Tiga kata mengejutkan kerap muncul dalam percakapan dengan wanita mengenai pumping di tempat kerja: kantor kerangka terbuka (open plan office). Kantor kerangka terbuka tidak hanya bising dan mengganggu, juga memberikan tantangan kepada mereka yang mendambakan tempat tersendiri untuk memompa susu.
Kantor pusat Onefinestay di Los Angeles, kompetitor Airbnb ternama, di mana Megan Peri bekerja hingga bulan Juni pada tahun lalu, memiliki kerangka terbuka. Ruangan yang berpintu hanya kamar mandi, ruang konferensi, dan lemari penyimpanan server.
Megan mengingat ruang konferensi sebagai “ruang dambaan di mana Anda harus mengetahui lebih awal jadwal di kalender,” dan kamar mandi bukan suatu awal, sehingga setelah kelahiran anak pertamanya pada tahun 2016, Megan memilih lemari penyimpanan untuk memompa susu.
Pintunya tidak terkunci, jadi ia menempelkan catatan pada pintu dan membungkus gagang pintu dengan kabel listrik. “Lemari penyimpanan server tidak mempunyai tembok setinggi langit-langit, jadi orang-orang dapat mendengar mesinnya,” ucapnya.
Meskipun menurutnya hal itu canggung, Megan tidak dapat menemukan tempat yang lebih privat. “Sudah cukup menantang untuk mengandung atau menjadi ibu baru di lapangan kerja,” jelasnya. “Anda tidak ingin membuang waktu dan mengorbankan etos kerja Anda, atau apa pun itu. Jadi, lakukan saja hal tersebut.”
Megan adalah salah satu dari banyak wanita karier Amerika yang lanjut bekerja setelah melahirkan hanya untuk mengetahui bahwa pumping merupakan aspek menantang dari transisi setelah melahirkan, baik itu kurangnya fasilitas, prosedur akses byzantine, atau budaya tempat kerja yang sangat memperhatikan orangtua baru dan menghalanginya dalam beristirahat.
Melalui e-mail, Megan menegaskan bahwa ia tahu mantan atasannya tidak “jahat ataupun lalai, menurut saya mereka menganggap pumping bukan sesuatu yang sulit dan bahwa saya dapat melakukannya.” Ia juga bersyukur atas kebijakan perusahan terhadap jadwal fleksibel, cuti melahirkan selama tiga bulan, dibayar, dan bekerja jarak jauh. Namun, saat dirinya di kantor dan harus memompa susu, ujarnya, “Tidak ada tempat layak untuk melakukannya. Satu pun.”
(Juru bicara Unefinestay mengungkapkan bahwa kantor perusahaan di New York memiliki ruang laktasi, dan menambahkan, “Kantor Los Angeles kita, yang dalam waktu cepat akan kita tempati, akan mempunyai ruang untuk memompa susu. Penting bagi kita untuk menyediakan tempat yang aman bagi ibu baru untuk memompa susu sesering yang mereka inginkan.”)
"Hanya ada dapur bersama untuk mencuci pompa, dengan sekitar 10 pria makan siang. Kamu merasa sangat dipermalukan."ujar anonim yang bekerja di industri teknologi
Sementara teknologi sebagai industri masih jauh dari unik dalam memperhatikan hal yang kadang mengganggu kebutuhan para karyawan, fakta bahwa sektor ini dikenal atas fasilitas mewahnya, kantin gourmet yang menyediakan hidangan gratis, kantor ramah hewan, terapis pijat di tempat, pod tidur siang, kelas olahraga, hingga ruang mainan, dapat mengganggu pembangunan ruang laktasi.
Rekan perusahaan WeWork, menawarkan fasilitas tidak esensial seperti meja ping pong, ruang meditasi, dan bir gratis, yang dikritisi oleh beberapa tenant pada tahun 2015 karena tidak menyediakan ruang laktasi. Halaman FAQ pada situs perusahaan memuat informasi untuk membawa anjing peliharaan ke kantor dan memesan ruang konferensi di Kolumbia, namun tidak ada informasi tentang laktasi.
