Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Chef Arnold Poernomo Menjelajahi Kuliner dan Budaya Populer Pulau Dewata

Berbagai jenis kuliner dan budaya populer di Bali yang ditelusuri chef satu ini.

Chef Arnold Poernomo Menjelajahi Kuliner dan Budaya Populer Pulau Dewata
Kay Moreno untuk Harper's Bazaar Indonesia

“Jadi, diaduk atau tidak?” tanya Bazaar pada Arnold Poernomo.

Tenang saja, perdebatan bubur tidak berlangsung lama dengan juru masak asal Surabaya tersebut. “Diaduk! Karena ada topping di atas,” tegasnya. Sambil meragakan bagaimana ia menyantap bubur, Arnold yang sering disapa dengan panggilan chef ini pun menyudahi topik yang tak kunjung terlihat ujungnya tersebut dengan candaan.

Bali menjadi destinasi wisata serta kuliner pada rubrik The Fashionable Travel edisi ini. Selama tiga hari, Arnold mendedikasikan waktu tersebut untuk menelusuri Pulau Dewata bersama Bazaar. Memang, topik utama cerita ini ada di dunia kuliner, namun rasa bukan satu-satunya indra yang dimanjakan dalam trip ini. Selain restoran, bakery, dan brewery, tempat budaya seperti temple dan galeri pun masuk dalam rencana perjalanan.

 

DAY 1

Hampir setengah dari hari pertama dihabiskan di Four Seasons Resort Bali at Jimbaran Bay. Selain tempat menginap, resor megah ini juga menjadi tempat bertemunya Bazaar dengan pasangan Arnold, yaitu Tiffany Soetanto, serta putra pertama mereka, Arthur Miles Poernomo. Setelah istirahat dan menghabiskan waktu bersama si kecil dan Tiffany, Arnold pamit dan segera bergegas ke Uluwatu. 

Tiffany Soetanto dan Arthur Miles Poernomo bersantai di Four Seasons Resort Bali at Jimbaran Bay

Family time Arnold Poernomo

Banyak yang berteriak nama chef lintas generasi ini. “Arnold! Arnold! MasterChef!” sorak penggemar di tengah senja Pura Luhur Uluwatu. Ia pun menuruti permintaan penggemarnya untuk mengambil selfie bersama.

Tari Kecak
Tari Kecak Uluwatu, salah satu seni tradisional Bali yang begitu mendunia

Setelah menonton Tari Kecak di Pura Luhur Uluwatu, perut sudah memanggil dan lidah sudah siap untuk mencicipi kreasi modern gastronomy karya juru masak asal Britania Raya, Chef Ryan Clift. Restoran The Cave by Chef Ryan Clift merupakan salah satu rekomendasi Arnold untuk perjalanan ini. “I have not been excited in dining out for a long time,” tutur Arnold yang terkagum-kagum akan interior The Cave. Sambil memahami gua yang umurnya diperkirakan lebih dari 25.000 tahun, Arnold memesan Negroni. “To reset your palate,” jelasnya.

I have not been excited in dining out for a long time.
The Cave, Uluwatu Stalaktit dan stalagmit natural jadi penyempurna restoran The Cave

Secara personal, Arnold sudah mengenal Ryan sejak dahulu. Meski sedang berada di Singapura, Arnold selalu mengutarakan pujian teruntuk temannya, sang Culinary Director tersebut, “I’m always excited about Ryan’s food. I know him since ten years ago.” Interior dari The Cave memang pantas jadi salah satu topik utama malam itu. Bagaimana tidak, The Cave adalah satu-satunya restoran di Indonesia yang tertanam sedalam 6,5 meter di bawah tanah. Ketakjuban Arnold tak usai di sana, interior dari restoran subterranean ini dikelilingi oleh stalaktit dan stalakmit yang besarnya lebih dari 2,5 meter. Bahkan beberapa di antaranya masih aktif.

Hidangan di The Edge
Hidangan Cocktail Fruit, Hokkaido Scallop, Tomato Water di The Cave

Pengalaman semakin terasa tak tergantikan ketika setiap hidangan diawali dengan video pendek bertemakan The Creation of The Universe yang ditembakkan dari proyektor sekeliling gua. Satu per satu hidangan dari 7 course set menu with wine and cocktail pairing malam itu disajikan. “It’s a perfect combination of molecular gastronomy,” ujarnya sambil menyeruput wine dari hidangan terakhir.

The Cave, Uluwatu 

Sewaktu intermission, Arnold berbagi cerita tentang keinginannya membangun sebuah culinary institution tak berbayar.

