Perempuan Normal Versi Marissa Anita

Lewat peran terbarunya di A Normal Woman, Marissa Anita melihat perjalanan yang pernah ia lalui.
Penulis: Sabrina Sulaiman

Suara unik nan merdu yang menyapa siang itu datang dari layar berukuran 13 inci. Marissa Anita, seorang perempuan yang dikenal sebagai aktor, jurnalis, penulis, serta news anchor, menyisihkan waktunya untuk berbagi cerita tentang karakternya, Milla, di A Normal Woman, serta keseruan syuting, dan juga seberapa banyak Marissa dapat berkaca pada karakternya.

Dari judulnya saja, karya terbaru Lucky Kuswandi ini sudah mengundang banyak asumsi dan spekulasi. Termasuk saya yang skeptis ketika membaca titelnya. Lantas apa korelasinya seorang sosialita dan perempuan normal? Dari Marissa saya mendapat jawaban versinya.

Harper’s Bazaar (HB): Secara umum, apa arti normal dalam kamus Marissa?
Marissa Anita (MA): Normal itu ketika kita ada dalam situasi dan kondisi yang tidak dipaksakan.

HB: Ini bukan kali pertama Marissa berada di produksi yang sama dengan Lucky Kuswandi dan Andri Chung. How does it feel?
MA: Saya ingat sekali sedang menghadiri sebuah acara kultural di Goethe-Institut Jakarta, ada Festival Film Eropa. Di sana saya ketemu dengan Lucky dan Andri. Selesai acara itu, mereka berdua menghampiri saya dan bilang, “We are cooking something and we want you in it!” Dari sana saya langsung bilang iya. Karena saya sudah pernah kerja bareng dengan keduanya. Lucky itu sangat spesial di hati saya, karena kami memulai karier film bersama. Bekerja dengan Lucky itu paling effortless. Saya tidak tahu kenapa kita selalu satu kepala. Kalaupun ada perbedaan, feel utama itu sudah saling memahami. We get the character, we get the story, we get the issues. So, working with Lucky is just amazing.


marrisa_anita

HB: A Normal Woman juga melibatkan aktor lainnya seperti Dion Wiyoko, Widyawati, dan Gisella Anastasia. Bazaar ingin tahu, bagaimana dinamika selama proses syuting antara kalian para aktor, dan juga kru?
MA: Wow!That was probably the best shoot I’ve ever had. Standar dari kolaborasi antara Lucky, Kevin Ryan, dan Netflix itu wow! Saya sendiri sudah beberapa kali kerja bareng Lucky dan Netflix. Tapi ketika mereka kolaborasi bertiga itu epic! Bahkan Dion sampai bilang begini “Gue enggak pernah syuting kayak gini!” Pertama, syutingnya itu syuting sehat. Tidak lebih dari 12 jam. Kemudian makanan! Makanan itu penting untuk semua orang. Mulai dari lunch, snack bar, dan semua itu sangat proper. It’s super fancy, we were very well taken care of by the whole team. On top of that, yang paling saya suka adalah standar yang Netflix kedepankan. Ada koordinator di scene tertentu. Sebelum mulai syuting, cara Lucky dan Kevin memberikan brief ke semua orang itu membuat kita semua merasa nyaman. And psychological safety is so important. Jadi, Kevin sebagai produser itu juga epic sih. Orangnya itu lucu dan flamboyan. Tapi di waktu yang bersamaan ia sangat disiplin, dan membuat kita semua merasa sangat aman. Everything is on track, Saya merasa semua orang yang terlibat di balik A Normal Woman menjalani hari-hari produksi dengan hati dan perasaannya.

“It’s super fancy, we were very well taken care of by the whole team.”

