Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Simak Percakapan Eksklusif Bazaar Bersama Iris van Herpen Seputar Aspirasinya

Beberapa saat lalu, Iris van Herpen menggelar 16 karyanya di Paris dalam rangka merayakan lebih dari satu dekade dirinya berkarya.

Simak Percakapan Eksklusif Bazaar Bersama Iris van Herpen Seputar Aspirasinya
Courtesy of Iris van Herpen

Kreasi couture dengan kerumitan tinggi tidak selalu menjamin keindahan, akan tetapi karya Iris van Herpen yang tadinya terlihat statis di atas mannequin kayu terlihat hidup, mengalun, dan menari indah ketika dikenakan para model.

Courtesy of Iris van Herpen
Courtesy of Gio Staiano

Seorang almarhum couturier Indonesia pertama, Peter Sie, pernah berkata “There is nothing new under the sky”, dan selama bertahun-tahun beliau benar. Tetapi ketika Iris van Herpen hadir di panggung adibusana, ia membuka pintu yang belum pernah dijamah sebelumnya. Dalam kerumitan karyanya ada kesederhanaan, kerendahan hati, dan di balik kesederhanaan itu terlihat banyak lapisan ilmu pengetahuan, filosofi, mitologi, sains maupun teknologi. Ia kembali memukau membuat penggemarnya kehabisan kata. Tajuk “Meta Morphism" meneliti identitas dan gesekan kita dengan alam baru kehidupan digital di metaverse dan hyperreality yang mempertanyakan "Siapa sesungguhnya diri ini di luar tubuh fisiknya?”

Courtesy of Iris van Herpen
Courtesy of Gio Staiano

Bertolak belakang dengan image maison Iris van Herpen yang dikenal sebagai futuristik, kali ini ia mengambil pendekatan refleksi puisi Magnum Opus Ovid. Metamorphoses yang ditulis pada abad ke delapan. Relevansinya dengan kurun waktu kita sekarang ini memaparkan navigasi konsekuensi teknologi yang terus memperumit definisi identitas kita. Kemampuan menciptakan kembaran digital kita, ruang pencarian jiwa, hilangnya rasa diri dan penemuan realita-realita baru pun menjadi pelajaran hidup. 

Courtesy of Iris van Herpen
Courtesy of Gio Staiano

Adapun bahan-bahan yang kali ini digunakan diantaranya kain biodegradable yang berasal dari spesies pisang “Abaca” yang berasal dari Filipina. Serat diekstraksi dari batang pohon dan dipasangkan dengan sutra mentah. Hasilnya adalah serat 60% Abaca, 40% sutra mentah yang ditenun menghasilkan kilau alami daun pisang. 

Courtesy of Iris van Herpen
Courtesy of Gio Staiano

Kerjasama dengan desainer Belanda Eric Klarenbeek & Maartje Dros, menggunakan mesin cetak tiga dimensi dan juga sisa biji kakao yang telah diolah menjadi butiran dan dikombinasikan dengan glukosa. Hasilnya dipintal menjadi filamen yang dapat dicetak yaitu biopolimer organik, sebuah contoh rantai produksi yang sepenuhnya berkelanjutan. Karya ini merupakan commission oleh eskrim Magnum dalam salah satu program sustainability miliknya.

Courtesy of Iris van Herpen
Courtesy of Gio Staiano

Sekali lagi, sesuai dengan harapannya, pada koleksi milestone ini, Iris van Herpen memperlihatkan kemungkinan-kemungkinan baru bagi generasi fashion berikutnya.

Artikel ini disadur dari Harper's Bazaar Indonesia edisi cetak.