Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Mendengar Pengalaman Wisata Anggun di Dubai

Simak apa saja yang membuat penyanyi kelahiran Indonesia ini terpukau dengan Dubai.

Mendengar Pengalaman Wisata Anggun di Dubai

Meski mempunyai awal yang sederhana, saat ini Dubai telah berkembang menjadi kota modern yang bersanding dengan gurun, lautan tenang, dan pantai. Ada begitu banyak hal baru yang hadir di Dubai yang mampu menjadikannya destinasi utama liburan di kawasan Timur Tengah. Keunikan Dubai turut dirasakan oleh penyanyi Anggun C. Sasmi yang berkesempatan untuk merasakan pengalaman berwisata di kota tersebut. Kekagumannya diutarakan ke dalam wawancara bersama Bazaar berikut ini.

Harper’s Bazaar (HB): Apakah Anda ingat kapan pertama kali mengunjungi Dubai? Apa first impression Anda terhadap kota ini?

Anggun (A): Saya pertama kali mengunjungi Dubai waktu itu tahun 2013, menyanyi untuk pembukaan satu hotel di Palm Jumeirah. Biasanya saya di sana cuma transit saja. dan setiap hari selalu berpikir, “Aduh, sepertinya ingin deh berkunjung ke sana”. Karena di Timur Tengah itu tadinya bukan destinasi yang membuat rasa keingintahuan saya tinggi. Tapi setelah pergi ke sana dan jalan-jalan pemikiran saya berubah. Meskipun pada saat itu itu waktunya enggak terlalu banyak. Di sana tadinya tidak ada apa-apa, hanya gurun yang kemudian dibangun. Jadi kita seperti merayakan kemampuan manusia untuk memproyeksikan masa depan. Apalagi saya kan tinggal di Eropa. Meskipun salah satu lagu saya yang terkenal judulnya Snow on the Sahara, tapi saya belum pernah ke gurun hahaha.

First impression saya Dubai itu seperti doorway antara masa depan dan tradisi. Kulturnya kuat sekali tapi mereka tidak menutup pintu tentang semua yang futuristis. Pokoknya kalau ke Dubai kemana pun Anda berjalan itu seperti backdrop buat syuting sesuatu, Instagrammable banget! Semua Sisi kota sangat fotogenik, apalagi kita kan selalu mendokumentasikan perjalanan. Dubai unik sekali dan ini membuat saya merasa dari semua sisi, baik teknologi, karya, kreativitas, arsitektur, itu semua jadi digarisbawahi. Buat saya itu seperti melihat pemerintah yang tidak memberi batasan ke seniman atau arsitek sehingga hasilnya bisa seperti ini. Sangat menginspirasi. Setiap negara berbeda-beda dengan charm yang berbeda juga, tapi kalau di Dubai kesannya semua yang Anda pikirkan bisa diwujudkan. Diberi kesempatan untuk mewujudkan, ini yang keren banget buat orang-orang seperti saya.

 

HB: Apa saja top 3 lokasi atau kegiatan yang Anda lakukan di Dubai?

A: Sebagai orang Indonesia yang suka makan, wisata kuliner itu sudah pasti. Jadi ada satu restoran di Al Fahidi Historical Neighbourhood tempat saya mencoba makanan lokal. Di sana Anda harus hati-hati supaya enggak gemuk. Diet pasti gagal. Yang kedua buat yang paling berkesan sampai sekarang adalah mengunjungi gurun, naik unta, dan naik balon udara untuk melihat pemandangan sekitarnya. Itu membuat saya speechless. Ini sesuatu yang enggak bisa saya bandingkan karena memang enggak ada bandingannya. Makanya saya terkesan sekali dari atas melihat gurun pasir, melihat binatang-binatang, dan next time akan mengajak anak saya naik balon. Sampai sekarang saya juga masih belum bisa menjelaskan dengan kata-kata yang tepat, apalagi kesananya kan waktu itu pagi jadi melihat benar-benar matahari terbit, magical banget! Dan yang ketiga adalah kemodernannya Dubai. Saya pikir mestinya banyak negara melihat contoh di Dubai untuk service mindedness-nya, dan keterbukaan dengan dengan orang-orang di seluruh dunia, juga toleransinya. Ada orang dari mana pun, berpakaian seperti apa pun, yang apa pun agamamu enggak masalah. Ada konsentrasi seluruh dunia di dalam satu kota. Kesannya seperti satu tempat yang diinginkan, the most desirable. Satu tempat yang dinanti dan dicari.

HB: Salah satu hal yang menjadi perhatian dunia tentang Dubai beberapa bulan ke belakang adalah Expo 2020. Anda sempat mengunjunginya. Ceritakan pengalaman Anda di Paviliun Indonesia dan hal-hal yang menarik untuk Anda di dalamnya.

A: Nah, itu dia Expo selalu ditunggu-tunggu kehadirannya. Saya mengunjungi Paviliun Indonesia dan melihat bagaimana kita dipresentasikan. Banyak sekali rasa keingintahuan tentang Indonesia, tentang rempah-rempah, tentang kultur, keren banget sih. Di mana pun saya pergi orang-orang akan melihat saya sebagai ambassador-nya Indonesia karena saya selalu ditanyain. Saya melihat Paviliun Indonesia sebagai salah satu paviliun yang paling megah di Expo itu. Tempatnya besar dan mewakili sekali, membuat bangga. Saat berjalan-jalan di Expo saya melihat semua negara jor-joran ingin menunjukkan identitasnya. Ini benar-benar pengalaman sekali seumur hidup. Apalagi tempatnya di Dubai.