Marissa Anita

HB: Milla adalah seorang ibu rumah tangga dan sosialita. Gambaran kehidupan idaman teruntuk sebagian perempuan. Lantas, apa yang Marissa lakukan untuk dapat memerankan karakter ini secara sempurna?
MA: Saya ingat sekali di hari reading, dan kita lagi break makan bakso. Saya bilang ke Lucky, “You know what, what Milla is going through, i understand the feeling. Karakter dia itu sama seperti saya.” It’s the age and period in humans life, ini berlaku untuk semua manusia, di mana mereka sedang dalam masa transisi. Ini yang secara psikologis itu dikategorikan sebagai mid-life crisis. Sepemahaman saya, secara pribadi, dan setelah baca buku psikologi juga, manusia akan semakin menjadi dirinya sendiri ketika sedang melewati mid-life crisis. Jadi, semakin bertambah umur, kita semakin mengenal diri sendiri. Itulah perjalanan yang Milla alami. Ketika ia semakin menjadi dirinya sendiri, banyak orang di sekelilingnya yang akan bereaksi. Bereaksinnya seperti apa, itu di luar kontrol. Karena juga saya berada di umur yang sama. I’ve gone through my version of the transformation. So, it was easier for me to get into Milla’s shoes. Meskipun latar belakang kehidupan kita berbeda, tapi transformasinya itu kurang lebih serupa.


Marissa Anita

HB: Adakah pesan yang Marissa harap ditangkap oleh para penonton?
MA: Pengalaman menonton sesuatu adalah pengalaman yang sangat subjektif. Tergantung pada pengalaman hidup masing-masing. Sebagai pemain, saya ingin penonton merasakan perjalanan emosi mereka sendiri dengan Milla. Jadi semoga, terutama teruntuk para penonton perempuan, saya ingin tahu seberapa jauh mereka bisa relate dengan perjalanan emosi Milla. Seperti perempuan pada umumnya, Milla ini juga perempuan yang memiliki banyak identitas sebetulnya. Identitas yang terkait dengan ekspektasi. Ada Milla adalah seorang perempuan, istri, menantu, ibu, teman, tempatnya di society seperti apa, banyak sekali perannya. Nah, bagaimana Milla menavigasi ini semua. Banyak sekali perempuan yang saya rasa bisa relate. Kita sebagai perempuan itu selalu berusaha memberikan yang terbaik—apapun identitasnya. Terkadang kita terlalu sibuk dengan identitas-identitas kita yang lain, sampai lupa menjadi identitas kita yang sebenarnya, yaitu diri kita sendiri. Itu sih yang saya, Lucky, Andri, Kevin, dan semua tim A Normal Woman ingin sajikan. Maybe it’s good to remember ourselves too, who are we before all these different identities.

“Pengalaman menonton sesuatu adalah pengalaman yang sangat subjektif. Tergantung pada pengalaman hidup masing-masing.”

HB: Dari jawaban Marissa sebelumnya, ekspektasi dan jati diri jadi dua fokus terbesar. Sejauh apa kedua tema ini “dekat” adanya dengan kehidupan para perempuan, terutama di Indonesia?
MA: Sangat relevan tapi mungkin banyak yang menyadari. Ya, karena kalau kita sudah terlalu sibuk dengan berbagai tanggung jawab, kita jadi tidak memikirkan diri sendiri. Perempuan itu punya tendency untuk selalu memikirkan orang lain. But, correct me if I’m wrong. Saya rasa, film ini menaruh fokus pada hal itu. Saya berharap A Normal Woman bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan ke dalam diri sendiri.


Marissa Anita

HB: Terakhir, apa arti perempuan normal bagi Marissa?
MA: Perempuan normal adalah perempuan yang nyaman untuk dirinya sendiri. Who allows herself to be her best self. Bukan terbaik dalam ekspektasi orang lain. And loved for the way she is. That’s a normal woman.


Dibintangi oleh Marissa Anita, Dion Wiyoko, Widyawati, Gisella Anastasia, film A Normal Woman dapat Anda tonton dari tanggal 24 Juli 2025 di Netflix.



© 2025 Harper's BAZAAR Indonesia.