Belakangan ini angka kasus Covid-19 di Indonesia masih berada pada tingkat yang cukup tinggi, dan prosedur PPKM pun tak kunjung usai. Indonesia telah ditetapkan sedang dalam proses penanggulangan penyebaran Covid-19 untuk gelombang kedua menurut pernyataan Satgas Penanganan Covid-19. Berdasarkan situs resmi covid.go.id per tanggal 9 Agustus 2021, angka positif Covid-19 masih mencapai 20.407 orang baru terpapar virus. Hal tersebut pastinya membuat seluruh masyarakat menjadi semakin panik dan khawatir akan keadaan dan juga kesehatan diri serta orang terdekat.
Sejak dinyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami gelombang kedua, semakin banyak berita-berita yang beredar mengenai seputar cara penanggulangan ataupun mencegahnya. Tidak sedikit juga, hal itu membuat orang keliru dengan fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu, untuk mengurangi kesalahpahaman mengenai fakta Covid-19 yang sebenarnya, Bazaar telah berbicara langsung kepada dr. Decsa Medika Hertanto yang merupakan dokter spesialis penyakit, dan baru-baru ini merilis panduan e-book tentang penanganan Covid-19 berjudul Ensicovidia.
COVID-19 GELOMBANG KEDUA
Berawal dari Wuhan, China, kini Covid-19 telah banyak bermutasi yang pada akhirnya menghadirkan beberapa variannya yang lebih ganas. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini varian yang termasuk dalam kategori Variant of Concern (VoC) ialah Alfa (Inggris), Beta (Afrika Selatan), Gamma (Brazil), dan Delta (India). Dan memang faktanya di Indonesia, itulah yang membuat terjadinya gelombang kedua muncul. Dari varian Alfa menuju Delta, masing-masing varian semakin memiliki peluang lebih besar dari sebelumnya. Menurut dr. Decsa varian di Indonesia yaitu:
- Varian Wuhan (pelopor): 1 orang terpapar, 2 orang di sekitar bisa terpapar
- Varian Eropa: 1 orang terpapar, 3 orang di sekitar bisa terpapar
- Varian Alfa: 1 orang terpapar, 5 orang di sekitar bisa terpapar
- Varian Delta: 1 orang terpapar, 5-8 orang disekita bisa terpapar
"Jadi kita tahu kan, mengapa gelombang pertama dan kedua berbeda" ucapnya. Maka dari itu, jangan anggap virus ini sebelah mata, ketahuilah mana fakta yang harus Anda pegang dan yang tidak.
FAKTA YANG MASIH SERING DIABAIKAN
1. Dengan adanya varian baru, Anda yang pernah terpapar bisa kembali terpapar
Bagi Anda yang pernah terpapar Covid-19, jangan lepas dari protokol kesehatan, karena Anda masih tetap memiliki peluang untuk kembali terpapar, bahkan beberapa kasus ada yang mengalami gejala yang lebih berat. "Memang antibodi yang akan didapatkan pada pasien Covid-19, akan bertahan selama 3 sampai 6 bulan. Tetapi kebanyakan orang lupa bahwa antibodi yang mereka miliki adalah untuk gelombang pertama." jelas dr. Decsa. Antibodi yang dihasilkan pada varian virus gelombang pertama, itu berbeda dengan varian antibodi untuk yang ada sekarang.
2. Memiliki komorbid tidak mempengaruhi gejala
Virus ini memang dapat memberikan gejala pada orang yang terpapar, dan banyak sekali faktornya. Berita yang beredar tentang "komorbid dapat mempengaruhi gejala" memang betul adanya, tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk yang tidak memiliki komorbid mengalami gejala yang berat. Hal tersebut dikarenakan oleh faktor:
- Genetik: kondisi dimana secara tidak sadar, tubuh Anda memang rentan akan virus ini dan tidak melakukan cek rutin.
- Komorbid bawaan: kondisi dimana secara tidak sadar, tubuh Anda memiliki penyakit komorbid bawaan. Sebagai contoh, jika Anda memiliki keturunan penyakit diabetes, maka ada kemungkinan Anda akan terkena penyakit tersebut (walau sebelumnya belum ada gejala).
3. Gejala anosmia tidak menjamin kondisi tubuh
"Beberapa pasien saya anosmia, sakitnya berat sekali. Pada awalnya hanya anosmia, lama kelamaan kondisinya sesak napas, saturasinya turun, tiba-tiba sudah di ICU," kata dr. Decsa menceritakan salah satu pasiennya. Kebanyakan orang Indonesia, lebih mementingkan opini orang lain daripada fakta yang ada. Sehingga hal-hal seperti ini, akan membuat Anda lengah pada saatnya dibutuhkan. "Melakukan isolasi mandiri tanpa konsul ke dokter dan pada akhirnya di hari kelima sesak serta didiamkan. Itu sangat telat untuk ditangani."
4. Vaksin dapat memberikan proteksi
Berdasarkan Bloomberg pada bulan Juli 2021, Indonesia menempati posisi ke-53 sebagai negara dengan ketahanan Covid-19 terburuk sedunia. Hal tersebut memang benar adanya, didukung oleh data angka vaksinasi yang rendah. Kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki edukasi yang kurang mengenai vaksinasi dan menganggap bahwa vaksin tidak berguna karena tetap dapat terpapar jika telah divaksin bahkan dapat mematikan. Faktanya yang disampaikan oleh dr. Decsa, "Penelitian di Chille, Amerika Selatan, Sinovac memberikan proteksi, perlindungan, mengurangi resiko perawatan di rumah sakit, dan dapat mencegah terjadinya kematian hingga 80% dan Astrazeneca 90% keatas. Antibodi vaksin, lebih baik dari antibodi sembuh dari Covid-19."
5. Dalam jangka waktu dekat, vaksin ketiga tidak dibutuhkan
Vaksin merupakan virus yang sudah mati dan tidak aktif, sehingga saat disuntikan sel imun tubuh akan mengenali virus Covid-19. Secara langsung, vaksin akan dibawa menuju kelenjar limfe dan akan berfungsi selama 6 bulan. Namun, tidak berarti setelah jangka waktu tersebut fungsinya langsung hilang. Jika selama durasi tersebut tidak ada virus yang masuk, mereka akan "tidur" dan akan mulai berfungsi saat adanya virus.
Pada saat virus masuk, proses kerjanya akan sedikit lebih lama dibandingkan dengan baru menerima vaksin, karena vaksinnya telah 'tidur' selama 6 bulan. Tetapi tidak ada yang perlu di khawatirkan, karena kelenjar limfe akan tetap siaga untuk membentuk antibodi. "Vaksin ketiga hanya perlu jika ada regulasi dari pemerintah, kalau tubuh tidak memerlukannya setelah gelombang kedua selesai, tenang saja," ujarnya.
(Penulis: Gracia Sharon, Foto: Courtesy of melnyk58@123RF.com)