Juru bicara WeWork menolak untuk angkat bicara saat ditanya berapa banyak gedung perusahaan di Amerika yang menyediakan ruang laktasi. Sementara itu, ruang kerja ramah wanita seperti Wing dan Riverter secara terbuka memperlihatkan ruang laktasi di antara banyak fasilitas mereka.
Apabila mencari tempat layak untuk memompa susu merupakan kesulitan bagi karyawan yang berbasis di satu lokasi, akan menjadi lebih sulit saat rutinitas mereka terganggu. Saya mendengar dari para wanita yang bernegosiasi mengenai pumping di pertemuan di luar kantor atau tempat klien, serta yang berbicara tentang konferensi di mana ruang laktasi sementara hanya mempunyai satu saluran (artinya hanya ada satu tempat untuk memompa) dan barisan panjang para ibu yang mengantre.
Pada bulan Juni, di Apple Worldwide Developers Conference dimana perusahaan tersebut mengungkapkan teknologi dan produk baru, Arianna Huffington mengatakan secara publik mengenai insiden Yardley Ip Pohl, Chief Product Officer di perusahaan Huffington Thrive Global, yang terpaksa memompa susu di dalam mobil di luar lokasi setelah staf dua konferensi Apple memberi tahu Yardley bahwa tidak ada ruang laktasi.
Ternyata hal tersebut salah, Apple menyediakan ruang untuk pumping. Arianna membagikan foto Yardley sedang pumping di dalam mobil. (Yardley, melalui juru bicara Thrive Global, menolak untuk berbicara secara langsung, namun mengonfirmasi cerita dari peristiwa ini.)
Dunia teknologi juga menawarkan solusi berpotensial. Perusahaan Mamava memproduksi pod laktasi berdiri dengan ukuran beragam untuk tempat kerja dan tempat umum seperti bandar udara, stadion, dan pusat perbelanjaan. Bagi para ibu dengan pekerjaan yang sering bepergian domestik, Milk Stork menawarkan prabayar pengiriman semalam dan pendingin kelas farmasi untuk mengirim ASI ke tujuan.(Pengiriman untuk pendingin 34ons diberi harga $139).
Mamava memiliki akun perusahaan, jadi perusahaan dapat menawarkan jasa Milk Stork sebagai keuntungan tambahan.) Peanut, aplikasi jejaring sosial untuk para ibu, menawarkan release valve bagi wanita untuk bertukar cerita. Di antara 300.000 pengguna, topik mengenai memompa susu, menyusui, dan kembali bekerja sering muncul. “Menurut saya itu kesepakatan bahwa kita memerlukan tempat untuk membicarakan isu ini, dan sudah lama tertunda,” ujar CEO Peanut dan co-founder Michelle Kennedy.
Namun dari percakapan dengan wanita di seluruh negeri yang baru saja menegosiasi pumping di tempat mereka bekerja, tampaknya banyak perusahaan tidak sadar atau paham tentang langkah yang dapat menjadikan laktasi di tempat kerja lebih mudah bagi para ibu baru.
Menyusui dan Cuti Melahirkan
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan bayi untuk diberi susu hingga minimal 12 bulan, dan secara eksklusif mengonsumsi ASI selama enam bulan, sekitar usia di mana mereka mulai memakan makanan padat (World Health Organization juga merekomendasikan bayi untuk diberi susu selama enam bulan pertama).
ASI, makanan nutrisi seimbang yang menawarkan nutrisi esensial dan antibodi untuk melindungi bayi dari infeksi, terbukti mengurangi obesitas pada anak (yang dapat mengarah ke obesitas dewasa, resistensi insulin, depresi, kegelisahan, serta pembelajaran yang buruk), bahkan sindrom kematian bayi mendadak. Beberapa penelitian menyatakan bahwa menyusui mengurangi angka asma. Bagi ibu, menyusui memiliki resiko diabetes tipe 2 lebih kecil, beberapa kanker payudara tertentu, serta kanker ovarium.
Untuk memberi makan bayi dan memasok susu, seorang ibu perlu memompa susu setiap 2-3 jam, dan meskipun frekuensi tersebut semakin mudah seiring dengan bayinya bertumbuh, kebanyakan wanita masih harus memompa sedikitnya dua kali pada hari kerja biasa.
