"Jangan bermimpi dan mengubah diri menjadi sebarat mungkin. Ketahui asal usul Anda kemudian gempur dengan sepak terjang internasional", ungkap Edward Hutabarat.
Edward Hutabarat yang akrab dipanggil Edo, adalah seorang desainer batik Indonesia yang menjadikan kain batik sebagai fokus utama setiap karyanya. Telah berkarya dalam rentang waktu 40 tahun lamanya, selama 20 tahun lebih dirinya berkeliling Indonesia untuk berpetualang.
Dirinya yang di awal kariernya sempat bergulat dengan dunia kebaya, kini mulai mendalami batik dan berkeliling Indonesia demi misinya untuk mengangkat harga diri batik sekaligus menyelamatkan sisa peradaban yang terbekalai di daerah-daerah terpencil yang ia kunjungi.
Meski dirinya menempuh pendidikan di bidang hukum selama 4 tahun lamanya, keinginan Edward untuk bergelut di dunia mode tidak dapat dibendung. Baginya, Ia ingin bebas dengan dapat menentukan jalan hidupnya sendiri dan menyalurkan kecintaannya terhadap lifestyle sekaligus mengartikan fashion sebagai gaya hidup.
Pilihannya untuk bergelut di fashion mengantarkannya menjadi salah satu desainer batik terbaik di Tanah Air. Pilihannya untuk mendalami batik juga bukan suatu hal yang ia kerjakan begitu saja. Bagi Edward, ketika dirinya menyukai sesuatu, ia tidak ingin mengambil jalan instan, melainkan terus menikmati setiap proses yang perlu dilakukan.
"Saya punya waktu menunggu saat benang sedang dipintal dan diwarna. Ketika itu, saya berkeliling desa, berinteraksi dengan penduduk sekitar, karena saya bukan turis. Saya berusaha menjadi keluarga, kalau nggak, saya nggak dapet soul-nya untuk mengabadikan mereka. Saat bertamu ke rumah mereka saya melihat ada tas, keranjang tua, kain tua, lalu ada juga upacara dari upacara bayi melihat matahari pertama kali sampai upacara perkawinan" jelasnya kepada sebuah wawancara dengan Bazaar.
Banyaknya desainer yang menggarap kain batik di Indonesia, tidak menjadikan Edward Hutabarat sama dengan yang lainnya. Meskipun menaruh fokus kepada batik, Edward selalu memperjelas bahwa karyanya bukanlah karya yang hanya memberikan sentuhan batik di atas busana modern.
Karyanya adalah helaian kain batik seutuhnya yang ia buat membentuk siluet modern yang menjadi ciri khasnya. Signature style-nya mengawinkan motif tradisional dan modern serta memahatnya menjadi busana batik sederhana yang merepresentasikan filosofinya akan modernitas.
"Motif garis dan gingham jadi pilihan saya. Banyak yang berpikir agar batik terlihat modern maka perlu diberi tambahan drapery dan payet. Tidak! Konsep saya adalah membuat busana dengan garis sesederhana mungkin karena kesederhanaan adalah modernitas.", jelasnya.
Pandangan Edward terhadap modernitas kemudian sukses membuat banyak wanita masa kini Indonesia jatuh hati dengan karyanya. Perjuangannya selama lebih dari satu dekade silam, membuahkan hasil dimana banyak anak muda hingga tua kini tak lagi malu mengenakan batik dan menyandingkannya dengan aksesori branded buatan luar negeri.
Itu semua adalah hasil ciri khas desain modern dan simplicity yang ia usung di lini Part One dimana detail rumit, payet, dan drapery adalah hal yang tidak disentuh olehnya karena baginya seorang wanita sepantasnya tampil percaya diri dengan kesederhanaan yang penuh kualitas.
"Saya sudah lelah dengan costume dress dan saya ingin Indonesia berubah. Kita memiliki musim panas sepanjang tahun, karena itu kenakan gaun katun, make up ringan dan pamerkan kulit terawat." ujar Edo.
Idealis, adalah kata yang tepat untuk mewakili karakter seorang Edward Hutabarat sebagai desainer. Meskipun ia sukses dengan karyanya dan label Part One, tidak membuat dirinya semata-mata mencari banyak uang dari profesi ini.
Baginya, batik yang memiliki kehidupan di balik pembuatannya perlu dipertahankan dan dijaga terus kualitasnya. Keinginannya untuk menjaga batik dan kehidupan di belakangnya membuat dirinya selalu ingin menjaga kualitas batik dan statusnya yang tinggi.
Karena idealismenya terhadap batik, bagi Edward labelnya pun adalah cara dirinya untuk terus melestarikan batik. Meski begitu, bukan berarti tugasnya sebagai orang Indonesia telah selesai hanya dengan membuat busana menggunakan kain tradisional.
Proses panjang kerap dilakukan dirinya demi memberikan kehidupan yang layak untuk orang-orang yang bekerja di balik layar koleksinya demi menunjang karyanya yang ciamik.
"Saya berkeliling mencari pembatik yang tepat. Dari sana, saya kemudian mengajari mereka. Misalnya, saya melihat dimana kekuatan pekerjaan mereka lalu saya beri masukan agar semakin berkembang", ceritanya.
Perjuangan yang keras ditempuh oleh Edward demi mempertahankan kualitas karyanya dengan selalu memperhatikan kualitas karya-karyanya, meskipun hal itu perlu dilewati dengan berbagai rintangan, yang ia lakukan bukanlah hanya semata-mata untuk berbisnis.
"Memang taruhannya tidak mudah. Lima tahun yang lalu saya tutup semua toko saya. Di kepala saya tidak semuanya tentang dagang. Rasa nasionalis saya bukan melulu mengenai itu, ada tanggung jawab dan integritas sebagai orang Indonesia.
Bagi saya, nasionalis itu tidak berarti harus teriak-teriak di Bundaran HI. Caranya? Tunjukan karya Anda, dan buatlah orang bangga lagi mengenakan busana Indonesia. My life is for my work, my responsibility, to the people and God."
Kenali Edward Hutabarat lebih dekat lagi dengan membaca sesi wawancara Bazaar dengan sang desainer di majalah Harper's Bazaar Indonesia edisi Agustus 2019.
PENULIS: Astrid Bestari & Ardhana Utama
FOTO: Vicky Tanzil & Instagram/@edo_thejourney