Belakangan ini panggung fashion seolah tengah dilanda demam nostalgia. Adapun nostalgia di sini tak sekadar mengulang tren dari masa lampau. Sejumlah direktur kreatif rumah mode legendaris beramai-ramai menghadirkan kembali rancangan yang telah lebih dahulu digugus oleh sang desainer perintis, kemudian rancangan tersebut direinterpretasi dengan sejumput sentuhan modern yang menjadikannya tampak lebih segar dan relevan dengan perkembangan zaman.
Sebut saja Raf Simons maupun Maria Grazia Chiuri yang dengan tekun mempelajari kembali arsip-arsip desain rumah mode Dior sebelum melansir koleksi yang dinakhodainya. Hasilnya, mereka menciptakan tampilan New Look untuk Dior dengan pendekatan artistik masing-masing.
Begitu pula dengan Demna Gvasalia yang mengangkat rancangan otentik Cristobal Balenciaga dari era '30-an kemudian menerapkannya ke dalam koleksi perdananya untuk Balenciaga, juga koleksi-koleksi rancangan Sarah Burton yang senantiasa berangkat dari arsip desain mendiang Alexander McQueen.
Atau Hedi Slimane dan Anthony Vaccarello yang menerjemahkan kembali rancangan ikonis Yves Saint Laurent lalu meramunya dengan garis desain khas mereka, dan yang paling terkini adalah Claire Waight-Keller yang mereinterpretasikan rancangan mendiang Hubert de Givenchy.
Balenciaga
Tanpa adanya kepiawaian mengolah kembali warisan rancangan yang telah ada, revitalisasi maupun reinterpretasi arsip fashion akan terasa seperti déjà vu. Itulah mengapa injeksi modern menjadi penting demi menghadirkan koleksi yang sarat akan heritage desain rumah mode bersangkutan, namun dikemas dalam tampilan yang lebih up to date.
Sayangnya tidak semua rumah mode maupun perancang busana memiliki arsip fashion yang mumpuni. Kebanyakan dari mereka memilih untuk (atau terlanjur) menjual seluruh koleksi sampai habis, atau bahkan melelangnya untuk para kolektor.
Memiliki arsip fashion yang tertata rapi, lengkap dengan tiap lembaran siaran pers dan katalog untuk setiap koleksi nampaknya masih belum menjadi sebuah aktivitas yang familier bagi sejumlah label fashion. Sehingga tak jarang rumah mode harus mengeluarkan biaya besar demi mendapatkan kembali koleksi vintage untuk membangun arsip fashion mereka.
Balenciaga
Yves Saint Laurent merupakan desainer yang mempelopori gerakan penyimpanan arsip karya-karya fashion yang telah lahir dari tangannya sejak awal berdirinya rumah mode yang terkenal dengan logo inisial YSL tersebut. Ia bahkan dengan tegas menolak tawaran-tawaran bernominal tinggi dari para klien dan kolektor yang berhasrat membeli rancangan adibusananya.
Dior sendiri baru memulai membangun arsipnya pada saat tengah mempersiapkan pameran selebrasi 40 tahunnya, yakni di tahun 1987. Kini, Dior telah memiliki arsip raksasa yang terdiri atas 4.000 busana, ribuan aksesori dan sketsa otentik beserta siaran pers dari awal rumah mode tersebut berdiri.
Dior
Merawat koleksi arsip memang bukanlah perkara mudah. Sebaliknya, perawatan ini tak hanya harus dilakukan secara ekstensif namun juga memakan biaya yang besar layaknya mendirikan sebuah museum.
Demi menjaga keutuhan arsip busana, ruangan penyimpanan harus mengikuti standar dari International Council of Museum seperti misalnya tidak boleh terpapar cahaya matahari, kelembapan harus terjaga antara 45 hingga 50 persen, temperatur harus berada di antara 18 dan 20 derajat Celsius, dan disimpan dengan menggunakan material-material khusus seperti acid paper.
Setiap rumah mode memiliki caranya sendiri untuk menyimpan arsip fashion mereka. Emilio Pucci menata arsipnya yang telah dikoleksi sejak era '50-an di empat ruangan khusus di Palazzo Pucci di Italia, Salvatore Ferragamo menyimpan sedikitnya 15.000 model sepatu di Palazzo Spini Feroni, Chanel memiliki tempat penyimpanan arsip di Paris yang tertata rapi layaknya katalog, dan Max Mara menyimpan lebih dari lima ribu busana hingga lembaran halaman editorial di sebuah gudang khusus di Reggio Emilia.
Namun nama Saint Laurent masih menjadi rumah mode dengan koleksi arsip fashion terlengkap hingga saat ini, dengan 5.000 potong busana, 15.000 aksesori, serta sketsa original, lembar spesifikasi milik atelier, papan koleksi untuk keperluan fashion show, artikel di majalah dan koran, hingga foto serta video dari setiap koleksi. Setiap piece dijaga dan dirawat dengan kondisi optimal oleh sekitar sepuluh orang yang terampil dalam hal preservasi dan dokumentasi tiap koleksi.
Saint Laurent
Di Indonesia sendiri belum banyak desainer yang menyimpan arsip karya-karya mereka secara terstruktur. Sebagian besar desainer Indonesia menjual habis koleksi runway mereka dan hanya menyisakan lembaran katalog sebagai memento.
Didi Budiardjo dan Irsan misalnya, merupakan nama-nama yang masih menyimpan arsip fashion, meskipun tidak seluruh rancangan masih tersedia di tangan mereka. Sedangkan untuk desainer muda, Toton menjadi salah satu contoh yang tetap menjaga koleksi sample sebagai arsip desainnya.
Memiliki arsip fashion yang tertata rapi tidak hanya membantu suatu label untuk mengenal lebih dalam akan citra dan nyawa yang ingin ditampilkan pada khalayak saja, namun juga membantu sang desainer (maupun desainer penerus) untuk mengembangkan sebuah inspirasi dari rancangan-rancangan yang telah ada sebelumnya.
Dengan demikian sebuah label fashion akan mempunyai nyawa yang lebih kuat dan distingtif berkat konsistensi garis desain yang senantiasa hadir di setiap koleksinya.
Alexander McQueen
Selain itu, arsip fashion akan menjadi daya tarik tersendiri dalam sebuah ekshibisi retrospektif. Hal ini telah dibuktikan oleh Dior, Alexander McQueen, Prada, Balenciaga, Gucci, Viktor & Rolf, Martin Margiela, Issey Miyake, hingga Schiaparelli yang telah sukses memanjakan para pencinta fashion dengan pengalaman menelusuri pameran arsip fashion yang terelaborasi dan komprehensif.
Arsip fashion merupakan sebuah investasi bernilai tinggi bagi rumah mode. Nilai di sini tak sekadar bermakna pada nilai jual saja, namun lebih kepada urgensi memiliki sumber inspirasi yang kokoh sekaligus menekankan pentingnya memiliki benang merah dari setiap koleksi yang diluncurkan sebagai validasi akan spirit rumah mode yang bersangkutan.
Dior
Arsip fashion turut menjadi medium storytelling tentang perkembangan desain dari masa ke masa, sehingga dari sanalah kita dapat mempelajari nyawa dan DNA yang sesungguhnya dari sebuah rumah mode.
Menjaga obyek warisan desain sama halnya dengan menjaga narasi yang ingin disampaikan, dan meneruskannya untuk generasi yang akan datang.
(Foto: courtesy of Adrian Dirant for Dior, Christian Dior, Balenciaga, Saint Laurent, Alexander McQueen, Victoria & Albert Museum)
- Tag:
- Fashion
- Talking Point
- Designer