Melewatkan satu sesi tidak hanya tidak nyaman secara fisik, hal itu juga memberikan resiko komplikasi seperti tersumbatnya saluran atau mastitis. Dalam jangka pendek, kamu dapat bocor melalui pakaianmu, dan dalam jangka panjang, melewati atau menunda pumping akan memberi sinyal pada tubuh untuk menghasilkan susu lebih sedikit, membahayakan persediaan susu kamu.
Tidak seperti cuti orangtua atau jadwal fleksibel, dimana pada poin tertentu memengaruhi orangtua yang bekerja, menyusui adalah tugas dalam menjadi orangtua yang hanya dapat dilakukan ibu. Sehingga hanya ibu yang dapat bernegosiasi dengan tempat kerja mengenai isu yang bermunculan.
Keinginan empat dari lima ibu Amerika untuk menyusui meningkat, menurut angka terbaru dari Centers for Disease Control and Prevention. Sekitar satu dari lima ibu yang menyusui selama enam bulan pertama, seperti yang direkomendasikan WHO dan AAP.
Cuti melahirkan adalah tantangan pertama dan terbesar yang dihadapi para wanita yang ingin menyusui. A. S. adalah satu-satunya negara terindustrialisasi tanpa cuti melahirkan berbayar, sehingga wanita Amerika bekerja lebih lama dalam masa kehamilan dan kembali bekerja lebih cepat setelah melahirkan dibandingkan para wanita di negara lain.
Sebuah studi menemukan bahwa hampir seperempat dari wanita di A. S kembali bekerja dua minggu setelah melahirkan. Para ibu berkulit hitam rata-rata kembali bekerja lebih cepat daripada mereka yang berkulit putih. Hanya 16 persen dari pekerja full-time memiliki akses untuk mendapat cuti melahirkan berbayar, sehingga cuti melahirkan Amerika yang paling umum adalah cuti sakit, liburan, disabilitas, dan cuti medis keluarga tidak berbayar.
Kembali bekerja mengganggu masa menyusui, namun banyak wanita Amerika tidak dapat menerima cuti diperpanjang tidak berbayar karena keluarga mereka bergantung pada penghasilannya.
Sejak pertengahan tahun 1980, ibu berkarir telah menjadi norma, bukan pengecualian. Berdasarkan statistik Bureau of Labor, 58 persen ibu dari bayi di bawah usia 12 bulan bekerja. Terdapat peningkatan pada ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendukung keluarganya.
Lebih dari 40 persen ibu di A. S. merupakan pencari nafkah. Di antara ibu berkulit hitam, angkanya mencapai lebih dari 70 persen.
“Di satu sisi, sebagai masyarakat, kita kerap membahas pentingnya kesehatan bayi dan bagi wanita untuk menyusui, namun kita melakukan sebaliknya saat waktunya para wanita untuk kembali bekerja,” ujar Dr. Lauren Dinour, asisten profesor di departemen Nutrition and Food Studies di Montclair State University di New Jersey, yang telah mempublikasikan secara ekstensif mengenai menyusui dan pumping di Amerika Serikat.
“Kita tidak memberikan mereka waktu memadai dengan bayinya bahkan untuk menciptakan hubungan menyusui yang sehat. Memakan waktu antara tiga hingga empat minggu, namun banyak wanita tidak mendapatkan cuti melahirkan.
Banyak wanita bekerja di tempat yang tidak ada istirahat, atau digaji perjam dan mereka tidak ingin meluangkan satu jam dari waktu mereka untuk menyusui, karena itu merupakan satu jam lebih sedikit dimana mereka akan dibayar, dan sering kali uang adalah unsur penting saat kamu baru melahirkan, khususnya ketika kamu satu-satunya sumber pendapatan.”
Dr. Lauren kecewa akan bagaimana menyusui digambarkan sebagai pilihan individual wanita, daripada dukungan lingkungan serta kebijakan yang memengaruhi tingkah laku. Penggambaran itu, ujar Lauren, dapat mengirim pesan bahwa menciptakan suasana menyusui yang baik merupakan kewajiban wanita. “Itu tidak hanya pilihan ‘Iya’ atau ‘Tidak’ pada menyusui,” ucapnya. “Itu merupakan pilihan ‘Dapatkah saya melalui rintangan ini?’ Dan bagi banyak wanita, jawabannya tidak.”