HB: Jika Anda mempunyai kesempatan untuk belibur kembali ke Dubai, di bulan apa Anda akan memilih waktu kedatangan Anda? Berapa lama waktu tinggal yang Anda sarankan untuk wisatawan Indonesia yang ingin mengunjungi Dubai?

A: Untuk saya yang tinggal di Paris dan saat musim dingin sudah gatal ingin ke negara yang eksotis dan panas, saya akan datang di bulan Oktober dan November, itu ideal. Di Dubai udaranya sekitar 25 hingga 27 derajat, nyaman banget untuk jalan-jalan. Inilah cuaca yang pas buat saya dan mungkin juga buat orang Indonesia. Soal berapa lama, aduh berapa lama ya? Dicoba seminggu kali ya, seminggu terus extend sedikit hahaha. Karena banyak banget yang bisa dilakukan. Ada kultur yang menarik, atraksi untuk anak-anak maupun orang tua, sampai botanical garden. Jadi, ya seminggu minimal. Take your time.

HB: Selama berada disana, apakah Anda sudah menemukan cara untuk bisa experience Dubai seperti orang-orang lokal di sana? 

A: Buat saya pertama tentunya ke souq. Saya diberi waktu 1 jam, ternyata 3 jam di sana itu mudah sekali dilewati tanpa terasa. Namanya juga ibu-ibu, sehingga lihat pasar jadi kalap. Dan ada souq yang spesial untuk bermacam-macam hal, emas misalnya, rempah-rempah, tekstil. Menurut saya souq itu jadi salah satu DNA-nya Dubai. Saya juga menaiki kapal yang digunakan untuk transportasi lokal, dan itu murah sekali, saya berkeliling dan harganya Rp. 4.000. Kemudian ada satu tempat yang bisa membantu kita untuk memahami budaya di sana, namanya Sheikh Mohammed Centre for Cultural Understanding. Mereka bisa memberi banyak sekali informasi, sedalam apa pun yang Anda ingin ketahui mengenai Dubai. Baik itu tentang budaya, baju-bajunya, hingga belajar cara hidup penduduk lokal. Saya juga sempat mengunjungi Al Fahidi Historical Neighbourhood dan memperoleh informasi tentang cara membangun rumah di sana untuk dapat mengatasi suhu panas dan badai pasir. Rupanya ada tower dengan sirkulasi yang mampu membuat daerah sekelilingnya tetap adem. Menurut saya ini keren sekali.

HB: Dalam Joox Competition “Sing Your Way to Dubai” Anda mengajak calon penyanyi untuk mengikuti tantangan yang bisa membawa pemenangnya untuk berkunjung ke Dubai. Seperti apa experience dan keseruan yang akan dialami oleh mereka dalam tantangan tersebut?

A: Jadi misalnya Anda ingin jalan-jalan ke Dubai saat ini caranya gampang. Anda tinggal memasukkan video dan kebolehan Anda menyanyikan Dubai song ke dalam Joox, nanti yang paling bagus akan menang dan bisa jalan-jalan ke Dubai. Jalan-jalannya tidak sendirian, Anda bisa membawa teman atau pasangan. Kemarin ada teman saya yang bilang bahwa ini adalah inisiatif yang bagus untuk memberi kepada orang-orang tidak dengan gratis. Seharusnya memang “You have to earn it”. Dan ini mendukung orang-orang untuk tetap kreatif membuat sesuatu, dan kalau menang mereka akan mendapatkan reward-nya.

HB: Apakah Anda mempunyai wishlist di Dubai yang belum tersampaikan yang mungkin akan Anda wujudkan di trip selanjutnya? 

A: Sebenarnya saya ingin mencoba tinggal di sana untuk beberapa saat, sekitar 1 atau 2 bulan. Ada getaran khusus yang saya dapatkan dari sana, mungkin waktu saya berada di Ain Dubai (bianglala). Saya melihat ada sisi modern dan sisi tradisional, jadi itu benar-benar satu tempat yang intriguing. Dan saya ingin merasakan bagaimana rasanya tinggal di tempat yang seperti ini. Itu personally ya. Lokasi Dubai juga berada di pertengahan jalan antara Eropa dan Asia. Buat saya ini sempurna. Waktu untuk jetlag tidak perlu begitu banyak. Perjalanan dari Paris hanya sekitar 6 jam dan perbedaan waktunya hanya 3 jam. Ideal. Saya sudah 20 tahun lebih tinggal di luar Indonesia dan sekarang saya mencari tempat yang mempunyai banyak hal yang diciptakan oleh manusia. Jadi semacam new beginning. Clean slate. Buat saya Dubai itu kesannya seperti itu, tempat yang apa pun mungkin bisa terwujud. Bagi seniman seperti saya itu banyak sekali dampak positifnya. 

Foto: Courtesy of Dubai Tourism