Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Mengenal Minimalisme Jepang Lewat Busana yang Stylish

Estetika minimalis ala Jepang dalam tiap potongan busana.

Mengenal Minimalisme Jepang Lewat Busana yang Stylish
Courtesy of iTokyo

Sebelum terpapar lebih dalam oleh filosofi minimalisme Jepang, banyak orang yang sudah mulai merasakan daya tarik gaya berpakaian ala Jepang, dengan busananya yang simpel, warna monokromatik, serta koleksi basic dari lini seperti Uniqlo. Namun, setelah lebih mengenal filosofi di balik gaya ini yang menekankan keseimbangan dalam hal-hal kecil dalam hidup, banyak yang mulai mengadopsinya lebih jauh, khususnya dalam cara berpakaian. Dengan berpakaian ala Jepang, seseorang bisa merasa nyaman dengan diri sendiri, melepaskan tekanan untuk mengikuti tren, dan merangkul gaya yang membuat hidup lebih sederhana dan autentik.

Minimalisme dalam fashion bukanlah hal baru. Prinsip ini telah diterapkan dalam berbagai bidang, mulai dari arsitektur hingga desain interior, dan kini semakin meresap ke dunia mode—baik dalam ranah fast fashion maupun luxury. Namun, Jepang memiliki pendekatan yang lebih mendalam dan filosofis terhadap minimalisme, yang tidak hanya sekadar soal kesederhanaan visual, tetapi juga ketenangan batin. Gaya ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam setiap elemen, baik itu dalam desain maupun dalam cara berpakaian.

Christian Dior 2007//Courtesy of Getty Images

Filosofi minimalis ini tertanam dalam budaya Jepang sejak lama, mencerminkan keharmonisan yang ada dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari rumah, seni, hingga cara berpakaian. Salah satu konsep penting dalam filosofi ini adalah “ma”, yang berarti ruang negatif. Dalam desain, “ma” merujuk pada ruang yang tidak diisi, memberikan ruang bagi elemen lainnya untuk "bernapas" dan menciptakan keseimbangan. Dalam fashion, prinsip ini tercermin dalam kesederhanaan yang elegan, seperti yang terlihat pada kimono, pakaian tradisional Jepang. Siluet kimono yang longgar, potongan yang bersih dan sederhana, serta penggunaan ruang yang efektif menggambarkan filosofi ini dengan sempurna.

Issey Miyake A/W25//Courtesy of Showstudio

Yohji Yamamoto A/W16//Courtesy of Showstudio

Namun, gaya minimalis Jepang bukan berarti monoton atau membosankan. Sebaliknya, ia mencakup berbagai subkultur dan interpretasi kreatif yang beragam. Beberapa desainer besar yang memperkenalkan estetika minimalis Jepang ke panggung internasional adalah Issey Miyake dan Yohji Yamamoto. Melalui karya-karya mereka, mereka membuktikan bahwa fashion minimalis bisa bebas dari ornamen berlebihan, namun tetap penuh dengan karakter. Desainer-desainer ini menggabungkan elemen struktur, gerak, dan eksperimen dengan tekstil dalam cara yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga memperkenalkan cara berpakaian yang baru.

Comme des Garcons A/W25//Courtesy of Showstudio

Junya Watanabe S/S24//Courtesy of Showstudio

Designer seperti Rei Kawakubo dan Junya Watanabe adalah contoh bagaimana minimalisme dapat berpadu dengan elemen-elemen eksperimental, menciptakan gaya yang unik namun tetap mempertahankan kesederhanaan. Merek-merek ini menunjukkan bahwa minimalisme tidak harus berarti membatasi kreativitas, justru ia memberikan kebebasan untuk mengeksplorasi bentuk dan struktur yang lebih baru. Platform retail Jepang seperti Zenmarket pun terus menunjukkan bagaimana prinsip ini diterima secara luas dan dicintai oleh berbagai kalangan, dari penggemar streetwear hingga penggemar fashion high-end.

Ciri khas dari fashion minimalis Jepang adalah penggunaan siluet yang bersih, layering yang fungsional, serta warna-warna netral seperti hitam, putih, dan krem. Bahan-bahan alami seperti katun, wol, dan linen menjadi pilihan utama karena tidak hanya nyaman, tetapi juga tahan lama. Setiap potongan pakaian yang dihasilkan memiliki tujuan dan makna, tidak ada elemen yang terasa berlebihan. Fashion minimalis Jepang lebih dari sekadar pakaian—ia adalah sebuah refleksi dari gaya hidup yang mengutamakan keseimbangan, kesederhanaan, dan kedamaian.

Di tengah dunia yang semakin cepat dan penuh dengan distraksi, pendekatan minimalis ini menawarkan ruang bagi pemakainya untuk bernapas. Ia mengingatkan kita bahwa fashion bukan hanya tentang apa yang kita kenakan, tetapi bagaimana kita merasa ketika memakainya. Minimalisme dalam fashion, dengan segala kesederhanaannya, mengajarkan kita untuk kembali ke inti dari diri kita sendiri—memilih gaya yang tidak hanya membuat kita terlihat baik, tetapi juga merasa baik, dengan cara yang paling jujur.