Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Sophie Navita Rela Berubah Demi Menggapai Kebahagiaan

Di seri Brunch With Dave Hendrik, Sophie Navita mengungkapkan: “Happiness is an internal job, never an external job.”

Sophie Navita Rela Berubah Demi Menggapai Kebahagiaan

Sehubungan dengan tema besar dari majalah Harper’s Bazaar Indonesia bulan Juli yang berbicara tentang The Happiness Issue, episode terbaru dari seri Brunch With Dave Hendrik yang ditayangkan pada 18 Juli 2020 juga membahas isu yang serupa.

Dengan mengangkat tema “Perjalanan Mencari Kebahagiaan”, Dave Hendrik kali ini mengudang sosok yang telah menjadi sahabatnya selama kurang lebih 15 tahun, dan sosok tersebut adalah Sophie Navita. Selama kurang lebih 45 menit, Sophie berbincang-bincang mengenai kehidupan, keluarga, makna kebahagiaan, dan kiat hidup sehat. Mari simak perbincangan seru mereka di bawah ini.




Definisi happiness menurut seorang Sophie Navita

Ketika ditanya tentang definisi kebahagiaan menurut seorang Sophie Navita, sosok yang juga pernah menerbitkan buku mengenai kebahagiaan dengan judul Hati yang Gembira adalah Obat, menyatakan bahwa ia percaya semua orang pasti ingin mencari kebahagiaan. “Everybody want to find happiness, everybody want to feel happy, want to feel content. Ya pasti adalah hari-hari bete, itu biasa, tapi you want to be happy with who you are.”

Ia pun mengakui bahwa kebahagiaan itu bukanlah berbicara mengenai tempat. “Jadi bukan tempat yang bisa membuat kita bahagia, you can be in the best place in the world that you want to be, misalnya elo cita-cita ingin hidup di Ibiza, agar bisa party melulu, you can still be there dan di tengah-tengah orang ramai, tapi elo masih merasa frustrasi, you can still be that person.” Ia pun menyimpulkan, “Jadi memang happiness itu adalah internal job, never an external job.”


Perubahan sosok Sophie Navita 

Sophie yang selama empat tahun ini telah memilih untuk menetap di Bali bersama suami dan kedua putranya mengakui bahwa ada banyak perubahan yang terjadi kepada dirinya secara pribadi. “I’m far from perfect, I’m still the same person yang Tuhan ciptakan dengan semua kegilaan saya, but if i had to say, the major change yang terjadi dalam diri saya adalah, saya sekarang adalah orang yang lebih obedient, lebih bisa obey atasan, atasan itu dalam arti of course Tuhan, tapi juga mostly adalah menurut saya suami dan orang tua.” 


Happiness vs Joy?

Sophie yang telah mengalami pasang surut dalam kehidupan menyampaikan pandangannya menurut perbedaan makna dari happiness (kebahagiaan) dan joy (sukacita). “I think we have to learn to discern between two words, ‘happiness' dan ‘joy’. Happiness like when you get to do something you like, you’re happy, when you get pacar baru? You’re happy. When you get bonus kantor? You’re happy. You get a new job disaat baru kemarin di PHK, lepas kantor lama? You’re happy. But ‘Joy’, is something that yang kalau Anda pukul ke tembok dan ia membal, itu tidak masalah. You feel bisa pelihara that joy. Kalau bahasa Indonesianya sukacita. Jadi ya jika Anda tidak dapat lotre, Anda tetap sukacita, hari ini Anda tidak bisa menjalin komunikasi baik dengan orang tua, Anda tetap sukacita. You acknowledge, bukan berarti denial, acknowledge bahwa ada kesedihan di dalamnya, ada frustrasi di dalamnya tapi you also acknowledge bahwa you have that joy hanya bisa didapatkan dari kesadaran bahwa Tuhan begitu mengasihi Anda .” 


Kiat mendidik anak 


Kepada Dave, Sophie juga mengakui bahwa mendidik anak bukanlah suatu hal yang mudah. Terutama dengan usia kedua anaknya yang sudah dalam fase remaja. Menjawab pertanyaan Dave mengenai bagaimana cara Sophie menularkan spirit of happiness dan obedient namun masih tetap mengerjakan sesuatu yang ia sukai kepada anak-anaknya, ia pun menjawab “Di umur mereka yang sudah remaja, bukannya lagi waktunya kita sebagai orang tua untuk memberi tahu apa yang mereka harus lakukan, so i think the best is just doing it. Kita praktikkan apa yang kita ajarkan kepada anak-anak selama ini dan mereka melihat dari perbuatan kita. Karena masa kita memberi tahu mereka apa yang harus mereka lakukan sudah lewat, sekarang adalah waktu mereka melihat secara langsung lewat perbuatan.”


Tips hidup sehat untuk wanita di atas usia 40 tahun

Sebagai penutup Dave pun meminta Sophie yang merupakan seorang certified chef untuk membagikan tips hidup sehat terutama untuk wanita yang berusia di atas 40 tahun. “Di usia saya yang ke-45 tahun, saya semakin menyadari bahwa yang namanya gula sangat tidak baik untuk perempuan, setidaknya untuk saya pribadi. It makes your skin kusam, it makes your hair kusam. Dengan kehadiran gula di dalam tubuh, membuat kolagen yang tersisa di dalam tubuh bekerja semakin keras.”

Jadi menurut saya gula ya. Dan ini secara tidak sadar juga dapat mempengaruhi diri Anda juga, mengundang rasa kepercayaan diri yang rendah untuk masuk ke hidup Anda. “So if i had to choose one thing, it will be gula.”

Melanjutkan pernyataannya, Sophie pun membagikan sedikit tips dan trik yang mungkin dapat diaplikasikan jika Anda ingin meninggalkan konsumsi gula dalam kehidupan Anda. “Jadi mungkin langkahnya pelan-pelan dahulu. Dari gula putih, hilangkan dahulu, mungkin dapat menggantinya dengan menggunakan brown sugar, lalu dari brown nanti turun lagi menggunakan coconut sugar karena index glycemic-nya lebih rendah.

Nanti kalau sudah bisa menggunakan coconut sugar, mungkin mulai alternate karena sekarang banyak produk-produk lokal seperti gula sorgum. Jadi alternate saja, misalnya hari ini gula ini, besok sorgum, besok lagi honey, lalu misalnya besok tidak usah menggunakan gula sama sekali.” Sophie pun kemudian menambahkan, “Tapi jangan sampai pola hidup ini juga membebani, kalau sekali-sekali ingin mengonsumsi ice cream or gelato, itu kan gulanya Anda tidak bisa pilih, tapi itu kan tidak setiap hari.”


Nantikan video perbincangan lengkap Dave Hendrik bersama Sophie Navita di kanal YouTube Harper's Bazaar Indonesia! 


(Foto: Courtesy of Instagram @sophienavita, @bazaarindonesia)