Adanya pemahaman bahwa setiap produk yang dipakai dapat mencerminkan status sosial seseorang sekaligus memancarkan aura powerful dan kesan trustworthy menjadikan koleksi high-end selalu digemari dan diburu—bahkan seperti apa pun kondisinya.
Ketika Anda telah bosan dengan tas dan sepatu Anda, menyesali barang belanjaan Anda, atau baru menyadari bahwa barang yang Anda beli ternyata hanya teronggok begitu saja, akan selalu ada segelintir orang yang dengan senang hati merogoh kocek mereka demi mendapatkan produk fashion luks yang telah lama didamba-dambakan.
Sehingga ketika seseorang melego koleksi fashionnya dengan angka jauh di bawah harga ritel, tak ayal khalayak pun sangat bergairah untuk mendapatkannya. Kapan lagi bisa memiliki barang fashion bergengsi tanpa harus mengeluarkan bujet besar?
"Ketika seseorang baru menaikkan standar gaya hidupnya, mereka ingin memiliki barang bermerek namun sebisa mungkin tidak terlalu mahal. Tidak perlu keluaran terbaru karena yang paling penting adalah mereknya. Dengan koleksi pre-loved mereka bisa mencapai itu," tutur Lia Kurtz, pemilik butik konsinyasi Sparkling Society.
Di lain pihak, banyak pula individu yang dengan giat berburu koleksi pre-loved karena barang yang diinginkan telah lewat dari musimnya dan sudah tidak tersedia lagi di butik, atau merupakan koleksi langka yang sangat sulit untuk didapatkan. Sehingga label “brand new” pun tidak lagi menjadi faktor utama yang menentukan seberapa bernilai suatu barang.
Selalu ada individu-individu yang berminat membeli tas Hermès Himalaya atau bahkan sekadar Louis Vuitton Neverfull meskipun tas tersebut barangkali telah berusia belasan tahun dan memiliki banyak tanda-tanda bekas pemakaian.
Selama masih layak pakai dan relevan dengan tren terkini, kenapa tidak? Toh, kondisi boleh bekas tapi nama merek tidak akan berubah dan tetap prestisius.
Fakta ini bersambut dengan kecenderungan sejumlah pencinta fashion yang senang berbelanja koleksi teranyar kemudian merasa bosan setelah beberapa kali pemakaian.
Didukung oleh perputaran tren yang begitu cepat di setiap musim, serta tendensi untuk senantiasa tampil up to date di tengah pergaulan mode, mendorong mereka untuk menciptakan improvisasi wardrobe agar tidak terlihat memakai barang yang itu-itu saja.
Melihat besarnya peminat koleksi fashion pre-owned dengan harga yang lebih bersahabat membuka peluang bagi para big spender untuk memutar koleksi fashionnya dan mengalokasikan hasil penjualan untuk membeli barang-barang terbaru yang diinginkan. Terdengar bagaikan strategi yang cerdas, bukan?
Berkembangnya fenomena penjualan dan pemburuan barang bekas ini pun kemudian melahirkan terminologi baru di dunia internet yakni re-commerce.
Besarnya prospek pasar pemburu koleksi barang mewah bekas pakai menelurkan sejumlah bisnis startup yang menjembatani antara penjual dan pembeli, sekaligus berperan sebagai 'album virtual' atas koleksi barang mewah bekas yang dipasarkan.
Di negara maju seperti Inggris, Perancis, dan Amerika, bisnis jual beli koleksi pre-loved berbasis konsinyasi seperti ini telah berlangsung selama lebih dari satu windu dan berhasil mendorong traffic yang tinggi dalam skala global.
Artinya, jumlah peminat pre-loved luxury goods begitu besar dan menjadi segmen pasar yang potensial sehingga patut disambut dengan platform yang tepat.
Situs asal Perancis, Vestiaire Collective, disebut-sebut sebagai salah satu pelopor startup jual-beli koleksi fashion pre-loved sekaligus menjadi situs konsinyasi terbesar di dunia.
Berbeda dengan beberapa situs re-commerce lain yang membatasi transaksi dalam lingkup lokal atau regional, situs ini menghubungkan penjual dan pembeli dari berbagai belahan dunia, dan juga bersedia menanggung biaya kirim mancanegara.
Vestiaire Collective memiliki tim besar yang akan mengecek keaslian setiap produk serta memverifikasi data kedua belah pihak demi menghindari terjadinya kasus penipuan, sehingga para penjual dan pembeli dapat bertransaksi dengan nyaman dan aman.
