Kekayaan Kuliner Nusantara dalam Film



Ketika makanan menjadi sebuah itikad baik untuk bertemu yang diartikan sebagai wadah silaturahmi untuk bertemu, berkumpul memberikan harapan dan semangat, serta berusaha saling memahami dan meleburkan perbedaan-perbedaan, yang didasari oleh kebiasaan serta nilai-nilai budaya Indonesia. Sepenggal kalimat tersebut merupakan filosofi yang diangkat ke dalam sebuah film berjudul Tabula Rasa yang diproduksi oleh LifeLike Pictures dan telah rilis pada 25 September 2014 lalu.

Tabula Rasa merupakan film garapan sutradara muda Adriyanto Dewo, penulis Tumpal Tampubolon, serta Sheila Timothy sebagai produser dan Vino G Bastian sebagai asisten produser. Film ini dibintangi oleh Dewi Irawan, Yayu Unru, Ozzol Ramdan, serta Jimmy Kobogau yang merupakan debut pertamanya untuk berperan sebagai pemeran utama.

Film ini bercerita tentang Hans (Jimmy Kobogau) seorang pemuda Serui, Papua, yang bercita-cita menjadi seorang pesepakbola profesional. Mimpinya hampir menjadi kenyataan ketika ia direkrut oleh sebuah klub bola di Jakarta. Tetapi mimpinya tersebut mendapatkan rintangan dan ia terpaksa harus kehilangan impiannya. Di saat seperti itu, Mak (Dewi Irawan), pemilik sebuah rumah makan Padang (Lapau), datang memberikan semangat baru bagi dirinya. Mengambil tiga lokasi setting yang berbeda yakni Jakarta, Bogor, dan Serui, film Tabula Rasa adalah film kuliner pertama di Indonesia yang dengan total memasukkan nilai-nilai sosial budaya kuliner nusantara ke dalam ceritanya. Kita diingatkan lagi akan toleransi, tolong-menolong, dan persatuan Bhinneka Tunggal Ika lewat makanan.

(Ganang Arfiardi. Foto: Dok. Tabula Rasa)