Kebangkitan Tari Kontemporer

Pertunjukan tari kontemporer yang akan melahirkan generasi seniman tari yang luar biasa.



Pada Selasa, 9 Agustus lalu NuArt Sculpture Park menggelar sebuah pertunjukan tari kontemporer bertajuk Dance City, Density!. Pertunjukan ini digelar sebagai bagian dari program Sasikirana KoreoLAB dan Dance Camp (SKDC), yang sebelumnya telah berlangsung dari tanggal 1 hingga 9 Agustus 2016.

Dance City, Density! menampilkan representasi dari kehidupan urban yang kini dijalani manusia sehari-hari. Ditampilkan oleh para peserta SKDC, pertunjukan tari ini juga semakin menonjolkan peran Bandung sebagai salah satu titik penting untuk perkembangan seni Indonesia.

Sedikit mengenai Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp (SKDC). Program ini merupakan hasil kerja sama Sasikirana dan NuArt Sculpture Park. Program workshop tari kontemporer intensif ini juga didukung oleh Kementerian Pendidikan & Kebudayaan RI serta Bakti Budaya Djarum Foundation. Pada SKDC kali ini totalnya ada 25 penari dan 6 koreografer yang diberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam bidang seni kontemporer.

Para peserta yang disaring melalui audisi ini tidak hanya berasal dari Indonesia, melainkan juga datang dari negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Amerika Serikat.

Ke-31 peserta tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan dewan juri dan mentor, Arco Renz (Belgia), Fathurrahman bin Said (Singapura), Hartanti dan Eko Supriyanti (Indonesia). Keempatnya memilih peserta berdasarkan dedikasi mereka terhadap perkembangan tari, motivasi yang tinggi, skill yang baik, dan kemampuan menjadi agen untuk mengembangkan seni tari di daerahnya masing-masing.

Total ada enam penampilan yang ditampilkan pada malam pertunjukan. Masing-masing membawa identitas daerah dari para koreografer.

Seperti Rotasi karya koreografer Dekgeh dari Bali yang terinspirasi dari konsep Trikona dalam adat Hindu Bali. Di mana hidup manusia terperangkap dalam siklus yang selalu berulang.

Lalu Tagaliciak karya Siska Aprisia dari Padang Panjang, yang dibantu komposer Aldi Yunaldi, menghadirkan pengalaman sang penata tari sebagai anggota masyarakat Pariaman yang kerap menunjukan kondisi kontras manusia.

Terakhir karya Ridwan Aco menghadirkan sebuah ritual penyucian diri dalam karya yang berjudul Wasilah. Kehidupan manusia yang kini serba tidak seimbang kini perlu disucikan untuk kembali mengingatkan kita pada perilaku beradab.

(Foto: Courtesy of SKDC)