Setelah serangan jantung yang saya alami, saya kesulitan memejamkan mata untuk tertidur pulas. Ketakutan hadir saat malam menjelang. Berhari-hari terjaga saat malam membuat hari saya menjadi lesu tak berirama. Serangan jantung saya memicu stres dan badan saya menyimpan traumanya.
Semesta menjawab, saat sedang scrolling media sosial tanpa arah jelas, saya menemukan sebuah unggahan yang membahas terapi metode Emotional Freedom Techniques (EFT) sebagai teknik yang dilakukan untuk meredakan stres. Teknik ini dilakukan oleh diri sendiri dengan menekan bagian tubuh tertentu, untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan hubungan tubuh juga pikiran.
Singkat cerita saya langsung menghubungi teman saya Debby Jean Marie, karena saya ingat selain ia adalah ahli naturopati ia juga kerap gunakan metode EFT bagi kliennya. Di sesi terapi, Debby mengajarkan teknik tapping EFT bagi saya yang kemudian disarankan dilakukan sendiri setiap hari dan kapan pun saya merasa perlu untuk melepaskan ketegangan dan meredakan timbunan stres.
Air mata saya bercucuran dalam menit pertama sesi terapi saat diminta untuk mengulangi kalimat, “Walaupun … saya memilih untuk menerima diri saya sepenuhnya. Walaupun … saya memilih untuk mencintai diri saya seutuhnya!” sambil menekan titik di bagian tubuh yang dipercaya sebagai tempat berkumpulnya energi.
Kalimat yang sangat dalam. Isi titik-titik dalam kalimat itu dengan apa pun yang saat ini kita rasakan. Walaupun berat badan berlebih, saya berjerawat, keriput, merasa malas, suka mencaci, stretch marks menyelimuti badan, selulit bergelambir, kulit tampak kering … Semua kekurangan diri yang selama ini selalu menjadi fokus utama pikiran kita bila kita melihat tampilan diri secara fisik. Apalagi bila kita melihat ke dalam diri secara jujur. Ya, kan? Pasti timbunan kekurangan diri dengan mudahnya menyeruak ke permukaan. Kalimat itu membawa arti mendalam karena memaparkan pilihan yang kuasanya ada pada kita. Walaupun diri ini selalu ada kurangnya, tetapi saya memilih untuk menerima dan mencintainya secara utuh dan penuh.
Situasinya mungkin belum berubah, tetapi penerimaan diri kita berubah. Pengalaman terapi itu membawa pelajaran baru tentang penerimaan diri. Benarkah semua akar stres sebenarnya adalah kurangnya penerimaan diri? Melalui sesi terapi saya menyadari bahwa pilihan paling memerdekakan adalah memilih untuk selalu menerima dan mencintai diri utuh penuh. Pertanyaan paling sering yang saya terima di social media adalah bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri saat berbicara di depan umum. American Psychological Association mengartikan percaya diri sebagai “a belief that one is capable of successfully meeting the demands of a task.”
Untuk bisa tumbuh, rasa percaya diri bagi saya harus dipupuk. Tumbuh berarti proses. Pupuk menyiratkan rutinitas. Karena tumbuhnya percaya diri adalah sebuah proses, maka pemberian pupuk untuk memastikan pertumbuhannya pun harus dilakukan dengan konsisten. Menerima dan mencintai diri dengan utuh penuh adalah pupuk terbaik bagi tumbuhnya rasa percaya diri. Tak berlebihan bila dialog positif atas penerimaan diri dilakukan setiap hari. Apakah harus sambil meditasi? Apakah selalu perlu sesi EFT? Silakan bila memang dirasa perlu.
Tapi cara paling mudah yang selalu saya lakukan untuk melatih penerimaan diri adalah setiap kali saya melihat bayangan diri saya di cermin, saya tatap dalam diri saya dan ucapkan dengan tulus kalimat penerimaan dan pilihan untuk mencintai diri ini. Selalu. Bahkan terkadang sambil mandi, seraya saya mengusap sabun dan membasuh badan ini. Saya telusuri setiap jengkal sedapatnya tangan mampu. Semua selulit, stretch marks, keriput, dan timbunan lemak. Saya terima dan cintai semuanya utuh.
Pagi dan malam sambil menggosok gigi berdiri depan cermin. Sambil mencuci muka dan seraya mengoleskan skincare. Sambil menyisir dan menata rambut. Setiap kali saya berdiri depan cermin adalah waktu terbaik untuk berikan pupuk bagi rasa percaya diri saya. Tidak perlu menyisihkan waktu khusus, bath time is my me time—in all sense possible. It is my time to reconnect with myself.
Di kelas ketika sedang berbagi pengalaman public speaking bagi sesama MC, rata-rata mengeluhkan kurangnya rasa percaya diri mereka saat tampil di panggung. Saya selalu mengajak mereka untuk jujur mengingat-ingat bagaimana penerimaan diri mereka masing-masing. Semua pasti punya kekurangan dan kelemahan. Bahkan kadang setiap hari kita menemukan kekurangan diri yang berbeda.
Itu sebabnya kenapa menurut saya pilihan untuk menerima dan mencintai diri utuh penuh sangat memerdekakan, karena kita selalu memiliki pilihan itu. Bersedia atau tidak. Tidak ada seorang pun selain kita yang dapat memaksa pilihan itu atas kita. Tidak mungkin dapat mencintai tanpa penerimaan. Mereka yang memiliki rasa percaya diri adalah mereka yang selalu memilih untuk mencintai diri mereka walaupun seribu keadaan hadir silih berganti menerpa.
Amy Morin seorang psychotherapist melalui artikelnya di situs web Verywellmind juga menegaskan pentingnya penerimaan diri untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Ia juga menyarankan kita untuk selalu melatih melakukan positive self-talk. Kecewa karena setiap kali harus bicara depan umum, gugup terbata-bata hilang semua persiapan yang sudah dilakukan. Mengapa rasa percaya diri saya tak kunjung tumbuh.
Jawab jujur, apa yang sudah Anda lakukan untuk menumbuhkannya? Seberapa sering pupuknya Anda berikan? Walaupun Anda gugup, sudahkah Anda menerima dan mencintai diri Anda secara utuh? Saat sedang dibutuhkan, rasa percaya diri terasa sangat penting. Apa yang sudah kita lakukan untuk pertumbuhannya? Saat bangun tidur, sebelum berdandan, sesudah makan, menjalani keseharian yang tampak otomatis berjalan, self-talk macam apa yang mengisi pikiran? Walaupun saya kadang lalai mengurus diri, saya memilih untuk menerima dan mencintai diiri seutuhnya.
Bila stres adalah pangkal dari semua penyakit, pilihan untuk menerima dan mencintai diri sendiri tidak hanya akan menumbuhkan kepercayaan diri tapi juga untuk mengelola tekanan kehidupan. Walaupun. Saya memilih untuk…