Fitur Close Friend di Instagram, salah satu fitur yang baru saya ketahui ketika ada beberapa kasus bocornya sebuah unggahan akibat "cepu" yang menyebarkannya ke akun-akun gosip. Padahal, mungkin, sang empunya sudah menyortir siapa saja yang masuk ke dalam daftar Close Friend miliknya.
Kejadian itu ramai di tahun 2021, padahal fitur Close Friend sudah dirilis dari tahun 2018. Fungsinya adalah untuk mengkurasi dan memberi banyak privasi kepada pengguna Instagram dalam lingkup yang lebih kecil ketika mengunggah sebuah konten.
Akhirnya saya mulai sadar dengan ciri khas logo bintang hijau dan highlight juga berwarna hijau jika sudah menjadi bagian dari Close Friend. Ya beberapa kali saya terlihat menjadi bagian dari pertemanan pilihan itu. Tapi saya sendiri tidak menggunakan fitur Close Friend, alasannya simpel: karena enggak mau susah saja, malas harus pilih-pilih siapa yang boleh lihat unggahan saya. Dan itu jadi bikin saya berpikir dua, tiga, empat, lima kali dalam mengunggah sesuatu. Apakah berisiko menyinggung, atau mengganggu bagi yang melihatnya.
Padahal, saya yakin, unggahan video kucing-kucing tak berbulu milik saya juga tidak sedikit mengganggu mereka yang geli atau memang punya ailurofobia (fobia terhadap kucing). Tapi kita memang tidak bisa mengatur untuk orang-orang harus selalu suka dengan unggahan kita bukan?
Nah, suatu hari ada perbincangan yang cukup juicy mengenai fitur Close Friend karena salah satu teman saya mengaku kalau ia baru saja “dikeluarkan” dari list teman sepermainannya. Reaksi teman saya itu cukup datar, katanya ya sudah mungkin sudah tidak sepaham. Tapi teman saya yang lain, yang lebih “berdarah panas”, mulai overthinking dan mencoba menganalisa kira-kira apa yang menyebabkan teman saya itu dieliminasi dari daftar Close Friend.
Saya? Hanya menertawakan, sambil juga berpikir kira-kira apa sih yang bikin pengguna akun itu memanfaatkan fitur Close Friend. Kenapa ya ada kala isi anggotanya perlu disortir lagi? Dari pada ikut menerka, akhirnya saya melakukan penelusuran secara langsung.
Orang pertama yang saya tanya adalah Veronica Arviana, sahabat sekaligus mantan rekan kerja di Harper’s Bazaar Indonesia. Instagram story Vero nyaris selalu hijau di mata saya. Dengan jumlah followers 3.8K, pasti Vero punya cerita kenapa ia mempergunakan fitur tersebut.
Alasan pertama tentunya hal privasi yang berhubungan dengan kesenangan dan hanya ingin dibagikan ke orang-orang terdekat saja. 99.99% unggahan Vero yang diselimuti lingkaran hijau itu kebanyakan seputar fan-girling para idola K-pop. Beberapa kali tampak menceritakan aktivitas kesehariannya, atau mood di hari itu. Namun alasan Vero sebenarnya memakai fitur itu adalah ketika ia tidak ingin diketahui sedang online atau bisa dihubungi. Dan ketika ditanya berapa jumlah orang yang masuk ke dalam daftar Close Friend-nya, ia menjawab mantap, “Hanya sembilan orang, close banget kan?”.
Bicara jumlah anggota yang dicentang untuk masuk ke dalam Close Friend, biasanya dimulai dari kelompok yang sangat kecil dan intim, yakni sekitar 10-20 orang. Sampai dengan skala yang cukup besar dengan hampir menyentuh 100-150-an. Bisa ditebak, semakin kecil jumlah anggotanya, maka semakin personal dan random, istilahnya dari teman Gen Z adalah “spamming”.