Tantangan Perjalanan
Perjalanan untuk bekerja mengajukan berbagai tantangan untuk para ibu, khususnya ibu menyusui. “Kamu harus memasok banyak sebelum pergi,” ujar Nancy Rosenbloom, sales director merek mode Rachel Comey, yang berpusat di kota New York. Nancy mengunjungi Paris selama empat minggu setiap tahunnya.
Saat ia perawatan, memerlukan beberapa minggu untuk memasok atas persiapan setiap kepergian, memompa ekstra 4 atau lebih ons setiap sesi. “Itu adalah kegilaan,” katanya sekarang. “Itu berlebihan.”
Saat di perjalanan, seorang ibu harus mencari tempat untuk memompa dan menyimpan ASI. ASI disimpan di kulkas selama sekitar tiga hari. Apabila menginap di hotel dengan restoran, beberapa wanita meminta untuk menyimpan ASI mereka di kulkas walk-in daripada menyimpannya di kulkas kecil. Idealnya, apabila tidak akan langsung dikonsumsi, ASI seharusnya dibekukan setelah melakukan pumping. Memindahkan ASI beku perlu membawa es kering.
"Sering kali saya seperti, ‘Tidak mungkin seorang wanita yang mempunyai anak, yang pernah mengalami ini, menata ruangan ini.'" Megan Peri, yang bekerja di industri travel.
Megan sering bepergian untuk kerja saat melakukan pumping. “Saya ingat menghadiri konferensi di Vegas, menginap di hotel bintang lima yang mempunyai kulkas bersensor dimana kamu tidak bisa menyentuh apa pun, karena apabila menyentuhnya, kamu harus membayar.”
Saat ia menghubungi resepsionis untuk membersihkan kulkas agar ia dapat menyimpan ASI, mereka bilang bahwa Megan harus bayar. “Aku seperti, ‘Aku membutuhkannya untuk pumping.’ Dan mereka seperti, ‘Kami tidak peduli.’” Akhirnya, Megan menghubungi kembali dan berkata, ‘Lihat, saya bekerja untuk industri travel, dan kalian harus membawakan saya kulkas atau bersihkan kulkas ini, karena saya harus memompa.” Pihak hotel langsung melaksanakannya.
Selanjutnya ada perjalanan udara. Transportation Security Administration mempertimbangkan perangkat medis pompa payudara, dan ASI serta susu formula dibebaskan dari batas cairan bawaan. Apabila mereka menjadi cair, pihak TSA dapat menyita es yang digunakan untuk menjaga ASI tetap dingin.
“Jadi kamu bergantung pada pekerja Starbucks yang memberikan kamu es, meskipun seharusnya tidak,” ucap wanita yang sering terbang. Selain itu, agen TSA dapat diam-diam membuka dan menguji wadah ASI, suatu proses yang memakan waktu, dan juga melemahkan para wanita yang secara konstan mensterilkan botol dan bagian-bagian pompa untuk menghindari kontaminasi.
Saya berbicara dengan para ibu yang setiap tas atau botol ASI yang mereka bawa diberikan strip litmus oleh agen TSA. Lainnya mengungkapkan bahwa agen menanyakan, “Dimana bayinya?” (Kehadiran bayi tidak diperlukan untuk membawa ASI atau perangkat pompa dalam pesawat.)
Studi di tahun 2014 meneliti akses ke ruang laktasi pada 100 bandar udara A. S. dan ditemukan sekitar hampir dua pertiga dideskripsikan sebagai “ramah menyusui” dan saat 37 dilaporkan memiliki ruang laktasi, hanya delapan yang faktanya memiliki ruang, selain dari satu kamar mandi, dengan stopkontak listrik, meja, dan kursi, yang menurut peneliti hal tersebut merupakan persyaratan minimum dari ruang laktasi.
Kebanyakan bandar udara mempertimbangkan toilet keluarga sebagai “ruang laktasi.” Senator Demokratis Illinois Tammy Duckworth, yang baru saja melahirkan putri kedua, memperkenalkan RUU yang memungkinkan bandar udara menggunakan dana federal untuk membangun ruang laktasi.
