Sebuah pameran tematik dihadirkan Yves Saint Laurent untuk pertama kalinya di Paris dengan mengangkat inspirasi dari budaya Asia. "Seniman-seniman Eropa sejak lama kagum dengan pesona Asia. Dalam koleksi yang dipamerkan ini, Yves Saint Laurent memberi sentuhan gaya personal melalui pengetahuannya yang mendalam tentang sejarah, budaya dan seni," ujar Aurélie Samuel selaku direktur pameran museum Yves Saint Laurent: Dreams of the Orient.
(Yves Saint Laurent en compagnie d’une courtisane habillée en vêtements traditionnels lors de son premier voyage au Japon, Kyoto, avril 1963 © Droits réservés)
Berlokasi di dalam sebuah bangunan historis yang berada di daerah chic di tengah kota Paris, yang sebenarnya adalah studio tempat Yves Saint Laurent (YSL) bekerja, kini menjadi museum. Pameran tematik ini memamerkan sekitar 50 koleksi busana haute couture dengan inspirasi dari negara-negara di Asia seperti Jepang, China dan India.
YSL memadukannya dengan berbagai objek seni Asia, yang dipinjam dari Musée National des Arts Asiatiques (Museum Nasional untuk Seni dari Benua Asia) juga berbagai koleksi pribadi yang memberi sebuah faset unik pada pameran ini.
"I approached every countries through dreams" sebuah kutipan dari Yves Saint Laurent yang menjadi kata sambutan untuk memulai menikmati ruang pameran. Visi imajinasi dan kenang-kenangan yang didapat dari berbagai negara Asia, dituangkan dan dirinci menjadi berbagai karya YSL yang mengagumkan. Selain itu, beberapa sumber inspirasinya juga didapat dari buku-buku koleksi yang tersimpan di studionya, koleksi seni dari Pierre Bergé, dan seorang teman hidupnya, serta berbagai film Hollywood seperti Shanghai Express tahun 1932 dan The Lady from Shanghai tahun 1948 sebagai referensi.
Memasuki ke dalam ruang yang didedikasikan untuk karya yang terinspirasi dari China, Anda bisa menemukan presentasi YSL koleksi musim gugur/dingin 1977 yang memberi sebuah siluet "loose-fitting" dengan potongan seperti jaket tradisional wanita suku Han.
Penggunaan kain sutra dan beludru, rangkaian koleksi ini hadir mengusung nuansa volume dalam warna hitam dan juga merah oranye yang menjadi simbol untuk pesta dan kebahagian. Berbagai jaket dengan potongan lurus yang dipadu celana panjang cutting menyempit, tunik yang dihiasi motif sulaman bunga warna-warni, dan penggunaan "passementerie" serta conical hat atau model topi petani pun dapat ditemukan pada ruang ini.
Sebenarnya koleksi tunik dengan kerah menyamping sudah dikreasikan sejak tahun 1970, hanya saja penempatan kancing yang ada di kiri, sedangkan dalam tradisi China umumnya di kanan.
Masih dalam ruang yang sama, Anda juga bisa menemukan parfum Opium, dan sketsa tangan Yves Saint Laurent yang dibuat untuk peluncuran perdana parfum ini di New York.
(Yves Saint Laurent Croquis de recherche autour du lancement du parfum Opium, vers 1977-1978 Musée Yves Saint Laurent Paris)
(Yves Saint Laurent Croquis de recherche autour du flacon du parfum Opium, vers 1977 Musée Yves Saint Laurent Paris)
India menjadi salah satu negara yang banyak menginspirasi YSL, bisa terlihat dari koleksinya di tahun 1962 hingga koleksinya di tahun 2002. Dari interprestasi untuk baju-baju kerajaan, tunik beserta celananya, hingga baju tradisional India yaitu Sari, dan juga tidak melupakan motif Boteh (motif seperti daun palem yang merupakan simbol kekuasaan).
Dengan inspirasi dari India ini, YSL menciptakan gaun untuk aktris Claudia Cardinale dalam sebuah film The Pink Panther di tahun 1963.
(À gauche : Tailleur de soir court, collection haute couture printemps-été 1982 À droite : Robe de soir long, collection haute couture automne-hiver 1969 © Musée Yves Saint Laurent Paris / Sophie Carre)
Yves Saint Laurent juga mengunjungi Jepang beberapa kali, misalnya di tahun 1963 dan 1975. Ia sangat terkesan dengan budaya Jepang di zaman Edo (1600 -1868). Oleh karenanya, YSL merancang versi baju tradisional yaitu kimono dengan gaya yang tidak ketat dan ringan yang diikat dengan obi.
(Ensemble de soir, collection haute couture automne-hiver 1994 © Musée Yves Saint Laurent Paris / Sophie Carre)
Tak hanya itu saja, sebuah jaket "Iris" turut menarik perhatian. Ini merupakan karya penghormatan untuk pelukis Vincent Van Gogh, yang terinspirasi dari pelukis Jepang Hokusai. Jaket tersebut merupakan hasil kerja sama antara YSL dengan François Lesage yang dirancang dengan motif bunga iris dari sutra yang disulam dengan taburan payet, mutiara, dan hand painted ribbons.
Pameran dari karya desainer legendaris ini ditata menarik dengan konsep persilangan antara koleksi adi busana dengan karya seni. Nampaknya, YSL memiliki visi untuk memberikan pencerahan bagi Anda setiap pengunjung tentang artinya inspirasi dan juga imajinasi dalam serangkaian proses sebuah kreasi.
(Foto: Courtesy of Musée Yves Saint Laurent Paris)
- Tag:
- Yves Saint Laurent
- YSL