“Di Indonesia itu banyak sekali yang mau belajar tapi tidak bisa karena biayanya yang besar. Sekolah masak itu untuk orang kaya. That’s why I want to make an institution that is literally free for everyone who wants to learn. So, I can lay a proper path, it’s not just about the money,” ceritanya. Reputasi adiknya yang juga berkarier sebagai chef tak pernah mengusiknya, predikat Michelin star juga tidak ia kejar. Arnold lebih memilih untuk memberi jalan kepada mereka yang mau dan ingin berkembang di dunia kuliner.

“Saya bisa mengajarkan orang yang serius ingin memasak. Orang itu bisa saya ajarkan, dan kelak menjadi koki dengan gelar Michelin star pertama dari Yogyakarta, Solo, atau mana pun. Dari institusi yang saya bangun. I can give birth to that. That would be my end goal slash dream.” 

Sekolah masak itu untuk orang kaya.

DAY 2

Hari esok dimulai lebih pagi dari biasanya. Arnold sudah tiba di Subak Ganggangan, Tabanan, sebelum fajar.

Menikmati tenangnya pagi menunggu terbitnya matahari sambil ditemani Gunung Batukaru, Gunung Batur, dan Gunung Agung menggambarkan salah satu keistimewaan Indonesia. Sambil menunjuk ke arah timur, terlihat seekor burung hantu terbang ke tempat persembunyiannya, pemandu setempat menjelaskan bahwa berkat adanya “armada” burung hantu di Tabanan, tikus pun berkurang. Pemandu tersebut menjelaskan bagaimana para petani mengakali hama tikus tanpa harus menggunakan bahan kimia. 

Menyambut terbitnya matahari di Subak Ganggangan

“The world is getting younger, there are a lot of young talents out there,” Arnold sempat ucapkan di malam sebelumnya. Dan salah satu talenta baru dalam industri bir dalam negeri adalah Kura Kura Beer. Berkunjung ke brewery milik Putu Wiranatha di daerah Plaga ini jadi agenda berikutnya. 

Meski tidak bertemu dengan Putu, kedatangan Arnold disambut oleh Gary Sadavage selaku master brewer di Kura Kura Beer. Sejarah, pengalengan, hingga pelabelan Kura Kura Beer komplet diceritakan Gary. Namun ada yang istimewa di siang itu, Arnold dapat lebih dulu merasakan kesegaran kreasi terbaru dari Kura Kura Beer sebelum dirilis secara resmi.

Sembari menuju ke daerah Ubud, Bazaar bertanya apa signature seorang Chef Arnold. Ternyata, ada kalimat yang lebih tepat untuk menggambarkan karakter seorang koki, yakni dengan bertanya apa flavor profile dirinya. “Karena kita tidak bisa jawab. Tapi kalau ditanya apa flavor profile saya, jawabannya something that is Asian.” Begitu juga dengan forte-nya. “Asian influence, modern.”

Arnold bersama Nic di dapur berkonsep open kitchen di restoran Aperitif

Setibanya di Apéritif Ubud, Arnold disambut oleh Nic Vanderbeeken.

Ada cara kerja yang dianut oleh Nic selaku Executive Chef di sana. Sebagai salah satu restoran fine dining ternama yang mempertemukan keragaman kuliner Indonesia dengan teknik memasak asal Eropa, Nic mengaku bahwa keberhasilan mengedepankan nama Apéritif Ubud merupakan hasil kerja sama timnya. “Chef Nic menyesuaikan dari stafnya, karena timnya orang Indonesia juga. Lidah dan selera mereka jauh lebih tajam,” jelas Arnold. Dalam pendapatnya, Arnold juga menambahkan kalau cita rasa Indonesia bisa diterima oleh para turis lokal dan juga wisatawan mancanegara.

“Bagi orang Indonesia, kalau makanan Indonesia yang disajikan tidak “kena”, itu tidak akan berkesan untuk mereka. Tapi juga kalau dalam hidangan tersebut terlalu banyak spices, terlalu gurih, justru wisatawan Eropa yang tidak suka,” jelasnya sambil menyantap Venison Wellington yang disajikan oleh temannya, Chef Maxie Millian.

Nic Vanderbeeken, Maxie Millian, dan Arnold Poernomo di Aperitif Bali Chef Nic Vanderbeeken, Chef Maxie Millian, dan Chef Arnold

Guyonan sering terdengar apabila Arnold sedang berbicara dengan Maxie. Keduanya merupakan teman lama, bahkan sudah saling kenal jauh sebelum Maxie menjadi Juri Tamu di MasterChef Indonesia.

