Waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi. Di pusat kota Jakarta yang biasanya selalu ramai akan ingar bingar kehidupan, kini terasa begitu tenang. Tim digital Bazaar telah tiba di lokasi janjian dan sudah mulai sibuk mempersiapkan detail-detail untuk proyek hari itu.
“Halo semuanya!” suara seorang lelaki memecah keheningan di pagi itu. Ia adalah Mischa Chandrawinata, seorang aktor berdarah Jerman-Indonesia yang kini tengah meniti karier sebagai pebisnis muda. Disusul oleh saudara kembar dan kakaknya, mereka bertiga pun menyapa tim digital Bazaar dan mulai membuka obrolan ringan. Sesuai dugaan, ketiga kakak beradik ini begitu ramah dan senantiasa membawa energi positif ke lokasi pemotretan.
Tak ingin membuang waktu yang begitu singkat di sela kesibukan mereka, Bazaar langsung mengajak ketiganya duduk bersama untuk berbincang. Mengikuti kesan pertama saat berkenalan, sosok ketiga selebriti yang sudah terbilang senior ini ternyata begitu menarik untuk disingkap. Mereka pun mulai bercerita tentang kesibukan masing-masing.
Nadine, sang kakak sulung, saat ini masih terus bersemangat mengampanyekan aksi cinta bumi lewat yayasan Sea Soldier yang didirikannya kurang lebih lima tahun lalu. “Saya mendirikan Sea Soldier sekitar lima tahun lalu. Sekarang sih, kita sedang mencoba menyamakan aksi, visi, misi, dan melihat kemajuan dari semua kegiatan yang sudah kita rangkai. Lalu kita juga melihat perubahan dan terus memantau sekaligus menjaga supaya tidak terjadi kemunduran lagi,” ungkap perempuan yang berusia 35 tahun itu. Terlihat jelas di raut wajah Nadine bahwa ia sangat menyukai hal yang sedang dijalaninya. Saat ditanya tentang yayasan yang satu itu, ia dengan lugas menjawab, “Saya selalu excited dengan program Sea Soldier. Karena ini merupakan bagian dari menjadi manusia, yaitu menjaga kelestarian tempat tinggal kita sendiri.”
Baru saja menyelesaikan kegiatan syuting yang cukup panjang, Marcel kini sedang menikmati masa rehat bersama sang istri. Namun bukan berarti ia hanya bersantai sepanjang hari. Selain menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga kecilnya, sang aktor yang kini berusia 32 tahun itu juga sedang proses untuk membuka gerai es krim di Pulau Dewata. “Saya memang sudah berkecimpung di dunia F&B sejak beberapa tahun lalu. Kebetulan memang punya partner yang tepat dan membuat saya semangat. Saya juga adalah seorang pencinta dessert, sejak dulu saya memang sudah suka mengutamakan menu dessert di salah satu restoran saya. Saya dan istri suka sweetness! ” ungkapnya kepada Bazaar.
Lain halnya dengan Mischa. Jika kedua saudara kandungnya bergerak di bidang lingkungan dan dunia kuliner, Mischa kini sedang membangun kariernya di ranah rantai makanan. “Saya sedang mulai mengembangkan usaha perdagangan ayam, sebagai perantara antara pembeli dan penyedia. Saya buat perusahaan kecil yang saya jalankan sendiri,” tukasnya. “Zaman sekarang banyak pabrik atau peternakan yang prosesnya menyakiti binatangnya, nah saya ingin mencoba mencari dan melakukan kerja sama dengan tempat-tempat yang memang ramah lingkungan. Ternyata dunia peternakan ini seru!”
Selalu menyenangkan berbicara dengan persona yang penuh gairah dan cinta akan sesuatu yang dijalaninya. Meski kini mereka tampaknya telah memiliki jalan hidup masing-masing, namun ternyata ketiganya juga satu suara dalam menjalankan resor mereka di Raja Ampat. “Kami bertiga kebetulan sama-sama menjalankan sebuah resor di Raja Ampat. Kami buka resor bersama karena memang suka diving, jadi ingin memiliki tempat tinggal di luar Jakarta dengan spot diving yang indah,” ungkap Nadine.
