Pandangan Hannah Al Rashid Tentang Toxic Masculinity

Simak tanggapan Hannah tentang toxic masculinity yang ternyata bisa merugihan pria!



Pembahasan mengenai toxic masculinity ramai mengisi media sosial dengan berbagai tanggapan tentang tuntutan lingkungan sosial kepada laki-laki. Dave Hendrik pun kemudian menanyakan tanggapan aktris sekaligus aktivis ini terkait toxic masculinity yang ramai diperbincangkan.

Funny that you mention it karena toxic masculinity lagi ramai banget di sosial media beberapa pekan belakangan ini. In a simple sentence, how would you define toxic masculinity?” tanya Dave.

In my opinion, hal-hal yang secara budaya kita bilang kalau laki-laki harus gini, gini,gini sebenarnya sesuatu yang toxic. Contohnya, laki-laki enggak boleh menangis, enggak boleh nunjukkin emosinya, laki-laki yang harus dibebankan untuk financing keluarga atau cari nafkah. Laki-laki selalu harus in control, enggak boleh kelihatan kelemahannya. Kita lihat sekarang dengan adanya toxic masculinity, dengan kita menuntut laki-laki itu juga deter mental laki-laki kita,” ungkap Hanna.

Hanna pun membagikan fakta tentang dampak besar yang diakibatkan oleh budaya toxic masculinity ini. “Dengan you’re not allowed to show weakness, you’re not allowed to get help itu banyak banget lho. Kalau kita lihat di Inggris, contohnya ya itu suicide rate untuk lelaki is huge dibandingkan perempuan, very, very high dan cenderungnya saat mereka misalnya belum nikah, jadi merasa belum menjadi lelaki karena belum bisa menjadi suami, belum punya anak, menafkahi. Kalau pengangguran, I don’t have the money to support this, this, this segala macam. What does it do? It drives people to depression, it drives people to suicide. Toxic, sebenarnya.”

Simak perbincangan Dave Hendrik bersama dengan Hannah Al Rashid dalam seri Brunch With Dave Hendrik yang dapat segera Anda saksikan melalui kanal YouTube Harper’s Bazaar Indonesia.

Baca juga: Hannah Al Rashid Pernah Dapat Pria "Toxic"

(Penulis: Vanessa Masli)