Paris membuka pintu budaya sedikit demi sedikit setelah lebih dari dua bulan berada dalam keheningan karena situasi pandemi Covid-19. Banyaknya acara, teater, sinema, dan juga ekposisi yang terpaksa harus tutup sementara.
(Azzedine Alaïa Couture été 1988 © Julien Vidal & Azzedine Alaïa & Balenciaga © Stéphane Aït Ouarab)
Hingga pertengahan bulan Mei ini, kabar gembira datang dengan dibukanya kembali sebuah pameran fashion untuk publik yang tadinya sempat tertutup dan tentu saja dengan tetap memperlakukan peraturan social distancing bagi setiap pengunjung.
Sekitar 80 adibusana karya dua orang perancang yang dijuluki sebagai "master of cutting" untuk pertama kalinya berhadapan dalam sebuah pameran berjudul Alaïa and Balenciaga - Sculptors of shape.
(Azzedine Alaïa & Balenciaga © Stéphane Aït Ouarab)
Karya-karya mereka saling berhadapan dalam sebuah scenographie yang berbentuk labirin, di antara gang-gang dengan pemisah bentangan kain tipis transparan yang berwarna putih memberikan sebuah efek optik yang kontras.
(Azzedine Alaïa & Balenciaga © Stéphane Aït Ouarab)
Walau karya Azzedine Alaïa dan karya Cristobal Balenciaga ini dibuat dalam rentang waktu yang berlainan, tetapi seolah terlihat adanya sebuah dialog yang kuat, dalam kesempurnaan untuk memberi harmoni dan keseimbangan dalam pengukuran dan volume.
(Azzedine Alaïa & Balenciaga © Stéphane Aït Ouarab)
Bagaimana siluet baju-baju malam yang fluid ataupun arsitek tailoring dan mantel musim dinginnya dalam sebuah pencaharian yang tidak henti-hentinya agar setiap lekukan jahitan menjadi tersamar.
(Azzedine Alaïa & Balenciaga © Stéphane Aït Ouarab)
Bagaimana kedua perancang ini menggunakan renda dan lipit-lipit yang memberi kesan dramatik dibaju-bajunya ataupun pemilihan warna seperti warna hitam yang sangat kelam.
(Azzedine Alaïa & Balenciaga © Stéphane Aït Ouarab)
Terlihat dalam pameran, misalnya, sebuah ansambel jaket kulit dengan rok kulit berlipit-lipit karya Azzedine Alaïa untuk koleksi musim dingin tahun 2007 disanding dengan ensemble sebuah cape dengan detail kerah jas berserta top dan rok dari bahan sutera dengan efek seperti kulit buaya. Karya Balenciaga untuk koleksi musim dingin tahun 1962.
Ditahun 1968, Cristobal Balenciaga menutup pintu rumah modenya seiring dengan banyaknya permintaan untuk pakaian ready to wear, sedangkan saat itu, ia hanya membuat untuk pelanggan couture.Seorang wakil dari direktris utama, Mademoiselle Renée, cukup khawatir dengan adanya stock kain dan baju jadi. Sehingga terlintas pikiran untuk mengundang seorang anak muda bernama Azzedine Alaïa, yang namanya sudah mulai menanjak di kalangan pencinta busana, untuk memilih sesuka hatinya berbagai stock dari rumah mode itu.
(Azzedine Alaïa, 1988 © Jean-Baptiste Mondino)
Alaïa terpesona dengan tehnik pembuatan dan arsitektur dari gaun-gaun buatan Cristobal Balenciaga. Tanpa berpikir panjang, ia membawa pulang berbagai baju tersebut sebagai koleksi, bukan untuk spekulasi ekonomi karena saat masa itu masih belum ada market untuk baju vintage.
Cerita ini, tercatat sebagai sebuah episode bagaimana Alaïa sangat hormat akan sejarah mode. Di awal karirnya, Azzedine Alaïa yang lahir di Tunisia harus berjuang keras dan dia seorang yang sederhana. Sedikit demi sedikit, sesuai dengan kariernya yang semakin menanjak, ia bisa lebih leluasa untuk bisa menjadi kolektor.Di mana orang-orang mulai mengkoleksi berbagai seni modern, dia lebih tertarik dengan mengkoleksi berbagai baju dari tahun -30-an atau '50-an.
(Azzedine Alaïa & Balenciaga © Stéphane Aït Ouarab)
Pameran yang berlangsung di tempat studio kerja Azzedine Alaïa berkarya, juga diperlihatkan berbagai sketsa-sketsa mode dan photo hitam putih dari Cristobal Balenciaga . Sebuah pameran yang memberi perspektif tentang karya dua desainer besar dengan kreasi yang abadi.
Dan pameran mode yang berlangsung di Paris ini rencananya akan dibawa untuk dipamerkan di Guetaria, sebuah kota kecil di Spanyol tempat kelahiran designer Balenciaga.
(Foto: Courtesy of Alaïa and Balenciaga - Sculptors of shape)