Beberapa sahabat saya lainnya, yang enggan mengungkap identitas juga punya beragam alasan saat mempergunakan fitur Close Friend. Pertama, harus menjaga image karena dalam pekerjaannya mewakili sebuah institusi penting. Oleh sebab itu mereka mengkurasi apa saja yang ingin dibagikan ke media sosial. Apalagi jika kontennya dirasa sensitif, dan sangat disarankan mengelompokkan individu-individu sefrekuensi dan punya berpikiran terbuka. Misalnya, membahas komunitas tertentu, kesamaan interest yang tidak biasa, atau bahkan pandangan politik.
Tapi alasan lain yang paling simpel hanyalah karena ingin menuangkan unek-unek atau “nyampah” dengan bebas di lingkup yang mereka rasa nyaman. Ada kalanya, beberapa hal tak perlu diketahui oleh keluarganya, kolega kerja, dan pengikut lainnya. “Yang terpenting juga, orang-orang di dalam Close Friend saya juga harus nyaman dan memaklumi apa pun konten yang saya unggah, curhatan yang saya bagikan, karena saya anggap mereka sudah mengenal saya lebih dalam,” ungkap salah satu narasumber saya.
Takut di-judge ketika mengekspresikan diri juga banyak diutarakan. "Kadang, ada hasrat yang ingin menunjukkan kesenangan saya terhadap pencapaian yang saya peroleh, dan biasanya hanya teman terdekat saya yang bisa memahami rasa senang itu. Karena balik lagi, kalau misalnya unggahan itu sifatnya #humblebrag dan dilihat oleh seluruh pengikut saya, sudah pasti akan banyak yang misinterpretasi," kata narasumber saya yang usianya masuk ke Generasi Z.
Oke, kembali lagi kepada kasus teman saya yang akhirnya dikeluarkan dari Close Friend tadi. Saya pun juga menanyakan pertanyaan yang sama tentang kapan mereka akhirnya mengeluarkan pengikutnya dari list Close Friend. Jawabannya yang nyaris sama adalah ketika sudah tidak sefrekuensi atau satu paham. Ada juga yang merasa kalau unggahan atau perasaan yang diekspresikan kurang relevan dengan isi Close Friend, atau ada satu situasi yang tidak mau si orang itu tahu. "Tapi hal tersebut sifatnya sementara, misal saya lagi ingin menyindir fans Korea. Jadi saya keluarin dulu teman saya yang suka Korea itu, nanti kalau mau posting yang lain baru saya masukin lagi ke list, hahaha...", kata narasumber lainnya. Ada juga alasan kalau si orang tersebut ketahuan jadi "cepu" sehingga menimbulkan konflik. Ada juga yang sengaja dibuat jadi satu-satunya Close Friend untuk menarik perhatian seseorang. Wah, sebuah strategi pendekatan yang menarik!
Ketika saya balik POV mereka sebagai yang dikeluarkan dari Close Friend, mereka justru tidak peduli atau bahkan tidak memperhatikan unggahan-unggahan lainnya. Kebanyakan dari mereka hanya butuh menuangkan ekspresi, dan fokus pada kesenangan mereka membagikan hal bebas dengan tenang serta nyaman. Oleh sebab itu tak perlu Anda tersinggung jika Anda sudah tidak lagi menjadi bagian mereka. Apa pun alasannya tujuan dibuatnya Close Friend itu pasti demi suatu hal yang positif. Bermain di media sosial yang kini menjadi ranah publik memang menuntut kita untuk pintar-pintar mengelolanya. "Media sosial seperti Instagram itu ibaratnya sebuah panggung untuk Anda tampil dengan brand atau image yang ingin orang lain lihat, nah Close Friend itu adalah belakang layar di mana tidak semua orang perlu mengetahuinya," kata sahabat saya.
Jadi banyak pilihan kok untuk menjaga privasi selain memakai fitur Close Friend, misalnya Anda bisa mengunci akun Anda, atau membuat second account. Kalau Anda pilih yang mana?
(Foto teaser: Tevia Andriani)