Tak ketinggalan, Indonesia juga memiliki sejumlah situs re-commerce terpercaya dengan pilihan produk pre-loved (maupun dalam kondisi belum pernah terpakai) yang beragam serta dibandrol dalam harga yang bersahabat.
Situs seperti Huntstreet dan Brand Buffet misalnya, menghadirkan jajaran koleksi fashion dari label-label bergengsi dengan kualifikasi yang baik. Hadir pula situs Tinkerlust yang tak hanya menawarkan koleksi fashion luks saja, namun juga produk lansiran label high street dan premium.
Bergerak ke skala yang lebih kecil, bisnis konsinyasi barang mewah ini juga populer di platform media sosial seperti Instagram dan Facebook. Angka pengikut yang mencapai puluhan ribu serta pesatnya arus transaksi menjadi bukti betapa besarnya peminat barang mewah bekas di seluruh penjuru negeri.
“Kebanyakan pembeli di Indonesia memiliki daya beli yang besar, terutama mereka yang tinggal di luar Jakarta. Satu pembeli bisa membeli dua atau tiga barang sekaligus. Meskipun jumlah suplai masih lebih banyak dibandingkan jumlah permintaan, namun setidaknya dari 10 barang yang dititipkan di Wants & Needs, enam hingga tujuh barang biasanya langsung terjual,” jelas Nadia Rachel, pemilik bisnis re-commerce berbasis Instagram, Wants & Needs.
Besarnya pasar peminat koleksi barang pre-loved ini seolah menjadi justifikasi atas buyers remorse atau pembelanjaan impulsif dari para tangan pertama. Dengan adanya sektor re-commerce ini, Anda dapat menjual kembali barang belanjaan Anda dengan mudah.
Bahkan apabila barang yang Anda jual merupakan koleksi langka atau banyak diburu, tidak mustahil Anda justru dapat meraup keuntungan ketika Anda menjualnya kembali—apalagi jika kondisi barang mendekati baru serta memiliki dokumen lengkap bukti pembelanjaan.
Menyimpan koleksi fashion dengan segala kelengkapan hal-hal kecil yang menyertainya, seperti dust bag dan kartu penanda keaslian produk, dapat menjadi nilai tambah yang mempengaruhi harga jual.
“Tas luks apa pun selama kondisinya baik dan pemilik sebelumnya apik (dalam artian tidak jorok dan serampangan), didukung dengan harga jual yang menarik, pasti akan cepat laku. Tas seharga 15 juta ke bawah mudah sekali terjual,” ujar Nadia Rachel.
Kendati hampir segala jenis barang bermerek banyak diminati, namun tas tetap memiliki resell value yang lebih tinggi dibanding jenis produk lainnya. "Tas dari koleksi signature bisa menjadi investasi yang baik karena harganya akan tetap bagus. Sedangkan sepatu tidak bisa memiliki harga jual yang tinggi karena faktor tanda pemakaian, ukuran, dan model yang sudah lewat," jelas Ranisa Soraya, pemilik re-commerce berbasis Instagram, I Love Rag.
Permintaan akan barang mewah bekas telah menjadi suatu kebutuhan tersendiri di tengah pasar mode. Perputaran produk fashion luks ini dipandang sebagai suatu fenomena yang berkesinambungan seiring dengan pesatnya sirkulasi mode.
Setiap pencinta fashion ingin senantiasa catch up dengan tren serta barang-barang teranyar, dan metode yang diterapkan oleh re-commerce memungkinkan individu dari berbagai kalangan untuk menggapai hasrat menjadi yang terdepan (atau setidaknya 'tidak ketinggalan jaman').
Nadia Rachel menuturkan pendapatnya; “Menurut saya, ke depannya perkembangan bisnis ini akan semakin marak. Karena barang baru terus berdatangan, barang lama akan berputar, dan semakin rendah harga jual maka ia pun akan semakin banyak dicari. Pembeli puas karena mendapatkan barang bagus dengan harga miring, penjual senang karena koleksi yang tidak terpakai bisa diuangkan kembali sehingga ia bisa membeli barang yang baru lagi.”
Siklus ini merupakan win-win solution bagi para pencinta fashion. Terlepas dari seberapa besar anggaran fashion Anda, kini Anda memiliki pembenaran serta metode yang masuk akal untuk berbelanja dan melakukan sesi recycle pada koleksi fashion Anda.
(Foto: Shutterstock, IMAXTREE.COM, Vincenzo Grillo/IMAXTREE.COM)