“Saya tidak ingin andai suatu hari kalau misalnya saya tidak bisa bernyanyi lagi saya kehilangan value sebagai manusia.”
Pagi itu waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, para kru Bazaar yang dijadwalkan bertugas tampak berangsur-angsur merapatkan diri di pelataran tepi laut pulau reklamasi Teluk Jakarta. Ya, hari itu menjadi agenda spesial bagi tim Bazaar karena akan melaksanakan sesi pemotretan untuk cover digital Harper’s Bazaar Indonesia bersama salah satu penyanyi muda yang kariernya semakin melambung naik, Nadin Amizah.
Perjumpaan Bazaar dengan dara kelahiran kota Bandung, 28 Mei 2000 ini memang bukan menjadi yang pertama kalinya. Sempat dipertemukan walau secara daring dalam acara bincang-bincang signature persembahan Bazaar bertajuk Brunch With Dave Hendrik, membuat Bazaar penasaran apa saja kesibukannya semenjak terakhir, kurang lebih 10 bulan yang lalu berdialog dengannya.
“Belakangan sudah balik lagi ke panggung karena mulai banyak lagi kesempatan untuk manggung baik di dalam maupun di luar kota. Kemudian juga masih mengerjakan skripsi, tapi karena lagi senang sekali manggung jadi skripsinya agak di sampingkan dulu. Tidak ingin menjadikan itu less priority sih, hanya memang sedang menikmati momentum saja. Karena kita tidak akan pernah tahu bagaimana ke depannya, apakah akan ada PPKM lagi atau tidak,” jawab Nadin membuka perbincangan bersama Bazaar seraya wajahnya dipulas oleh Archangela Chelsea.
Menyambut topik mengenai kembalinya ia bisa menyapa penggemarnya secara langsung, rasa antusiasme lantas tak bisa disembunyikan dari gestur dan sorot matanya. Ternyata dapat berjumpa dan merasakan transfer energi yang dipancarkan oleh para penonton menjadi salah satu penyumbang terbesar untuk kebahagiaannya. “Energi dari penonton benar-benar luar biasa. Karena sejak pademi masih tinggi kan belum sempat nyanyi langsung. Jadi baru hanya secara online dan tidak ada penonton fisik. Dan memang yang paling membedakan itu di saat ada dan tidak ada penonton. Terus juga bahagia sekali akhirnya bisa membawakan lagu-lagu dari album Selamat Ulang Tahun secara live karena dari awal rilis album perdana di tahun 2020 kemudian extended play (EP) di tahun selanjutnya semua kan pas lagi pandemi,” ceritanya.
Memang bukan perkara yang mudah untuk mengerjakan sesuatu terutama sebuah album di tengah pembatasan ruang gerak akibat pandemi, apalagi ini menjadi album perdana sejak debutnya di industri musik. “Waktu pandemi mulai, saya akhirnya mau tidak mau harus belajar rekaman sendiri di rumah. Alatnya sih aman, hanya saja karena saya tidak punya basic-nya, jadi memang lumayan sebuah tantangan. Saya benar-benar merasa kesulitan ketika mengerjakan EP Kalah Bertaruh. Mulai dari proses mixing sampai mastering itu dilakukan secara jauh. Ini juga yang membuat saya sadar ternyata saya lebih senang melakukannya di sebelah engineering langsung. Tapi namanya karya kolosal pertama ya, pertama kali bikin karya sekaligus 10 lagu jadi kayaknya pandemi tidak pandemi tetap akan jadi pelajaran,” pungkasnya sambil tersenyum.
Selain sedang terbuai menikmati atmosfer manggung dan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan para penggemar, ternyata perempuan berzodiak Gemini ini juga merupakan pribadi yang tidak cepat berpuas diri dengan deretan pencapaian yang telah diraihnya hingga titik ini. Di samping sedang menuntut ilmu di bidang Public Relation, kini ia juga sedang sibuk mengasah kemampuan diri dengan turut terlibat membesarkan label musik yang dibangun oleh kedua orang tuanya. “Baru-baru ini saya juga menawarkan diri menjadi staf A&R (Artists and Repertoire) di label musik yang didirikan oleh Bunda dan Ayah sambung saya. Jadi yang tadinya hanya menjadi talent, mengurusi kreatif saya sendiri, sekarang saya juga mengurusi kreatif orang lain. Sebuah journey yang tidak saya sangka sih sebenarnya karena tadinya saya kan hanya suka bernyanyi, tapi ternyata banyak juga yang bisa dilakukan di luar dari nyanyi dan tentunya sebuah pengalaman yang seru.”