Ketiga kakak beradik ini telah dikenal publik selama lebih dari satu dekade lewat kiprah mereka di dunia seni peran. Tentu itu bukan waktu yang singkat, dan mereka pun telah melewati suka duka sebagai trio dinamis di mata Indonesia. “Tantangannya lebih ke jadwal yang sering bentrok, membuat kita jadi berjarak dan susah bertemu,” ujar Nadine. Saat mereka masih tinggal di satu atap yang sama, ketiganya sudah cukup sulit bertemu dan menghabiskan waktu berkualitas bersama. “Waktu masih serumah malah lebih sedih, karena sudah satu atap tapi masih bisa jarang bertemu,” kenang Marcel. Sedangkan bagi Mischa, ia mengaku sering disangka sebagai saudara kembarnya! “Dukanya karena waktu saya mulai banyak main sinetron, malah yang jadi lebih terkenal itu Marcell! Dulu sering sekali saya dipanggil Marcell, hanya karena kita kembar,” jelas Mischa.
Meski ketiganya selalu terlihat kompak sebagai kakak beradik, bukan berarti mereka tak memiliki perbedaan. Ternyata, Nadine, Mischa, dan Marcel adalah sosok pribadi yang cukup berbeda. Mereka seolah memiliki peran masing-masing dalam dinamika kehidupan. “Mungkin saya ini bisa dibilang yang paling suka stay within my comfort zone. Saya sangat suka dengan rutinitas. Syuting, pulang ke rumah, olahraga, istirahat, tidur. Kegiatan yang repetitif membuat saya merasa nyaman,"kata Marcel.
“Sementara Nadine adalah tipe perempuan yang suka bertualang dan mengeksplorasi sesuatu yang baru. Kalau bisa, tidak berada di Jakarta, deh! Kalau Mischa beda lagi, ia sangat senang main game! Memang bukan gamers sejati, tapi ia lebih senang menghabiskan waktu luang di rumah sambil main game,” tambah si kembar yang lahir lebih awal ini.
Sedangkan menurut Nadine, perbedaan karakter mereka lah yang membuat ketiganya saling membutuhkan dan melengkapi. “Mungkin perbedaan kami sangat terasa dari karakter masing-masing. Mischa itu orangnya suka sekali strategizing, pokoknya hobi menyusun strategi. Marcel adalah seorang decision maker, dan suka semua yang ringkas. Sedangkan saya adalah seorang penasihat, jika keduanya sedang bingung, pasti akan cari saya untuk jawaban,” ujar Nadine yang kemudian diamini oleh Mischa. “Kalau Nadine sedang keluar kota, kami berdua sering bingung mau curhat ke siapa,” tambah Mischa.
Telah mencapai begitu banyak hal di usia yang masih berkepala tiga, tentu tak diraih tanpa ambisi dari dalam diri. Ketika berbicara mengenai ambisi, ketiganya berusaha memaknai kata tersebut dan memosisikannya dalam hidup mereka. “Saya rasa dalam hidup harus punya ambisi. Mahatma Gandhi saja dulu dalam hidup punya ambisi untuk menyatukan dunia. Ambisi pun yang mendorong kita untuk punya motivasi dalam menjalani hidup. Jika ambisi dihilangkan, malah menurut saya itu adalah ambang kegagalan. Ambisi juga perlu diperbarui setiap saat, agar tak kehilangan gairah hidup. Ambisi bisa banyak bentuknya, tapi tentunya tak perlu sampai menjadi orang yang terlalu ambisius,” jelas Marcel.
Pernyataan Marcel itu pun disambut oleh Nadine. “Ambisi penting dalam hidup agar tak kehilangan arah. Jika tak ada ambisi, maka kita gagal memberi makna dalam tiap kegiatan yang kita jalani,” tambah perempuan yang merupakan istri dari Dimas Anggara tersebut. Begitu pula halnya dengan Mischa, ia juga mengamini pentingnya memiliki ambisi dalam hidup seseorang, “Wajib untuk memiliki ambisi dalam hidup. Bagi saya, tanpa ambisi hidup menjadi tak punya tujuan, seorang individu bisa kehilangan semangat dan kemauan untuk hidup.”
Mischa kemudian melanjutkan bicara tentang ambisi, terutama ambisi dalam hidupnya yang belum tercapai hingga saat ini. “Saya punya cita-cita ingin membangun yayasan yang bergerak dalam bidang masalah keterampilan berbicara. Dulu saya sering merasa dirundung karena cara berbicara saya yang cadel, dan saya ingin membangun sebuah lembaga yang memberikan perhatian khusus pada isu ini,” tukas Mischa.
