Museum MACAN Resmi Dibuka di Jakarta

Setelah memberikan preview terbatas di bulan Agustus dan September lalu, Museum MACAN kini dibuka untuk umum



Setelah penantian selama berbulan-bulan, Museum MACAN (Modern and Contemporary Art in Nusantara) kini resmi dibuka untuk umum. Berlokasi di Wisma AKR, daerah Kebon Jeruk Jakarta Barat, museum ini merupakan museum yang berdedikasi pada seni rupa kontemporer dan seni rupa modern pertama di Indonesia.

Pada perhelatan perdananya, Museum MACAN turut memperkenalkan Aaron Seeto selaku direktur museum dan Fenessa Adikoesoemo selaku chairwoman museum. Dalam sambutannya, Fenessa menceritakan latar belakang berdirinya Museum MACAN. Museum ini adalah perwujudan cita-cita ayahnya yang juga adalah seorang kolektor karya seni rupa, yang telah diimpikan selama satu dekade.

Selama lebih dari 25 tahun mengoleksi karya seni rupa, Haryanto Adikoesoemo telah mengumpulkan sebanyak lebih dari 800 buah karya seni rupa, baik oleh seniman lokal maupun seniman mancanegara, dari berbagai era. Museum ini ia bangun sebagai cara untuk memberi kembali kepada masyarakat sekaligus sebagai sarana edukasi seni rupa.

Untuk pameran perdananya, Museum MACAN mengajak dua orang kurator, Agung Hujatnika dan Charles Esche untuk berkolaborasi menyusun sebuah pameran yang diberi judul Seni Berubah. Dunia Berubah (Art Turns. World Turns). Sebuah pameran yang disusun berdasarkan kronologi waktu.


Pameran yang akan berlangsung hingga bulan Maret 2018 ini terbagi ke dalam empat kategori. Yang pertama adalah Bumi, Kampung Halaman, Manusia. Kumpulan karya seni di sini adalah karya-karya yang mengangkat tema lanskap, kampung halaman, dan masyarakat. Di sini juga Anda dapat melihat bagaimana seniman-seniman asing melihat Indonesia, "sebuah tanah dengan eksotika tertentu," ujar Agung saat memberikan tur keliling museum.

Bagian kedua bertajuk Kemerdekaan dan Setelahnya. Bagian ini memperlihatkan keaktifan seniman-seniman Indonesia di masa kemerdekaan. Banyak di antara mereka yang mengadaptasi tema revolusi, yang juga banyak dipengaruhi oleh Soekarno yang memang menggemari lukisan bertema revolusi. Selain revolusi, para seniman juga terlihat banyak membuat lukisan potret diri.

Area ketiga merupakan Pergulatan Seputar Bentuk dan Isi. Di bagian ini kembali terlihat karya-karya seniman Indonesia disandingkan dengan seniman mancanegara. Karya seni yang dibuat setelah tahun 1965 ternyata masih mengangkat kisah sosialis kerakyatan. Terdapat narasi dan tokoh di dalam setiap lukisan. Juga terlihat bagaimana seniman saat itu terpengaruh oleh media massa.

Area terakhir diberi nama Racikan Global. Area yang menggambarkan keadaan seni rupa sekarang ini menampilkan karya-karya seniman ternama dunia seperti I Nyoman Masriadi, Ai Wei Wei, Cai Guo-Ciang, James Rosenquist, dan lainnya.


Menurut Agung, tantangan terbesar yang ia hadapai saat mempersiapkan pameran ini adalah ketika ia harus memberikan narasi kepada sebuah koleksi yang dikumpulkan oleh Haryanto Adikoesoemo. Namun, ia dan Charles kemudian sepakat untuk mempertunjukkan bagaimana seni rupa dan pergolakan dunia saling berhubungan di dalam negeri maupun secara internasional.

Selain akan banyak melihat tentang pergerakan sejarah Indonesia dan dunia, pameran ini juga akan menjadi a feast for the eyes and soul. Anda akan dapat menikmati karya-karya seniman yang mungkin selama ini hanya Anda dengar namanya, seperti Andy Warhol, Damien Hirst, Djoko Pekik, Heri Dono, Raden Saleh, Dullah, S. Sudjojono, Murakami, Rudi Mantofani, Robert Rauschenberg, Yayoi Kusama, Ay Tjoe Christine, dan masih banyak lagi.

Ruangan khusus untuk anak-anak yang tidak kalah spesialnya tak ketinggalan disiapkan oleh Museum MACAN. Ruangan ini berisi karya Entang Wiharso berjudul Taman Apung. Instalasi warna-warni yang menggabungkan karya seni, mural, dan aktivitas ini dipastikan akan merangsang daya imajinasi anak-anak Anda.



(Foto: Dok. Museum Macan, Evan Praditya)