“Saya tidak ingin andai suatu hari kalau misalnya saya tidak bisa bernyanyi lagi saya kehilangan value sebagai manusia.”
Keputusannya untuk terus mengembangkan potensi diri memang dilakukannya bukan tanpa alasan. Ia pun menuturkan sebabnya, “Saya merasa di satu sisi menjalani karier bermusik ini harus serius, tapi at the same time saya rasa juga tidak usah serius-serius amat juga karena saya tetap ingin belajar hal lain. Saya tidak ingin andai suatu hari kalau misalnya saya tidak bisa bernyanyi lagi saya kehilangan value sebagai manusia,” tegasnya
Jika boleh jujur, Bazaar memang terkesan akan kepiawaiannya dalam merangkai lirik-lirik dalam karangan lagunya. Sebut saja deretan judul lagunya mulai dari Bertaut, Sorai, hingga Rumpang, walaupun dari segi usia masih tergolong belia bagi dunia, namun sisi kedewasaan dan sensitivitas dapat terasa tertuang dalam deretan karyanya. Hal inilah yang akhirnya mengundang pertanyaan bagi Bazaar mengenai dari mana sebetulnya keahlian Nadin dalam menguntai kata muncul? Apakah ia gemar membaca? Atau mendengarkan referensi dari para seniornya? Ternyata semua prakiraan salah!
Saya sebenarnya tipe orang jarang membaca, entah kenapa saya suka menulis tapi kalau membaca saya justru tidak terlalu banyak. Biasanya saya hanya akan membaca saat specifically lagi mencari inspirasi. Jadi bukan sesuatu yang saya lakukan di saat senggang,” ungkapnya. “Hanya mungkin modal saya itu untuk selalu menjadi as vulnerable as I can be. Kalau puitis tapi tidak mudah dimengerti, juga rasa relatable-nya jadi tidak dapat. Jadi prinsip saya selama bisa dimengerti dan pesannya sampai itu sudah lebih dari cukup,” imbuh Nadin
“Saya ingin dikenal sebagai penyanyi yang bentuknya seperti anak kecil tapi membicarakan hal-hal tabu dan berat…”
Untuk itu ketika membahas tentang impresi apa yang ingin ditinggalkan oleh seorang Nadin Amizah bagi penikmat karyanya, ia pun menuturkan harapannya. “Saya ingin dikenal sebagai penyanyi yang bentuknya seperti anak kecil tapi membicarakan hal-hal tabu dan berat. Makanya di lagu-lagu saya di album Selamat Ulang Tahun ada tentang perceraian orang tua saya. Selain itu saya juga banyak sekali menyinggung tentang kematian, tentang cinta yang sebenarnya notabene topik yang berat. Saya bukan tipe musisi yang ingin menyampaikan suatu pesan, tapi hanya ingin menceritakan pengalaman saya. Jadi tidak ada pesan because I’m not in the place untuk menjadi figur yang superior, saya lebih ke teman sebaya,” jelas perempuan berkepribadian introvert itu.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat ketika Bazaar mencoba mengenal lebih dalam sosok yang termasuk ke dalam kategori Gen Z ini. Ternyata Fashion Editor kami, Yudith Kindangen dan fotografer Agus Santoso Yang telah siap menyambut bintang kami hari itu untuk memulai sesi pemotretan dengan latar kapal phinisi yang spektakuler, membuat Bazaar harus merampungkan sesi obrolan dengan pertanyaan terakhir yaitu tentang kapan karya musik terbaru dapat diharapkan rilis. Dengan senyum manis yang menghiasi raut wajahnya, ia pun menjawab, “Sepertinya tahun 2022 ini belum dulu sebab saya masih berharap bisa menggelar konser untuk album saya, karena kemarin-kemarin kan belum sempat. But probably in 2023, I hope,” tutur Nadin mengakhiri perbincangan