabnya, menurut analisa Mas Indra.

Pertama, waktu. Selama pandemi banyak aktivitas berkurang sehingga memudahkan menyatukan waktu anggota keluarga. Mencari satu hari lowong di tengah ragam kesibukan masing-masing anggota keluarga memang boleh dibilang tantangan paling besar dalam melakukan foto di studio. Kedua, prioritas. Selama pandemi, kita tersadar bahwa yang utama dalam hidup adalah keluarga. Di luar dari itu hanyalah tambahan. Keluargalah yang mampu memberikan rasa aman saat dunia di luar kacau balau tak menentu. Melihat banyak yang kehilangan anggota keluarganya karena Covid-19, membuat urgensi memiliki kenangan kebersamaan keluarga meningkat.

Saat Emma merayakan ulang tahunnya ke-13, Donny kembali mengingatkan saya bahwa inilah saatnya untuk melakukan foto keluarga di studio. Milestone kedua pertumbuhan keluarga kami ini nyaris lewat tak terdokumentasikan (kembali) andaikan tak didorong oleh rasa bersalah. Maaf Em (panggilan Emma), salah kami yang enggan repot. Salah kami yang membiarkan aktivitas kehidupan mengatur konsumsi waktu, sehingga foto menggunakan gawai selalu jadi pilihan paling mudah hampir minim usaha. Terakhir, salah kami yang tak menyadari pentingnya menggantungkan foto keluarga di rumah dalam tumbuh kembang kalian sebagai anak-anak.

Judy Weiser, seorang psychologist & art therapy (a premier authority on the use of photo-based therapy) di situs Kiddipedia.com.au memaparkan peran penting foto keluarga dalam perkembangan rasa percaya diri anak. “Family portraiture lets chidren learn who they are and where they fit,” katanya. Menggantung foto keluarga di rumah, akan membangkitkan rasa cinta dan a sense of belonging pada anak. Pemahaman akan tempat mereka di dalam keluarga yang kemudian akan menjadi fondasi bagi tempat mereka dalam satuan unit kehidupan yang lebih besar di masyarakat.

Rupanya lebih dari hanya sekadar mendokumentasikan pertumbuhan anak, foto keluarga juga mengajarkan family values dalam diri anak. Bahkan situs Rainbow-Nursery membahas tentang rasa aman yang terbangun dalam diri anak ketika mereka melihat foto keluarga tergantung di dinding. Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa anak-anak memang merasa aman ketika mereka dikelilingi oleh hal yang mereka kenali.

Banyak ahli bahkan yang menganjurkan untuk memajang foto keluarga di kamar anak, sehingga hal pertama dan terakhir yang dilihat anak ketika bangun dan sebelum tidur adalah wajah keluarganya. Pengingat visual yang akan menenangkan jiwa anak, sekaligus menghadirkan pesan bahwa apa pun yang akan terjadi dalam kehidupan di dunia luar sana, keluarga akan selalu ada memberikan dukungan penuh bagi mereka.

Semoga belum terlambat bagi kami untuk memberikan hal ini di rumah kami. Tak pernah disadari betapa dalam ternyata arti kehadiran foto keluarga di dalam rumah bagi pertumbuhan penghuninya. Mengetahui pentingnya fungsi visual kehadiran foto keluarga, membuat repotnya melakukan foto studio bersama layak dijalankan.

Tepat di hari ulang tahun saya, bulan Agustus lalu, ajakan Fen dari Axioo Photography untuk foto keluarga saya penuhi. Tak lagi dikejar keinginan untuk mencari waktu yang sempurna, tampilan yang sempurna atau gaya yang sempurna untuk tampilkan kehangatan keluarga kami melalui foto. Kami ingin tampil layaknya kehidupan keluarga kami dalam keseharian. Lima karakter dengan fungsi berbeda yang sempurnakan pertumbuhan kami sebagai keluarga.

Jadi Ems (panggilan lain Emma), kenapa kita belum punya foto keluarga dipajang di rumah, karena kami terlambat mengerti betapa pentingnya memiliki foto tersebut. Sebelum tutup tahun ini, fotonya akan tergantung tepat di tengah ruang keluarga kita. Janji. Sehingga setiap hari, kita bersama akan diingatkan; this is where I came from, this is where I belong, this is my family. Terbukti, kami manusia dewasa di rumah ini pun masih membutuhkan pengingat ini, kuatnya akar yang menopang pertumbuhan pohon kehidupan.

(Foto: Courtesy of Suzy Hazelwood from Pexels)