Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Seniman Indonesia Naufal Abshar Menjalani Residensi Seni di New York untuk Kembangkan Kariernya

Bazaar berbincang dengan Naufal Abshar tentang residensi yang ia ikuti di School of Visual Arts selama 45 hari.

Seniman Indonesia Naufal Abshar Menjalani Residensi Seni di New York untuk Kembangkan Kariernya
Foto courtesy of Instagram @naufalabshar

Tidak ada yang bisa menghalangi kita untuk terus berkarya dan mengembangkan potensi diri, tak terkecuali pandemi Covid-19 yang masih terus menghantui dunia. Pandangan ini dipegang dengan sungguh-sungguh oleh Naufal Abshar yang namanya tentu sudah akrab di telinga para pencinta seni. Ia identik dengan karya HAHA Series serta lukisan-lukisan yang menyiratkan voice of the youth dan kultur masa kini.


Pada tanggal 13 Februari, Naufal bertolak menuju New York, Amerika Serikat, untuk menjalani residensi selama 45 hari di School of Visual Arts, Manhattan. Residensi ini bukanlah yang pertama ia ikuti. Sebelumnya, seniman muda yang berasal dari Bandung tersebut pernah melakukan kegiatan di kota yang sama di bawah institusi yang berbeda pada tahun 2019. Residensi tahun ini merupakan ketiga yang ia jalani bersama institusi dan kegiatan keenam jika digabungkan dengan residensi yang ia lakukan secara pribadi.


Lewat perbincangan melalui telepon, Naufal menceritakan tentang kegiatan yang ia ikuti dengan suara bersemangat.


Harper’s Bazaar (HB): Bagaimana dengan program residensi yang Anda akan ikuti?

Naufal Abshar (NA): Residensi adalah program di mana seniman pergi ke suatu daerah atau suatu negara, tinggal selama beberapa saat, berkarya di sana, dan melakukan pameran. Saya diundang oleh School of Visual Arts, sebuah universitas yang alumninya di antaranya adalah KAWS, Keith Haring, dan masih banyak lagi seniman lainnya. Programnya terdiri dari sesi offline dan online. Sesi tutorial dilakukan secara online dari kurator sebagai pembimbingnya. Outcome-nya adalah pameran secara online dari studio kita masing-masing.

HB: Apa fokus dari residensi ini?
NA: Fokusnya ada pada konsep dari seni yang akan saya kerjakan nanti, tentang bagaimana kreativitas saya merefleksikan pandemi, dan bagaimana saya sebagai seniman berkarya di tengah situasi ini. Karyanya sama, tetapi ide dan konsepnya saja yang akan berbeda.


HB: Mengapa Anda tertarik mengikuti residensi?
NA: Karena saya suka banget dengan traveling. Kalau di situasi normal, setiap tahun harus ada kegiatan residensi. Saya cukup bosan berkarir di studio terus, again and again with the same things. Residensi ini adalah tantangan tersendiri sebagai refleksi diri. 


HB: Apa ekspektasi Anda setelah mengikuti residensi?
NA: Pertama, ini adalah pencapaian untuk diri saya sendiri. Saya bisa menaklukkan keraguan dan rasa takut saya terhadap apa yang tengah terjadi. Kedua, saya ingin tetap aktif. No one can beat your creativity or your dream. Saya ingin sekali membuktikan bahwa saya tetap berjuang demi impian dan seni saya meski berada di tengah pandemi. Ketiga, saya berharap seni dan kreativitas saya bisa lebih luas lagi. Kalau kemarin hanya di Indonesia, sekarang bisa dikembangkan di New York.


HB: Lalu, apa langkah selanjutnya yang akan Anda lakukan dalam menciptakan seni?
NA: HAHA Series adalah karya yang sudah saya lakukan selama hampir tujuh tahun. Akan tetapi, bagaimanapun Anda harus berkembang dan berproses. Sebagai seorang seniman, tahun 2020 adalah awakening year, sehingga karya saya berubah dari HAHA Series menjadi Time Series. Alasannya karena waktu adalah sesuatu yang paling berharga dalam hidup kita dan Time Series ini adalah cara saya merefleksikan diri sebagai manusia yang menjalani kehidupan ini. Harapannya di tahun 2021 agar karya saya terus berlanjut, sustain, dan bold. Tahun ini lebih sebagai my self reflection, cara saya melihat diri saya sendiri, dan the way my art changes. Oleh karenanya saya pergi ke New York untuk mengikuti residensi dan rencananya di akhir tahun 2021 ada solo exhibition di Taiwan. Selain itu, saya berharap karya saya bisa tersebar di penjuru dunia.


HB: Apa pesan Anda bagi seniman muda lainnya?
NA: Be yourself but responsible. Be authentic. What highlights you the most is what you offer to the people. Dan apa yang menjadikan Anda sebagai seorang seniman adalah karya Anda sendiri sehingga Anda harus memahami diri sendiri. Anda harus berkarya dengan cerdas. Jika bisa, Anda harus melakukan banyak riset untuk menciptakan sesuatu. Yang penting, bagaimana Anda dapat menggunakan riset tersebut untuk dituangkan ke karakteristik Anda sendiri.


HB: Menurut Anda, apakah residensi merupakan program yang wajib bagi setiap seniman?
NA: Menurut saya, sebagai seorang seniman itu terserah Anda, apakah Anda ingin menjadi residential artist, commercial artist, atau seniman apapun. Jika Anda ingin menjadi seniman yang mapan, ingin memiliki pemahaman tentang kompleksitas dunia tidak hanya lokal namun juga internasional, maka Anda harus mengikuti residensi. Residensi memungkinkan Anda untuk beradaptasi dalam situasi di mana Anda tidak berada di zona nyaman Anda. Dengan residensi, kita menjadi lebih terbuka, karya-karya kita lebih kaya, dan kita tidak stuck di seni yang sama. Bahkan, seniman seperti Picasso dan Salvador Dali selalu berubah dan memiliki periodenya masing-masing. Itu karena mereka senang traveling sehingga mengalami proses. Apalagi, kompetisi sekarang itu sangat terasa. Banyak sekali seniman-seniman yang selevel dengan Anda namun memiliki kualitas yang berbeda. Jadi, residensi merupakan program yang bagus. Tidak harus institusional, Anda juga bisa melakukan personal residency.

(Foto courtesy of: Instagram @naufalabshar)