Mel Ahyar Merayakan Wastra Nusantara Melalui Koleksi Tahunannya Bertajuk Kultulibrasi

Helatan ini menjadi momen Mel Ahyar menguak kekuatan kreativitas dalam dirinya dengan mempersembahkan koleksi ready to wear untuk Happa & XY, lalu Mel Ahyar Archipelago, dan koleksi musim gugur/dingin 2023-2024.



Desainer Mel Ahyar kembali menunjukkan apa arti kreativitas yang sesungguhnya melalui pagelaran koleksi tahunan bertajuk Kultulibrasi. Layaknya tema yang ia usung, budaya menjadi narasi utama di koleksi ini. Kata akulturasi dan asimilasi mengambil alih benang merah koleksi miliknya yang kemudian ia terjemahkan ke dalam beberapa koleksi sekaligus termasuk untuk brand ready to wear Happa dan XY, sekaligus Mel Ahyar Archipelago, hingga koleksi musim gugur/dingin 2023-2024 miliknya.

Dinamika akulturasi budaya dan regenerasi, serta perbedaan cara pandang generasi ke generasi. Melalui koleksinya, Mel Ahyar mempertanyakan di antara perubahan-perubahan zaman, budaya apakah yang dapat bertahan dalam kelestarian? Apa yang perlu dilakukan agar generasi penerus dapat menerima budaya secara mudah dan mau mempelajarinya. Melalui koleksinya, Mel menyatakan keinginannya untuk menciptakan harmonisasi antar lintas generasi terhadap budaya agar pihak yang mewariskannya dapat mewariskan ilmu mereka, dan generasi penerus dapat meneruskan warisannya sekaligus dengan format yang relevan dan kini.

Mencari sweet spot untuk dapat membuat generasi penerus dapat menerima budaya bukan hal yang muda. Mel Ahyar kemudian memberikan gambaran bagaimana dengan koleksi bertajuk RIKURIKU dari lini ready to wear HAPPA dan XY miliknya. Untuk kedua lini tersebut, Mel mengangkat teknik ukiran Suku Asmat di Papua. Ada unsur yang terinspirasi dari atap rumah Honai yang berbahan ijuk kemudian ia modifikasi menjadi aksen tassel dan macraem dari benang wol. Ada juga Noken Khas Papua yang meliputi crossbody fabric melintang di bagian dada. Palet warna di koleksi ini adalah opsi warna membumi sebagaimana pewarnaan alami yang digunakan suku Asmat semuanya bersumber dari bumi. Warna-warna tersebut adalah warna merah tanah, putih bubuk cangkang kerang, dan hitam arang.

Pagelaran berlanjut ke sesi Mel Ahyar Archipelago, di sini Mel mengangkat betapa proses asimilasi dan akulturasi budaya Indonesia yang bermacam-macam tak pernah berhenti. Untuk koleksi ini, ia banyak mengembangkan wastra Nusantara dari beberapa bagian wilayah di Indonesia. Mel juga mengajak para pengrajin untuk berkolaborasi agar koleksi kapsul ini terjadi.

Ada tiga wastra Nusantara yang sang desainer olah untuk koleksi kapsul ini di antaranya adalah Batik Gedog Tuban untuk koleksi Onomatope, Tapis Lampung untuk koleksi Mulang Tiuh, dan Ulos Batak untuk koleksi The Melting Pot. Untuk koleksi ini, ia bekerja sama dengan Karya Kreatif Indonesia (KKI) untuk melakukan modernisasi terhadap Batik Gedog Tuban yang terkenal sulit proses pembuatannya. Ia pun memilih palet warna tak terduga yakni hologram metalik yang futuristik membuat Batik Gedog Tuban tampak modern dan kontemporer.

Sebagai orang Lampung yang memiliki kampung halaman di Ogan Komering Ulu (OKU) Timur yang berbatasan dengan Lampung. Mel memiliki kedekatan emosional dengan Lampung maka ia mengangkat Tapis Lampung di koleksinya. Tapis Lampung sendiri adalah kain tenun yang disulam dengan tangan. Untuk proses koleksi ini, Mel meleburkan pakaian setengah jadi dari bahan wol, silk organza, chiffon, dan katun kepada pengrajin untuk digabungkan bersama teknik Tapis. Diikut interpretasi baru terhadap Tapis dengan mempersembahkan motif gajah, siger, maritim, dan agrikultur.

Ketiga, Medan menjadi perhatiannya. Medan dianggapnya sebagai melting pot, ya, kota ini adalah kota pelabuhan sehingga banyak bersentuhan dengan segala budaya luar. Uniknya, Wastra Medan adalah gabungan antara banyak budaya dari mulai budaya Batak, Melayu, Tiongkok, India, dan Arab. Mel kemudian menerjemahkan kekayaan asimilasi budaya Mel dengan warna cerah yang menaungi motif bordir berbentuk Bentor, Istana Maimun, hingga teratai Mandala yang unik.

Pertunjukkan kemudian berlanjut ke koleksi musim gugur/dingin 2023-2024 Mel Ahyar yang bertajuk "Kultulibrasi". Muse aktris Mikha Tambayong membuka pertunjukkan diikuti dengan muse Adinia Wirasti. Koleksi ini menjadi cara Mel Ahyar menerjemahkan dua dinamika budaya dengan siluet yang populer di era 1940-2000an. Kemudian, koleksi ini melibatkan potongan geometris serta modern. Ada kebaya dengan proporsi bahu tegas, ada juga gaun bervolume yang dibubuhi detail fringe. Kemudian detail-detail bunga tiga dimensi dari potongan bahan mika warna-warni, sulaman tangan, hingga efek bunga yang diawetkan.

Mikha Tambayong

Adinia Wirasti

Keseluruhan presentasi ini menjadi bukti kemampuan desainer Mel Ahyar dalam mengolah wastra Nusantara yang ia leburkan dengan ide-ide kreatifnya dengan pendekatan yang modern. Sehingga dapat menjadi perhatian oleh generasi selanjutnya dan menjadi bahan inspirasi generasi muda untuk menyelami budaya lewat mode dan sejarah.

(FOTO: Courtesy of Mel Ahyar)