Ketahui kontradiksi meraih kecantikan maha sempurna secara instan berikut ini.
Dr. Tass Tasiopoulos, seorang cosmetic surgeon asal Melbourne mengatakan jika botulinum toxin, filler, dan semua prosedur terkait mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari angka 10% menjadi 16% sejak tahun 2012 di kawasan Asia. Melihat terbentuknya sebuah kebiasaan, Bazaar pun bertanya kepada dr. Edwin Tanihaha, Sp.KK mengenai perilaku adiktif bagi seseorang yang rutin berurusan dengan botulinum toxin dan sejenisnya. Menurut dr. Edwin, hal itu sangat diminati karena prosesnya dilakukan tanpa metode operasi. Ditambah lagi hasil singkat, seperti botulinum toxin yang bisa terlihat dalam empat sampai lima hari. Sedangkan filler menawarkan efek langsung dengan rasa sakit yang sangat minimal. Sedangkan penyebab mereka seolah kecanduan dengan segala tindakan medis praktis itu, bisa jadi mereka mengidap body dysmorphic disorder, suatu kondisi psikis yang cukup kronis, ketika seseorang tidak pernah puas dan selalu merasa ada kekurangan pada penampilannya. Tanda-tanda dari symptom itu di antaranya, sangat tidak percaya diri dengan penampilan atau bentuk tubuhnya, selalu bercermin atau malah menghindari cermin, dan cenderung meyakinkan diri sendiri jika ada hal cacat atau tidak normal pada area tubuh.
Menurut dr. Juliana Yu, MD.H,NH, Anda juga harus tahu kapan waktu yang tepat untuk kembali mengisi filler saat dibutuhkan. Karena fungsi filler itu sendiri adalah hanya untuk mengisi jaringan yang kosong menggunakan suatu kolagen sintetis. Jika kolagen itu masih ada, dan Anda bersikeras untuk mengisi kembali, maka akan terjadi pembengkakan atau biasa disebut abses. Itulah yang membuat fenomena wajah kembar kepada para pengguna filler atau botulinum toxin. Tak ada salahnya Anda memilih cara cepat untuk mendapat hasil memuaskan dalam hitungan jam, tapi perlu diingat hasilnya juga bisa indah, atau gagal secara instan.
(Erica Arifianda; Foto: Hary Subastian)