Duduk di hadapan Bazaar adalah dua bintang asal Thailand, “Mile” Phakphum Romsaithong dan “Apo” Nattawin Wattanagitiphat, yang sebelumnya populer berkat television series bergenre action, romance, dan drama. Proyek ini menuai banyak penggemar di seluruh dunia. Usai merampungkan proyek selanjutnya berupa film berjudul ManSuang yang sarat dengan nilai budaya, keduanya berkunjung ke Jakarta di awal November silam sebagai bagian dari tur untuk berjumpa dan menghadirkan pertunjukan The Magical ManSuang ke hadapan penggemarnya secara langsung.
Harper’s Bazaar (HB): Apa kesan pertama Anda pada Indonesia?
Mile (M): Saya sudah kenal Indonesia sejak SD dan Indonesia sepertinya mempunyai kultur yang sangat menarik. Kesan pertama kali waktu sudah dewasa berasal dari feedback dari fans Indonesia di social media. Pada saat mendarat, saya merasa sangat familier, seperti berada di rumah sendiri.
Apo (A): Kesan pertama Indonesia bagi saya berasal dari fans Indonesia, karena sebelumnya saya melihat di social media saja. Kunjungan di Jakarta ini menjadi momen pertama saya bertemu mereka. Sebelumnya saya sudah pernah ke Bali dan saya merasa Bali mempunyai kultur yang bagus, cozy. Orang-orang Bali juga sangat ramah.
HB: Masih berbicara tentang kesan. Apa kesan pertama Anda satu sama lain?
M: Kesan saat pertama kali melihat Apo adalah tokoh Zhan Zhao di series Justice Bao (Zhan Zhao adalah sekretaris Judge Bao). Waktu itu saya pertama kali bertemu Apo sewaktu fashion show, di sanalah saya menyadari kemiripannya.
A: Mile itu sangat ramah dan lembut, itu sangat berkesan bagi saya. Secara resmi saya bertemu dia saat fashion show. Tapi di luar itu saya sudah bertemu dengannya di gim. Sebenarnya saya dan Mile itu belajar di universitas yang sama. Mile adalah senior, saya junior, tapi berbeda jurusan. Kami berbeda 2 atau 3 tahun.
HB: Bagaimana Anda membandingkan proyek yang sudah rampung Anda kerjakan dengan ManSuang? Apa yang istimewa dari film ini?
M: Kalau dibandingkan, format proyek sebelumnya adalah series dan kali ini bentuknya berupa film. Dari kedua format tersebut terdapat perbedaan dari segi cara produksinya. Kemudian hal-hal yang menonjol dari tema utama film ini adalah sisi kultur, histori, sampai ke tindakan inspeksi. Jadi kombinasi tema utama seperti ini sangat berbeda dengan yang sebelumnya.
A: Proyek yang sebelumnya saya rata-rata berperan dalam opera sabun atau series, itu jangka panjang. Dalam film ManSuang, durasinya hanya dua jam saja. Di ManSuang sepertinya penonton sama-sama mempunyai imajinasi bersama dengan karakter di film tersebut, sementara saya merasa kalau dalam opera sabun itu penonton sekadar menonton saja. Selain itu, ManSuang itu merupakan cerita tentang Thailand banget, tentang budaya dan cerita tentang orang-orangnya.
HB: Ceritakan pada kami mengenai tur Anda ke Jakarta kali ini.
M: Tujuan utama kami kemari sebenarnya ingin bertemu dan menyapa fans secara langsung. Kami ingin mereka melihat ManSuang yang sebenarnya di Jakarta. Kami juga berusaha supaya fans dapat menonton secara langsung penampilan kami di atas panggung, meski kami hanya menampilkan potongan adegan dari film. Sejauh ini ada 4 kota di Asia yang akan kami datangi, Jakarta adalah yang pertama.
A: Jadi dalam tur kali ini kita akan membawa para penonton untuk merasakan suasana saat berada di dalam ManSuang, yaitu sebuah tempat imajinasi yang membuat orang bahagia. Terlebih ini merupakan momen pertama tim Be On Cloud dan fans Indonesia bertemu secara langsung, sehingga ini menjadi sebuah pengalaman yang sangat indah.
HB: Berbicara tentang karakter Anda dalam ManSuang, apa saja yang Anda persiapkan untuk mendalaminya sebelum proses syuting?
M: Bagi saya ada dua cara, inside out dan outside in. Bukan cara memerankannya, namun cara berpikir untuk memainkan peran tersebut. Inside out adalah cara bagaimana saya memperkenalkan karakter yang bernama Chatra, bagaimana kehidupannya, bapak ibunya seperti apa. Dan outside in adalah bagaimana caranya mempelajari zaman tahun 1850 (ini adalah latar tahun dalam film ManSuang), seperti apa kulturnya pada saat itu. Sebagai contoh, bagaimana orang pada masa itu berinteraksi dengan orang asing, cara mereka berbahasa. Pada zaman itu, orang tak bisa berbahasa Inggris atau Cina dengan baik, sehingga jika seseorang mampu untuk melakukannya, maka ia adalah seseorang yang istimewa. Ada perbedaan cara berbahasa dan berperilaku. Kami ingin mengabadikan momen tersebut
A: Pada awalnya saya belajar dulu tentang karakter Khem. Ia suka menari sehingga saya harus mempelajarinya sebelum memulai syuting. Saya adalah generasi yang hidup di zaman sekarang, sementara Khem hidup di masa lampau, sehingga saya harus turut mempelajari bagaimana cara orang lama berpikir, menari, dan bagaimana pola pikir mereka. Saya harus melatih kelentikan jari supaya dapat menampilkan keindahan tarian, begitu pula melatih gerakan badan supaya bisa terlihat seperti gambar dalam lukisan. Jika Anda pernah berkunjung ke kuil di Thailand, terdapat gambar tarian di dinding. Saya berusaha menjadi seperti apa yang ada di gambar tersebut dan akhirnya mempelajari tarian selama 8 bulan. Kemudian, selain berusaha untuk menampilkan kultur Thailand, saya juga mendalami perkembangan karakter dari Khem.
HB: Seusai menyelesaikan semua kesibukan ini, seperti apa hari istirahat yang ideal bagi Anda?
M: Pokoknya saya suka dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan gitar. Lalu saya juga suka menonton konser, ketiga saya ingin olahraga. Kemudian yang terakhir saya suka minum saat saya ada punya waktu senggang.
A: Saya menyukai alam. Hanya duduk di halaman depan rumah saja itu sudah merupakan istirahat bagi saya, yang penting harus ada makanan atau snack yang enak.