Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Cara Menangani Kesehatan Mental Akibat Sexual Harassment yang Terjadi di Lingkungan Anda

Jangan anggap remeh pelecehan seksual.

Cara Menangani Kesehatan Mental Akibat Sexual Harassment yang Terjadi di Lingkungan Anda
Courtesy of [email protected]

Menjadi bagian dari budaya dunia Timur, pastinya masih banyak hal tabu yang sulit sekali untuk dibicarakan atau diselesaikan. Tidak semua hal dapat dibicarakan dengan luas, karena akan terdengar aneh di lingkungan kita.

Namun, perbincangan yang tabu tersebut tidak disadari merupakan pembahasan penting sebagai edukasi, seperti salah satunya adalah sexual harassment atau pelecehan seksual yang memiliki dampak berkepanjangan bagi para korban. Mereka biasanya mengalami masalah seperti kesehatan mental yang akan terganggu.

Walaupun tidak menjadi satu-satunya negara yang mengalami masalah sosial ini, data membuktikan bahwa 8 dari 10 wanita Indonesia telah mengalami peristiwa tersebut, tetapi bukan berarti pria juga tidak dapat menerima perlakuan yang sama.

Maka dari itu mari simak bersama, wawasan mengenai sexual harassment atau pelecehan seksual yang telah Bazaar kurasi, dari sesi webinar Bersama Sonore Berani Bersuara, Sexual Harassment: Cegah dan Tangani! yang disampaikan oleh Agata Paskarista, CPS, seorang ahli psikologi sekaligus pendiri platform konseling Lost in Direction

APA ITU SEXUAL HARASSMENT & MITOSNYA

Pada saat membicarakan pelecehan seksual, pasti Anda berpikir mengenai kekerasannya saja. Faktanya menurut Agata, pelecehan seksual dan kekerasan seksual merupakan dua hal yang berbeda. Ia juga melanjutkan bahwa, “Kekerasan seksual secara tidak langsung merujuk pada fisik, sedangkan pelecehan seksual lebih luas dan bisa jadi ada kekerasan seksual di dalamnya.”

Dengan kata lain, pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian bersifat seksual yang tidak diinginkan, tidak dikehendaki, dan berakibat mengganggu diri penerimanya. Namun, karena kurangnya wawasan atau pengetahuan, pelecehan seksual seringkali dispesifikasikan pada perlakuan tertentu. Banyak mitos juga bermunculan, seperti:

  • Hanya terjadi malam hari dan tempat sepi.
  • Ada orang yang “mengundang” untuk dilecehkan.
  • Pelecehan seksual dapat berhenti jika tidak dipedulikan.
  • Hanya dialami perempuan, dan pelaku adalah laki-laki.
  • Dianggap pelecehan seksual bila pelaku bertujuan seksual tertentu pada korban.
  • Pelecehan seksual adalah hal yang sepele, hanya main-main.

Semua hal di atas hanyalah asumsi lingkungan (pada nyatanya terjadi sebaliknya) yang membuat masalah sosial ini menjadi semakin runyam. Pelaku pelecehan seksual biasanya juga memiliki tiga pola sifat yang digunakan untuk mendapatkan perhatian korban (untuk terlihat baik), yang bisa Anda hindari jika telah mendapatkan perlakuan tersebut:

1. Pelaku cenderung memiliki dan menyalahgunakan kekuasaan dirinya dengan memanipulasi korban. Dengan memberi jaminan kepada target, seperti akan dibiayai, tidak akan dibeberkan kejelekannya, dan sebagainya.

2. Pelaku akan melakukan Men Test, ini adalah situasi di mana pelaku mencoba melihat reaksi target pada saat mulai disinggung seputar ranah seksual, bisa dengan memberi lelucon mengenai hal tersebut, komentar mengenai tubuh, ataupun menanyakan hal seksual pribadi dari target yang bersangkutan.

3. Seringkali tidak peduli akan perasaan target atau "korban" yang menolak dengan tegas. Setiap individu pastinya memiliki perbedaan sifat, dengan pola ketiga ini bagi individu yang punya sifat tegas maka akan merasakan jika dirinya tidak dihargai dan dijadikan objek.

Courtesy of biasalasiewicz@123RF.com
Courtesy of [email protected]

JENIS-JENIS SEXUAL HARASSMENT

Ada beberapa jenis dan ragam sexual harassment menurut Agata, yang terjadi di sekitar kita dan belum banyak disadari:

  1. Pelecehan Fisik, ini adalah hal yang paling umum diketahui, sentuhan yang tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap dengan tujuan seksual.
  2. Pelecehan lisan, ucapan verbal atau komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi, bagian tubuh, atau penampilan seseorang serta membuat lelucon dan komentar bernada seksual.
  3. Pelecehan isyarat, bahasa tubuh dan/atau gerakan tubuh bernada seksual, lirikan yang dilakukan secara berulang-ulang, isyarat dengan jari, dan menjilat bibir (dengan tatapan bertujuan).
  4. Pelecehan tertulis atau gambar, menampilkan bahan pornografi, gambar, screensaver atau poster seksual melalui komunikasi elektronik ataupun non-elektronik.
  5. Pelecehan psikologis atau emosional, terdiri atas permintaan dan ajakan yang terjadi secara terus menerus, seperti ajakan kencan yang dipaksa atau tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.

