Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Lagi-Lagi Scarlett Johansson Tampak Tak Bersinar di Filmnya Sendiri, Black Widow, Kenapa?

Nampaknya jika Anda berharap karakter superhero akan mendapatkan sorotan dan pujaan dalam karya film yang telah lama ditunggu-tunggu, Anda harus (lagi-lagi) menelan kekecewaan.

Lagi-Lagi Scarlett Johansson Tampak Tak Bersinar di Filmnya Sendiri, Black Widow, Kenapa?

Marvel Cinematic Universe memang tidak pernah menuntut banyak dari seorang Scarlett Johannson. Sejak ia bergabung ke dalam waralaba tersebut di tahun 2010, sebagai mantan pembunuh KGB bernama Natasha Romanoff (alias Black Widow), ia pada dasarnya mengisi posisi sidekick untuk Avengers yang notabene semuanya laki-laki, mulai dari melucuti senjata orang-orang jahat dengan konstum skin-tight khas karakternya. Dan (sayangnya), ini adalah karakter yang dianggap sangat tidak penting oleh mantan CEO Marvel sehingga ia menghentikan penjualan merchandise Black Widow dari lini mainan Avengers pada tahun 2014. Dan mengapa ia melakukan hal tersebut? Jika Anda menyadarinya, hampir di seluruh seri film, Natasha tidak pernah diberikan peran penting yang sebenarnya layak ia dapatkan. Padahal karakternya lebih dari sekadar berpakaian yang alur ceritanya selalu seolah hanya menjadi pemeran pendukung untuk rekan-bintang prianya.

Masih ingat bagaimana di film Captain America: The Winter Soldier, karakter Natasha memamerkan sisi genitnya ketika berhadapan dengan karakter Cap sepanjang film, kemudian menciumnya untuk menghindari mereka ditangkap selama mereka dikejar oleh agen Hydra? Kemudian di film Avengers tahun berikutnya bertajuk Age of Ultron, ia digambarkan sebagai sosok wanita yang dapat menenangkan emosi Hulk , dan bagaimana Tony Stark tak jarang senang mengolok-olok hubungan romansa keduanya di depan anggota tim lainnya (ia dengan sarkasmenya berkata kepadanya, "Kamu dan (Bruce) Banner sebaiknya tidak bermain menyembunyikan zucchini” dengan ekspresi wajah sombong khas Tony Stark). Walaupun jika ditinjau secara keseluruhan, film-film ini memang terkenal dengan kesetaraan gender-nya (bagaimana mereka dirancang sebagai hiburan yang ramah keluarga) namun tak jarang karakter Natasha terus-menerus dijadikan objek belaka. Bahkan bulan lalu, Scarlett sempat berbicara tentang isu "hypersexualisation" yang pernah ia alami terutama di masa-masa awal MCU, dan mengeluh bahwa karakternya diperlakukan seperti "a piece of ass".

Jika kita melihat lebih jauh, dalam beberapa hal, film solo Natasha yang sudah lama tertunda memang menyimpang dari gambaran dari karakter pendahulunya. Di bawah arahan Cate Shortland, dan dengan Scarlett yang duduk di bangku produser eksekutif untuk pertama kalinya, pahlawan super wanita itu akhirnya berpakaian lebih pantas dengan jaket kulit monokrom, celana denim, dan atasan lengan panjang, serta jangan lupakan kostum khas Black Widow yang telah dievelasi dan kabar baiknya tidak lagi begitu terbuka. Kemudian kabar baiknya, film Black Widow lulus uji Bechdel (Bechdel Test merupakan parameter sederhana untuk mengukur mana film yang berhasil menampilkan tokoh perempuan dengan baik dan layak dalam film) untuk representasi perempuan (yang setidaknya lebih dari yang disajikan di film Iron Man, The Avengers, atau Thor: Ragnarok) dan setidaknya untuk kali ini Natasha tidak diposisikan sebagai pasangan romantis siapa pun (walaupun ada pendamping laki-laki yang sangat menyiratkan ia ingin menjadi lebih dari sekadar menjalin hubungan pertemanan dengannya). Elevasi ini adalah perbaikan yang tentunya disambut baik, namun sayangnya film ini masih "diganggu" oleh banyak masalah yang sama dengan waralaba ditingkat yang lebih tinggi.

Black Widow adalah film pertama dari Fase Empat MCU dan, dengan demikian, orang akan mengharapkannya untuk menjadi pionir dari perubahan paradigma dari apa yang terjadi sebelumnya, tepatnya dengan mendefinisikan karya ini sebagai lebih ke depan ketimbang terus melihat ke belakang. Sampai batas tertentu, memang terlihat begitu. Dengan plot cerita berpusat pada reuni Natasha dengan keluarga Rusia-nya (semua karakter baru diperkenalkan yang dimainkan oleh Florence Pugh, Rachel Weisz dan David Harbour) dan misi mereka untuk mencegah Dreykov (Ray Winstone) dari melakukan tindakan pencucian otak  dan pengendalian pikiran yang terjadi pada gadis-gadis muda, yang akhrinya ia bentuk menjadi seorang pembunuh bayaran. Secara umum, ini mungkin bukan film Avengers yang seperti terdahulunya, tetapi kehadiran karakter pahlawan lain tampak cukup besar perannya sehingga benar-benar terasa seperti menyaingi sang karakter utama itu sendiri, seperti contohnya ketika rekan prianya sering disebutkan di Black Widow dengan mudah meremehkan karakter utama itu sendiri.

"Sayangnya, ia (Scarlett) tidak dipercaya untuk membawa kejayaan bagi film ini dengan pengaruh dan namanya sendiri."