Marcel lantas tak muluk-muluk dalam menentukan ambisi. Telah mencapai begitu banyak hal di bidang karier, aktor yang melakukan debutnya melalui film Catatan Akhir Sekolah ini kini memiliki mimpi untuk membahagiakan keluarga terutama orang tua. “Mau membelikan Papa kapal!” tukas Marcel. Memang terkadang ambisi tak perlu terlalu jauh, hal simpel seperti kebahagiaan orang terkasih bisa memberi makna dan kepuasan yang tak tertandingi.
Salah satu ambisi Nadine yang masih ingin ia wujudkan adalah mengurangi sampah plastik dan mengedukasi masyarakat untuk menggunakan plastik secara bijak. “Saya tidak mengatakan no more plastic, karena bahan plastik sendiri memiliki kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Saya hanya terus berusaha memperjuangkan dan mengingatkan orang-orang untuk bijak dalam penggunaannya. Sea Soldier mengumandangkan waste management berkelanjutan yang tentunya baik bagi keberlangsungan bumi kita,” jelas Nadine.
Sejak dulu, sebelum isu ramah lingkungan belum banyak diperbincangkan oleh media mainstream, Nadine sudah mulai mengampanyekan gerakan pengurangan sampah plastik. Hal ini ia wujudkan dari kebiasaan kecil seperti membawa sedotan sendiri, alat makan ramah lingkungan, dan tas belanja bukan plastik. “Dari dulu saya sudah melakukan itu sebelum alat-alat itu banyak beredar seperti sekarang. Saya sudah mengampanyekan gaya hidup seperti ini sejak lama, dan memang tak semua pihak pada saat itu setuju dengan gerakan saya. Namun saya pikir, itu adalah hal yang baik. Jadi saya terus melakukannya meskipun ada pertentangan,” kenang Nadine. Bagi perempuan yang namanya melejit melalui perannya di film Realita Cinta dan Rock ‘n Roll ini, tak masalah jika ia menuai komentar yang kurang menyenangkan selama apa yang ia lakukan tak bertentangan dengan kata hati dan keyakinan yang baik serta tak merugikan siapa pun. “Itu yang kita (Sea Soldier) hadapi selama dua tahun awalnya berjalan. Penolakan dan komentar yang cukup pedas mewarnai perjuangan kami pada saat itu, tapi kami terus melangkah karena memang kami bergerak berdasarkan fakta yang mendukung keberlanjutan bumi kita.”
Bicara tentang ambisi dan tujuan hidup, Mischa mendeskripsikan zona nyaman sebagai “sesuatu yang membunuh”. “Jika terlalu nyaman berada dalam satu situasi, Anda mungkin jadi lupa akan keinginan untuk berkembang. Bisa saja karena kenyamanan itu, seseorang hanya berpikir untuk ‘cari aman’ dan tidak berusaha mendobrak keadaan yang ada untuk berinovasi,” ujar Mischa. Baginya, zona nyaman bisa menjadi sesuatu yang berbahaya atau malah anugerah, tergantung dari mana dan bagaimana seorang individu menyikapinya. “Tidak berarti menjadi sebuah masalah yang besar jika Anda berada di zona nyaman. Hanya saja, selalu berikan sedikit ruang untuk berani berinovasi, mengambil risiko dan mencoba hal baru yang terasa asing bagi Anda,” jelasnya.
Sedangkan bagi Marcel, zona nyaman itu adalah kondisi anti kecemasan. “Zona nyaman itu harus ada, tetapi tidak lantas membuat kita terjebak di dalamnya,” kata Marcel. Ia adalah tipe individu yang mudah fall into the rhythm, tetapi Marcel sendiri selalu berusaha untuk tidak berada terlalu lama di dalamnya. Jika ada kesempatan, ia sering kali menyabetnya dan mengambil risiko demi mendapatkan petualangan baru dalam hidup. “Jika gagal, tidak masalah. Kegagalan itu adalah bagian dari keberhasilan. Jika mencoba sepuluh kali, mungkin dari salah satunya nanti ada yang berhasil,” tegas Marcel.
Menanggapi pendapat kedua adiknya, Nadine ikut setuju dan mengutarakan bahwa, “Zona nyaman itu justru perlu dicari. Setelah menemukannya, pastikan bahwa Anda akan keluar dari zona tersebut untuk menggapai hal yang tak bisa dicapai jika Anda berdiri di dalamnya.” Nadine menganalogikan zona nyaman sebagai akar kehidupan. “Ibarat pohon, jika akarnya sudah kuat, meski ada angin kencang sekalipun ia tak mudah tumbang,” tukas Nadine. Ia pun menembus batas aman baginya melalui extreme sports, dan menuangkannya dalam buku yang diberi judul Nadrenaline.
