BFF, Best Friend Forever menjadi rangkaian kata-kata indah. Pernahkan meresapi makna sesungguhnya? Best friend adalah teman terbaik. Forever adalah selamanya.
Lalu apa sih teman itu? Teman adalah sosok yang hadir dalam hidup kita, tempat bertukar cerita, berbagi sudut pandang, mendiskusikan masalah, hingga tempat untuk menumpahkan curahan hati.
Teman ada dalam berbagai cuaca kehidupan. Saat cerah, panas terik, mendung, hingga hujan badai menuju pelangi. Tempat berbagi berita bahagia, keberhasilan, kesedihan sampai musibah.
Teman yang baik adalah teman yang ikut berbahagia mendengar temannya berhasil. Tak ada iri dengki yang terselip. Teman yang baik akan bersimpati dan empati terhadap kesedihan temannya, memberi solusi, mendoakan, dan yang terpenting, bisa menjaga rahasia.
Semua itu baru kategori teman. Bagaimana dengan best friend, teman terbaik, alias sahabat? Pastinya jauuuh lebih dari itu.
Kemudian, bagaimana dengan kata “forever”? Pastinya hubungan yang pertemanannya sudah berlangsung lama. Bukan setahun atau dua tahun saja.
Kenyataannya? Kata #BFF ini paling sering digunakan di captionInstagram ibu-ibu masa kini.
Padahal? Kenal juga baru hitungan bulan atau setahun sampai dua tahun. Bertemu hanya dalam pekeriaan makan bareng, arisan, event keramaian, pesta ulang tahun atau pernikahan. Itupun minim percakapan, hanya cipika cipiki (dulu sebelum pandemi melanda), dan sibuk berfoto bersama.
Tampaknya ada tren baru dalam mengukur kekentalan persahabatan. Apabila menambah banyak foto bersama, dianggap tambah lengket persahabatannya. Padahal belum tentu tahu apa profesi, hobi, makanan kesukaan, dan berbagai hal mendasar lainnya.
Kategori teman saja belum, apa lagi sahabat, apa lagi sahabat selamanya. Kategori tersebut mungkin termasuk : relasi atau kenalan.
Dan salah kaprah itu berlanjut dalam konten atau isi hubungan. Pertemuan yang penuh puja puji, dibumbui aneka kata-kata semanis gulali penuh pemanis buatan. Pujian cantik, langsing, tambah muda. Berlanjut pujian akan tas, sepatu, gaun, dan perhiasan. Percakapan dangkal tentang anak, suami dan tetap dengan bumbu andalan, saling memuji.
Lantas apa yang terjadi di balik layar? Bisik-bisik dengan berisik. Di depan yang bersangkutan malu-malu untuk kepo. Kemudian mulai stalking di Instagram . Di belakang mulai sibuk bertanya: "Suaminya usaha apa? Siapa bibit bobot bebet nya? Apakah pernikahan mereka bahagia? Mengapa jarang ada foto berdua suami di Instagram?"
Bising-bising di belakang layar berlanjut: “Kayaknya wajahnya full operasi ya... tapi operasinya enggak bagus. Mungkin ke dokter yang murahan” atau “Wow dia kurus banget sekarang, itu akibat stres atau sedot lemak ya?” atau “Kok dia kelihatan tua ya? Belum retouch botoks atau lagi ada masalah?”
Itukah yang diakui sebagai Best Friend Forever- sang teman sejati selamanya? Kalau memang teman, mengapa tak tanya langsung? Apakah teman kita kurus karena ada masalah? Atau dia sedot lemak? Dimana sedot lemaknya? Sakit tidak? Berapa biayanya? Dan rentetan pertanyaan lainnya.
Teman sejati itu mengkritik langsung, bukan bisik-bisik pada seluruh dunia. Teman sejati itu bertanya langsung kalau penasaran. Teman sejati itu membela kalau ada yang menjelek-jelekkan temannya. Bukan malah menjadi kompor dan menuang sebakul cabai sehingga cerita makin pedas.
Persahabatan adalah hal yang harus dijalani dengan hati. Persahabatan butuh chemistry serta harus satu frekuensi. Dan kecocokannya diukur dengan rasa, bukan oleh status sosial. Sayangnya sekarang status sosial yang sering menjadi perekat sebuah hubungan bernama persahabatan. Sementara foto dan Instagram menjadi takarannya.
Ujungnya kata "forever" itu harus runtuh saat bisik-bisik berisik dari bibir-bibir bergincu akhirnya terdengar satu sama lain. Berakhir dengan perang dingin sampai saling mendamprat dengan lelehan air mata yang melunturkan maskara dan membuat bulu mata palsu terlepas.
Senyum manis dan cipika cipiki menguap... tapi jangan salah, semua akan baik kembali. Arisan bareng pagi, janjian ke eventdan bahkan traveling bersama, atas nama demi “status sosial".
Ahh... lelahnya kalau membahas ini semua. Bahagianya saat saya bisa bersama orang-orang yang saya sayangi , yang bersatu karena hati dan rasa. Yang bisa kutemui tanpa bulu mata palsu, concealer, dan sepatu hak tingggi. Yang membuat saya bebas tertawa bagai kuntilanak, atau menangis ala film Bollywood. Hubungan yang dijalani tanpa sekat status sosial. Tak dibatasi musim, dari dulu, sekarang dan selamanya.
(Foto: Courtesy of BAZAAR Indonesia)