Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Black Friday: Dari Sejarah Kelam Hingga Momen Belanja Gila-Gilaan

Sering menikmati diskonnya tapi tak tahu darimana asal-usul nama Black Friday? Artikel ini akan menjelaskannya khusus untuk Anda.

Black Friday: Dari Sejarah Kelam Hingga Momen Belanja Gila-Gilaan
Courtesy of Pexels/Kaboompics.com

Black Friday, yang kini dikenal sebagai hari belanja terbesar dalam setahun, sungguh memiliki sejarah menarik yang berakar dari krisis keuangan, perubahan budaya, dan evolusi dunia ritel. Hari yang identik dengan diskon besar-besaran dan hiruk-pikuk belanja ini nyatanya telah melalui berbagai fase hingga menjadi fenomena global seperti yang kita kenal sekarang. Lalu, apa saja yang perlu Anda ketahui? Berikut sejarah singkat dan fakta-fakta  menarik di baliknya.

1. Awal Mula Istilah "Black Friday"

Istilah "Black Friday" pertama kali muncul pada abad ke-19, namun tak ada hubungannya sama sekali dengan kegiatan belanja. Sebaliknya, istilah ini merujuk pada krisis pasar emas di Amerika Serikat pada 24 September tahun 1869 silam. Dua investor, yaitu Jay Gould dan Jim Fisk, mencoba memonopoli pasar emas sehingga menyebabkan harga melonjak tajam sebelum pemerintah akhirnya turun tangan. Akibatnya, harga emas pun jatuh dan menimbulkan kepanikan finansial yang luar biasa. Akhirnya, istilah "Black Friday" pun mulai diasosiasikan dengan bencana ekonomi ini.

Pada awalnya, kata "black" memiliki konotasi negatif. Dalam istilah akuntansi, "in the black" berarti perusahaan sedang memperoleh keuntungan, sementara "in the red" artinya kondisi finansial perusahaan sedang menunjukkan kerugian. Konotasi positif ini mulai muncul ketika pada tahun 1980-an para peritel menggunakan istilah berikut untuk menggambarkan hari ketika bisnis mulai memperoleh keuntungan setelah periode kerugian akibat tingginya momen belanja liburan pada tahun-tahun sebelumnya.

Sedangkan kata "Friday" merujuk pada hari Jumat setelah Thanksgiving di Amerika Serikat. Secara historis, hari ini menandai dimulainya musim belanja liburan. Pada 1950-an, hari ini identik dengan kerumunan besar dan kemacetan di kota-kota seperti Philadelphia, akibat antusiasme belanja dan juga pertandingan sepak bola tahunan 'Army-Navy'. Istilah "Black Friday" pun akhirnya pertama kali digunakan oleh polisi Philadelphia untuk menggambarkan kekacauan yang ditimbulkan oleh kerumunan tersebut, bukan karena aktivitas belanja. Seiring berjalannya waktu, fokus bergeser dari kekacauan menjadi peluang ritel. Hingga kini, Black Friday dikenal dengan momen diskon besar serta fenomena konsumserisma yang meluas.

Jadi, kata "Black" dalam Black Friday pada awalnya merujuk pada kekacauan finansial, namun seiring berjalannya waktu, Black Friday akhirnya menjadi simbol keuntungan.

3. Perubahan Menuju Libur Ritel (1980-an)

Pada tahun 1980-an, makna Black Friday berubah secara drastis. Para peritel mulai mempromosikan hari ini sebagai awal musim belanja liburan dan memanfaatkan keuntungan besar yang bisa diraih. Dalam akuntansi, istilah "in the black" berarti mendapatkan laba, sedangkan "in the red" berarti mengalami kerugian. Konsep ini digunakan untuk menggambarkan Black Friday sebagai hari di mana bisnis mulai meraih keuntungan tahunan berkat lonjakan belanja konsumen.

Diskon besar-besaran dan promosi gila-gilaan pun mulai menjadi ciri khas sehingga mendorong para konsumen untuk memanfaatkan penawaran yang berlangsung dalam waktu terbatas tersebut. Hal ini mengubah Black Friday menjadi semacam "hari libur" yang tidak resmi bagi lingkup ritel di dunia.

4. Peran Toko Ritel Besar dan Mal

Pada tahun 1990-an, kemunculan mal dan toko ritel besar seperti Walmart, Target, dan Best Buy semakin memperkuat status Black Friday di Amerika Serikat. Toko-toko ini menawarkan diskon besar yang disebut doorbuster deals untuk menarik konsumen antre sejak dini hari di depan pintu toko. Black Friday pun telah menjadi bagian dari tradisi keluarga Amerika Serikat untuk menjadikan belanja sebagai kegiatan utama selama akhir pekan Thanksgiving tiba.

5. Ekspansi ke E-Commerce

Dengan munculnya belanja online pada awal tahun 2000-an, keuntungan Black Friday malah jauh melampaui toko fisik. Para peritel mulai menawarkan diskon digital dan memungkinkan konsumen untuk berbelanja dari rumah. Perubahan ini mencapai puncaknya dengan kemunculan Cyber Monday pada tahun 2005, hari khusus untuk belanja online yang memperpanjang euforia Black Friday.

Platform seperti Amazon pun memperluas jangkauan dan mengubahnya menjadi periode belanja yang berlangsung selama seminggu atau bahkan sebulan. Evolusi ini mengaburkan batas antara belanja fisik dan online, menjadikan Black Friday sebagai acara hybrid.

6. Adopsi Global

Awalnya, Black Friday merupakan tradisi khas Amerika Serikat. Namun kini, Black Friday sudah menyebar ke seluruh dunia berkat globalisasi dan pengaruh budaya Amerika Serikat. Negara-negara seperti Kanada, Inggris, Australia, hingga negara-negara di Asia dan Afrika mengadopsi konsep ini, menyesuaikannya dengan pasar lokal. Di beberapa negara, Black Friday digunakan untuk meningkatkan penjualan ritel meskipun mereka tidak merayakan Thanksgiving.

7. Kritik dan Kontroversi

Black Friday tidak lepas dari kritik. Laporan tentang perkelahian, kericuhan, hingga pekerja ritel yang kelelahan sering mencoreng acara ini. Para aktivis lingkungan mengkritik limbah yang dihasilkan dari konsumsi berlebihan, mulai dari kemasan yang terbuang hingga dampak produksi barang yang berlebihan. Selain itu, para pegiat hak pekerja juga mengangkat isu mengenai tekanan tinggi dan stress berat yang dialami para pekerja ritel selama puncak musim belanja.

8. Black Friday Modern

Saat ini, Black Friday lebih dari sekadar satu hari belanja. Banyak peritel meluncurkan penjualan jauh sebelum hari-H dengan tren seperti "Black November" menjadi hal yang umum. Media sosial dan iklan digital juga semakin memperbesar antisipasi dan menjadikan Black Friday sebagai fenomena pemasaran global. Dalam beberapa tahun terakhir, penekanan pada penjualan online semakin meningkat, terutama setelah pandemi COVID-19sehingga mempercepat pergeseran ke e-commerce.

Black Friday terus berevolusi, tetapi tetap menjadi simbol kuat budaya konsumerisme modern dan pendorong utama bagi dunia ritel di seluruh dunia.