Bicara extreme sports, Mischa langsung teringat akan pengalaman berkesannya saat melakukan sky diving. “Saya itu takut sekali akan ketinggian. Saat ditawarkan untuk melakukan sky diving, banyak keraguan dan ketakutan muncul di kepala saya. Tapi saya berusaha untuk mengalahkan itu semua dan just go with it. Akhirnya saya malah melakukannya dua kali!” kenang Mischa. Sejak saat itu, Mischa seperti membuat janji dengan dirinya untuk menguasai atau setidaknya mempelajari dengan serius satu cabang olahraga ekstrem setiap tahun.
Perbincangan terus berlanjut menjadi obrolan yang ringan dan santai. Sambil mengagumi deretan perhiasan teranyar dari label Bvlgari yang baru saja tiba di lokasi pemotretan, Nadine mulai mengenang sepotong perhiasan yang memiliki arti tersendiri baginya. Sebuah cincin yang memiliki makna dan diberikan oleh seseorang yang saya cintai selalu menghiasi jari manis Nadine. “Saya biasanya selalu memakai cincin kawin, cincin tunangan, dan cincin pemberian orang tua. Pokoknya yang maknanya besar bagi saya!” jelas Nadine. Tiga perhiasan yang selalu dipakai Nadine yaitu, anting, cincin, dan jam tangan.
Sedangkan Marcel sendiri selalu merasa aksesori pemberian istri adalah yang paling berarti. “Saat menikah, istri saya memberikan sebuah jam tangan yang hingga saat ini sangat saya sayangi,” kenangnya. Lain halnya dengan Mischa, ia ternyata memiliki kedekatan sentimental dengan sebuah kalung. “Kalung salib yang merepresentasikan kenangan masa kecil selalu saya kenakan jika saya perlu sokongan emosional untuk diri saya,” ujarnya.
Masih terus melihat-lihat koleksi Bvlgari yang akan dikenakan saat melangsungkan pemotretan, Nadine mencoba mendeskripsikan karakter dari label tersebut. “Bagi saya Bvlgari Women itu sangat dekat dengan karakter mandiri, elegan, dan pastinya, she know what she wants,” ungkap Nadine.
Ketika melihat lebih dekat koleksi B.Zero1 Rock terbaru, terlihat jelas potongannya menggambarkan karakter bold dan rebellious melalui desain terkini. Tak dapat dipungkiri nuansa rock chic yang kental seolah dilontarkan oleh deretan koleksi terbaru dari label Bvlgari tersebut. Lansiran perhiasan terbaru ini sangat kental oleh karakter ambisius dengan desain yang ikonis.
Sebelum menutup pembicaraan, kami bertanya pada kakak beradik ini bagaimana mereka melihat diri mereka 20 tahun lagi. Sedang berada di mana, melakukan apa, atau bersama siapa. Nadine sendiri memiliki harapan untuk menjadi seorang ibu. “Jika sudah diberi anak, saya akan menjadi ibu dari anak tersebut. Jika belum diberi kepercayaan oleh Tuhan, maka saya akan menjadi ibu dari anak-anak yang tidak punya ibu,” kata Nadine.
“Semoga bisa keluar dari zona nyaman dan menjadi suami serta figur bapak yang baik bagi keluarga,” ujar Marcel dengan penuh harapan. Sedangkan Mischa yang masih belum melepas masa lajang memiliki keinginan untuk memiliki keluarga di masa depan. “Kelihatannya sih 20 tahun lagi saya sudah nikah, ya!” ungkapnya sambil tertawa riang. “Selain keluarga, saya juga melihat diri saya sebagai pemilik sebuah yayasan” tutup Mischa.
Simak pula keseruan mereka bertiga selama pemotretan lewat video di bawah ini:
Portofolio ini:
Foto: Raja Regar
Video: Rudy Ferdianrus
Editor Fashion: Michelle Othman
Interview: Putri Arifa Malik
Editor: Erica Arifianda
Cover Layout: Tevia Andriani
Makeup: Archangela Chelsea
Asst. Stylist: Astrid Bestari
Asst. Fotografer: Luddy Kausar dan Kevin Syah
Wardrobe: Balenciaga, Camilla and Marc - Masarishop.com, Rococo, Red Valentino, dan Saint Laurent
Accessories: Bvlgari
Lokasi: Museum Bank Mandiri