Judulnya ditulis dengan angka yang merepresentasikan ketujuh kota di dalam narasi filmnya, Semes7a baru saja mengadakan acara Gala Premier yang berlangsung di bilangan Jakarta Selatan, tepatnya di Epicentrum XXI, Epicentrum Walk.
Malam yang diramaikan oleh sejumlah wajah familier seperti Mira Lesmana, Tara Basro, hingga Winda Malika Siregar pun berlangsung dengan lancar. Setelah akhirnya para pertanyaan masyarakat kota Jakarta terjawab dengan berlangsungnya screening ini, standing ovation pun menjadi sambutan yang diharapkan dari ketiga penggagas ide film Semesta, yaitu Chairun Nissa sebagai Sutradara dan kedua Produser, Nicholas Saputra dan Mandy Marahimin.
Tak hanya satu, ketiganya sepakat bahwa setiap lokasi mempunyai kenangan yang mendalam pada diri masing-masing. Lantas apa yang diharapkan oleh serdadu bumi dari film dokumenter-kreatif ini? Simak percakapannya dengan Bazaar di bawah ini!
Harper’s Bazaar (HB): Proses apa yang kalian lewati hingga akhirnya memilih tujuh tempat ini?
Chairun Nissa (CN): Tujuh untuk durasi 90 menit itu cukup, dan tujuh tempat ini juga menggambarkan komposisi yang pas untuk merepresentasikan Indonesia.
HB: Hal apa yang kalian takuti saat film ini ditonton orang?
Nicholas Saputra (NS): Kita yakin film ini akan memberikan sesuatu yang baik saat ditonton.
HB: Menurut kalian, isu lingkungan apa yang publik salah tangkap?
Mandy Mahimin (MM): Publik banyak salah tangkap bahwa isu perubahan iklim adalah sesuatu yang tidak bisa mereka bantu. Itu sebabnya kita garap film ini, karena yang mereka lakukan di sini (film Semesta) adalah langkah-langkah kecil yang dilakukan sedari dulu di tujuh komunitas berbeda, dan langkah-langkah kecil ini membantu mengurangi climate change. Sebenarnya siapa pun bisa melakukan itu.
"Sebenarnya siapapun bisa melakukan itu."
- Mandy Mahimin
HB: Upaya apa yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi emisi gas di Indonesia?
NS: Sebenarnya, banyak yang bisa dilakukan. Contohnya dapat kalian lihat di film Semesta. Tapi, yang paling penting dan paling dasar adalah pemahaman dan kesepakatan bahwa climate change is real. It’s changing. Sekarang sedang ada perubahan yang dapat membuat kualitas hidup kita berkurang, dan semua itu karena perilaku kita sendiri. Yang paling penting adalah memiliki dasar kepemahaman bahwa kita harus berbuat sesuatu. Nah, apa saja? Tentu setiap orang punya kontribusinya sendiri-sendiri berdasarkan lokasi, tempat, kebiasaan, dan juga interest. Jadi, saya rasa setiap orang harus menemukan jalannya sendiri terlebih dahulu, dan jika memang disepakati dengan rasa sadar bahwa we have to do something, saya yakin setiap orang pasti menemukan jalannya.
"Yang paling penting dan paling dasar adalah pemahaman dan kesepakatan bahwa climate change is real. It’s changing."
- Nicholas Saputra
HB: Saat proses penggarapan film, permasalahan apa yang kalian temui?
MM & NS: Global warming itu banyak sekali versinya. Jadi, kita tidak bisa bilang ada masalah terbesar apa. Semua angle yang ada di film ini adalah beberapa cerita kecil dan nyata hingga akhirnya terakumulasi menjadi sesuatu yang besar. Jadi, setiap faktor ini berkontribusi sama besarnya. Semua tergantung lokasi, perubahan iklim, dan lain sebagainya.
HB: Lalu, memori apa yang kalian simpan usai menggarap film Semesta?
CN: Semuanya menginspirasi. Namun, saya paling merasa tertampar dengan cerita kota Jakarta. Saya pikir yang paling jauh yang akan mengagetkan, ternyata tidak. Kota Jakarta yang paling membuat saya terkesan. Karena tidak banyak yang dapat kesempatan untuk melakukan apa yang ia lakukan di sini. Tamparan tadi mengajarkan saya untuk mengubah pola pikir yang segmented.
MM: Setiap kali bikin film dokumenter itu adalah kesempatan untuk menggali isunya lebih dalam lagi, karena kita harus mempelajari isunya. Tinggal di daerah urban bukan berarti tidak mempunyai solusi, karena salah satu angle yang kita angkat di film ini adalah penduduk kota Jakarta yang berbicara urban farming.
Tamparan tadi mengajarkan saya untuk mengubah pola pikir yang segmented."
- Chairun Nissa
HB: Bagaimana awal mula kalian menghargai alam semesta?
NS: Untuk memperkenalkan pentingnya mencintai alam itu harus ditanamkan sejak kecil. Kalau dulu, saya ingat pernah dipaksa untuk menonton film flora dan fauna sama kakek saya. Itu adalah awal yang baik untuk mulai menghargai keindahan alam. Meski dulu tidak mengerti, tapi rasa kecintaan saya terhadap lingkungan itu mulai tumbuh. Saya rasa penting untuk diperkenalkan melalui audio, visual, dan juga media lainnya.
Seperti yang dikatakan Chairun Nissa dan Nicholas Saputra, usaha sekecil apa pun pasti akan memiliki hasil yang optimal jika dilandasi dengan pengertian yang tepat mengenai isu ini. Karena bukan hanya sedang dilanda climate change ataupun global warming, planet ini sudah berada di tengah climate emergency.
Serentak ditayangkan di beberapa lokasi XXI yang terpilih, film yang memperlihatkan bagaimana tujuh orang Indonesia di tujuh lokasi berbeda ikut berkontribusi memelankan dampak global warming persembahan Tanakhir Films ini dapat mulai Anda saksikan mulai tanggal tanggal 30 Januari 2020.
(Foto: Courtesy of Eddy Sofyan, Instagram/@tanakhirfilms)