Karakter adiknya, Yelena (Florence) mengatakan bahwa Natasha "bukan salah satu karakter yang besar" di Avengers, dan menyindir "Saya ragu seorang dewa dari luar angkasa (Thor) harus mengonsumsi Ibuprofen setelah berkelahi". Masuk ke karakter ayah Natasha, Alexei (David) menghujaninya dengan pertanyaan tentang Captain America dan ibunya Melina (Rachel) menyarankan Natasha meminta Tony Stark untuk memperbaiki beberapa mesin yang bermasalah. Tentu saja seperti yang kita ketahui, seluruh cerita Avengers  tak jarang saling berhubungan di bawah payung Marvel, tetapi sayangnya rekan-rekan pria dari Black Widow ini berhasil meredupkan pesan dan pentingnya kekuatan sorotan dalam film yang seharusnya mengangkat kisah tentang dirinya (karakter Natasha sendiri). Terus menerus merujuk pada Avengers dengan sederet keahlian luar biasa yang anggota lain miliki seperti sedang meremehkan Natasha karena menyiratkan bahwa ia tidak memiliki identitas di luar grup tersebut. Bahkan dalam pikirannya sendiri, ia tidak pernah membayangkan masa depannya yang tidak dikelilingi oleh anggota Avengers yang lain (“Saya tidak pernah membiarkan diri saya untuk sendiri cukup lama untuk memikirkannya,” katanya kepada Yelena). Seolah-olah, tanpa teman-teman ultra-maskulinnya, Natasha tidak dapat memahami keberadaannya.

Scarlett Johansson dan Florence Pugh di film Black Widow.
Scarlett Johansson dan Florence Pugh di film Black Widow.

Yang disayangkan lagi, film Black Widow tampak hadir dengan terstruktur cerita yang tak jauh berbeda seperti film Avengers, dalam artian berfokus pada tim yang bersatu untuk menyelesaikan misi. Untuk karya kali ini, tim yang dimaksud adalah keluarga Natasha, yang, jika Anda sadari merupakan representasi perempuan, karena dengan hadirnya karakter Yelena dan Melina berarti jumlah perempuan melebihi laki-laki (tidak pernah terlihat dalam film Avengers klasik bukan?). Namun, menempatkan Black Widow dalam sebuah kru pejuang lainnya (meskipun lebih beragam gendernya) tetap tidak berhasil membawa warna baru dalam film ini. Sekali lagi, ia kembali menjadi bagian dari sebuah kelompok, bagian dari keseluruhan yang lebih besar. Jadi dengan kata lain, ia (kembali) untuk membawa kejayaan bagi film ini dengan pengaruh dan namanya sendiri.

Ada beberapa contoh dalam adegan film di mana Natasha membutuhkan bantuan dari kerabatnya untuk menyelesaikan misi. Contohnya, seperti ketika terjebak dalam pengejaran mobil berkecepatan tinggi di Budapest, Yelena dua kali mengkritik "rencana sialan" saudaranya untuk melarikan diri dari pengejar sepeda motor mereka dan mengambil tindakan sendiri (menendang pintu dari mobil mereka yang bergerak dan membautnya "terbang" ke arah musuh mereka), atau dalam pertarungan terakhir Black Widow, Natasha meyakinkan keluarganya untuk membiarkannya menghadapi lusinan penyerang dan maju sendirian. Scarlett menyampaikan dialognya dengan tekad yang kuat, wajahnya tersirat konsentrasi yang tinggi, rambut merah menyala di bawah sinar matahari… Namun tiba-tiba adegan klimaks tersebut terpotong dan latarnya maju ke dua minggu kemudian. Apakah Anda sadar? ini merupakan momen besarnya, dan kita tidak bisa melihatnya: semua pertarungan luar biasa yang seru terjadi di balik layar. Sama seperti di film Avengers, Natasha tidak diberi kesempatan untuk berdiri di atas kakinya sendiri.

Natasha berada di
Natasha berada di "kelompok petarung" lain di filmBlack Widow.

Walaupun secara keseluruhan Black Widow bukanlah sebuah karya  film yang buruk (aktris Florence tentu akan mencapai ketenaran tingkat berikutnya berkat penampilannya yang mencuri perhatian dan ada beberapa set adegan aksi yang menyenangkan) namun itu terasa seperti kesempatan yang sia-sia. Memang, ada beberapa perkembangan untuk karakter Scarlett,  tetapi jika Anda sadari, karakternya tidak pernah benar-benar disempurnakan dengan benar. Untuk sekelas MCU, rasanya sudah terlalu terlambat mengingat Natasha telah terbunuh di Avengers: Endgame yang rilis pada tahun 2019  silam ketika mengorbankan dirinya untuk (lagi-lagi) seorang pria. Jadi ini adalah kesempatan terakhir Marvel untuk mengembangkan serta membawa sesuatu yang baru dan segar untuk karakter Black Widow, namun sebagai gantinya perusahaan kembali memberi kita para penggemar setia hal yang sama. After credits dari film Black Widow menampilkan Yelena yang mengunjungi makam Natasha, yang di batu nisannya bertuliskan "putri", "saudara perempuan". Bahkan dalam kematian, Natasha tetap dilihat dari hubungannya dengan orang lain dan itu sangat memalukan.

"Black Widow" akan dirilis segera di seluruh bioskop di Indonesia, dan juga akan tersedia untuk ditonton di layanan Disney+ dengan akses premium dalam waktu dekat. 

(Penulis: Yasmin Omar; Artikel ini disadur dari Bazaar UK; Alih bahasa: Janice Mae; Foto: Courtesy of Bazaar UK)