Courtesy of anyaberkut@123RF.com
Courtesy of [email protected]

LANGKAH UNTUK MENGAHADAPI KESEHATAN MENTAL DIRI SENDIRI ATAU KERABAT

1. Murni kesalahan pelaku, bukan Anda

Jika Anda atau kerabat Anda mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan ini, Anda harus menyadari bahwa hal tersebut 100 persen bukan kesalahan korban. Apa yang telah terjadi adalah murni kesalahan pelaku tanpa ada alasan apapun. Jangan membebankan pikiran dan mental Anda untuk menyalahkan diri sendiri, hal tersebut tidak akan merubah nilai Anda di hidup ini dan selalu ingat bahwa Anda akan selalu berharga di dunia ini.

2. Mencari kelompok support

Tidak jarang dari para penyintas akan merasakan keterpurukan yang mendalam terhadap dirinya sendiri setelah mengalami hal ini. Dengan cara mencari kelompok support yang memiliki pengalaman yang sama atau penyintas di luar sana, pastinya dapat membantu Anda untuk saling berbagi pengalaman dengan nyaman serta mendapatkan saran dan solusi.

3. Journaling

Untuk dapat membantu diri Anda menjadi terbuka tentang peristiwa itu, menulis jurnal menjadi solusi tepat. Trauma yang muncul setelah perlakuan pelecehan seksual, akan menutup diri Anda untuk bersosialisasi dan menceritakan apa yang terjadi kepada orang lain. Namun, “Emosi tidak boleh dipendam, nantinya hanya akan menumpuk dan meluap pada saatnya,” pesan Agata. Sehingga, dengan cara menulis, Anda dapat mencurahkan sedikit demi sedikit apa yang dirasakan lalu bisa disimpan dalam buku ataupun dibakar untuk melepaskan semuanya. 

4. Bicarakan kepada orang yang Anda percaya

Setelah Anda siap untuk berbicara, carilah orang terdekat yang nyaman dan dapat Anda percaya untuk bercerita. Sangat penting untuk korban, agar dapat berbagi isi pikirannya kepada orang lain, untuk menghindari pikiran-pikiran negatif yang muncul di waktu terpuruk. Tak hanya itu, timbal balik yang positif dari orang tersebut juga penting bagi korban. Jadi, dengarkan dengan baik dan terbuka jika ada kerabat yang sedang berusaha terbuka, namun jangan memaksanya.

5. Cari bantuan ahli

Pastinya tidak semua individu dapat nyaman bercerita ataupun percaya dengan orang terdekat mereka sekalipun. Oleh karena itu, Anda dapat mencari bantuan ahli yang pastinya akan lebih membantu Anda untuk maju dari pengalaman buruk ini. Dalam hal ahli, bisa dengan mencari psikolog atau bantuan pemerintah, seperti KOMNAS Perempuan, SEJIWA (Himpunan Psikologi Indonesia), dan institusi terpercaya lainnya di luar sana. 

6. Take your time

Semua hal membutuhkan proses, tidak ada yang instan. “Hal-hal seperti healing atau terapi, tidak ada proses yang cepat. Hari ini merasa tidak nyaman, besok datang ke psikolog, kemudian ingin langsung berubah,” perumpaan sang ahli yang memberi informasi bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Healing merupakan sebuah proses dan membutuhkan waktu yang tidak cepat, harus dijalankan dengan konsisten, rajin, dan perlahan meningkatkan self-love

7. Membuat janji pada diri sendiri

Dalam menjalani proses yang membutuhkan waktu ini, usahakan dalam perjalanan tersebut Anda berbincang pada diri sendiri untuk berjanji bahwa kisah ini tidak akan menjadi kisah hidup diri Anda selama-lamanya. “Semua hal akan membaik, keluarlah dari pikiran terpuruk dan pilih untuk memulai lembaran baru, dan ‘choose bloom over gloom’ untuk melanjutkan hidup Anda,” saran salah satu narasumber webinar Bersama Sonore Berani Bersuara, Sexual Harassment: Cegah dan Tangani!, yang merupakan salah satu korban pelecehan seksual.

8. Love yourself

Hal terakhir yang terpenting, Anda harus mencintai diri sendiri. Berdamai dengan keadaan diri, ubah cara berpikir Anda, bahwa dengan kejadian ini akan membuat pribadi yang lebih kuat untuk ke depannya. Semua orang memiliki hak untuk dicintai dan dihargai, tinggalkan semua kenangan buruk itu. Apapun yang diucapkan oleh orang lain tentang kejadian yang Anda alami, ingat bahwa hidupmu tidak bergantung dengan kritik orang di luar sana. Karena “Hidup adalah tentang kemajuan bukan tentang kesempurnaan” ucap korban. 

(Penulis: Gracia Sharon, Foto: Courtesy of [email protected], [email protected], [email protected])