Di tengah perbincangan Bazaar dengan Arnold tentang apa bagian terpenting dari bisnis F&B, Maxie turut berpendapat. Setuju dengan jawaban yang konconya baru saja sebut, Maxie menambahkan “Intinya sama seperti Arnold (menghasilkan uang). Tapi untuk menyokong itu harus ada kerja keras, passion, dan networking. Ego juga harus diperhatikan. Di dapur, banyak chef yang lebih mengutamakan kepentingannya. Harus mau ketemu di tengah dengan kemauan customer namun masih sejalan dengan apa yang kita mau juga,” jelas Maxie. 

Itu tadi yang utama di balik usaha F&B, lantas bagaimana dalam sebuah hidangan? “It has to be balance,” jawab Arnold cepat. “Tekstur harus lembut, crunchy, densed, dan creamy. Begitu juga dengan rasa, saltiness, acidity, dan sweetness. Itu adalah tiga kunci. Lalu setelah itu kepedasan, gurih, dan aromatics. That’s my preference of a tasty food.”

Komaneka Fine Art Gallery Pameran seni di Komaneka Fine Art Gallery jadi agenda yang mungkin dilewatkan ketika sedang mengunjungi area Ubud

Komaneka Fine Art Gallery menjadi destinasi terakhir di hari kedua. Kedua sosok pemilik, Koman Suteja dan Mansri Trisniawati, juga bukan wajah baru di hidup Arnold. Disambut dengan hangat, tur privat pun diberikan langsung oleh para pemilik sekaligus I Made Sumadiyasa, seniman yang tengah memamerkan karyanya di sana. Sebelum silam, ibu Mansri sempat bercerita bahwa tak lama yang lalu ia baru saja menghabiskan waktu dengan salah seorang anggota keluarga Arnold di Bali. 

DAY 3

Hari ketiga didedikasikan untuk area yang begitu populer di zaman sekarang, Canggu. Berbeda dengan dahulu, kini daerah yang jadi destinasi utama di Bali ini “hidup” dengan infusi berbagai macam budaya. “Dulu saya tidak terlalu suka dengan Canggu. Now, I love it!” Bread culture merupakan salah satu pengaruh budaya Eropa yang sedang marak di area Badung. Kedatangan budaya seperti bread culture ini justru memperluas selera orang Indonesia. “Dulu orang lokal hanya memilih soft bread. Sekarang, banyak dari Anda (orang Indonesia) yang sering memesan sourdough, baguette. Mencoba western bread,” jelas Maxime Chené, baker di 7AM Baker’s Club. 

Arnold Poernomo
Beberapa lokasi yang dikunjungi Arnold Poernomo di Bali: Kura Kura Brewery dan Kohaku

Agenda Arnold bersama Bazaar berujung di Kohaku, Berawa. Sebuah hidden gem untuk Anda pencinta dessert dan kristal.

Apa hubungannya? Daijiro menjelaskan bahwa bersama dengan kedua rekannya, Heru dan François, mereka ingin memberikan pengalaman unik kepada setiap tamu yang datang untuk menikmati crystalised-stone-like dessert. Pembuatan setiap agar-agar berbentuk kristal ini membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga hari. Beberapa tahap proses di antaranya adalah hand-cutting, melekatkan setiap potongan selagi masih lembap. Minuman teh direkomendasikan sebagai “pasangan” ketika menikmati agar-agar vegan dan gluten-free ini, sebagai penyeimbang.

Untuk Arnold, Bali adalah tempat yang unik. “Setiap daerah memiliki vibe yang berbeda. So many flavors to offer with scenery that matches the surrounding. Scenery plays an important part,” ujarnya. “Di sini ada tempat santai, formal, dan juga bougie. Bali itu pusat gastronomi Indonesia. Di sini Anda bisa menemukan rasa yang beragam, tema yang bervariasi, hingga bakat unik. Belum lagi faktor dari pengaruh budaya dari Eropa, Australia, ekspatriat, juru masak ternama, hingga bahan lokal yang berkualitas.” On that we agree, chef!

Simak dokumentasi perjalanan chef Arnold selama tiga hari dan dua malam di Bali dari tautan YouTube berikut!

Portofolio ini:
Fotografer: Kay Moreno
Fashion Stylist: Michelle Othman
Keseluruhan busana dan aksesori, Louis Vuitton
Interview: Sabrina Sulaiman
Editor Digital: Erica Arifianda
Makeup & hair pada Tiffany: Bee Merdika
Lokasi: Four Seasons Resort Bali at Jimbaran Bay, Pura Luhur Uluwatu, The Cave, Subak Ganggangan, Kura Kura Beer, Apéritif Ubud, Komaneka Fine Art Gallery, 7AM Baker’s Club, Kohaku