Dalam op-ed dengan majalah mode ternama, Senator Tammy menulis bahwa pengalamannya dalam perjalanan udara sebagai ibu baru memotivasinya untuk menyusun undang-undang.
Dalam penerbangan yang lebih lama, wisatawan mungkin harus memompa susu di pesawat. “Sangat aneh untuk memompa saat duduk di samping orang tak dikenal,” ujar Megan. “Dan apabila ke toilet, toilet di pesawat adalah salah satu tempat paling tidak bersih di dunia.” Megan memperkirakan ia harus membuang 30-50 persen susu yang dipompa saat bepergian dikarenakan sanitasi atau pendinginan yang diragukan.
Saat ia dalam perjalanan bisnis dan putranya berusia empat bulan, Megan menyadari ketika di bandar udara bahwa ia melupakan bagian krusial dalam pompanya. “Saya duduk di sana hampir jatuh sakit karena makan terlalu banyak, yang merupakan sesuatu yang buruk,” ingatnya. Megan tahu itu merupakan sebuah kemungkinan untuk mengeluarkan susu secara manual, namun ia tidak pernah melakukannya. Lalu ia pergi ke toilet keluarga dan mencari video tutorial di telepon genggam.
“Saya menemukan video di YouTube tentang ekspresi diri,” ucap Megan. “Namun, mereka cabul. Itu semacam fetish. Dan saya tidak dapat menemukan video layak yang dapat menjelaskan, karena saya hanya menemukan video-video fetish itu.” Dengan susah payah, Megan memompa susunya dengan tangan, dan pengalaman itu menyedihkan, ketakutannya pada mastitis dan amarahnya terhadap algoritme yang menampilkan penyamaran pornografi dalam kesehatan wanita di toilet bandar udara.
(Saat kami menghubungi YouTube dengan selusin contoh video tentang menyusui yang tampaknya bertujuan merangsang, YouTube setuju bahwa mereka melanggar kebijakan perusahaan. Video tersebut akhirnya dihapus.)
“Tiga bulan setelahnya, saya di Vancouver untuk pekerjaan saat saya menemukan saya kehilangan satu bagian pompa, dan saya seperti, ‘Bodo amat,’” ucap Megan. “Itu di mana saya menyerah. Saya seperti, ini tidak akan berhasil. Kami berganti ke formula, dan itu baik-baik saja.”
Apa Kata Hukum?
Pumping di tempat kerja dilindungi oleh hukum federal sejak undang-undang 2010 dalam Affordable Care Act di Amerika. Di bawah ACA, perusahaan harus menyediakan para karyawan wanita dengan waktu istirahat yang masuk akal untuk memompa susu di tempat privat.
Jam istirahat tidak perlu dibayar, dan ruangannya tidak harus menjadi ruang laktasi, namun harus “terlindung dari pandangan dan bebas dari gangguan rekan kerja dan publik,” dan tidak boleh berbentuk toilet. Pekerja yang dibayar, dan pekerja lain yang terbebaskan dari persyaratan lembur di bawah Fair Labor Standards Act, tidak ter-cover.
Dalam ketentuan terpisah dari ACA yang mulai berlaku pada tahun 2012, hukum tersebut juga mengharuskan rencana asuransi kesehatan untuk meng-cover layanan dukungan menyusui dan pompa payudara, tanpa bayaran tambahan. (Pompa dasar juga di-cover oleh Medicaid.)
Ketentuan pumping tidak terdapat pada draf RUU, dan inklusi tersebut terealisasikan sebagian besar karena Senator Oregon, Jeff Merkley. Sebagai freshman di Committee on Health, Education, Labor and Pensions, Demokrat menemukan kesempatan untuk mengajukan hal itu sebagai amandemen selama perdebatan kontroversial mengenai ACA.
Jeff telah melatih gagasan untuk menciptakan dukungan di tempat kerja tentang pumping dalam partainya, dan dengan anggota kongres New York, Carolyn Maloney, yang telah mengerjakan isu tersebut selama 10 tahun di DPR, tanpa keberhasilan. Namun ia tidak memberi tahu siapa pun, karena ia tidak ingin komunitas bisnis memiliki kesempatan untuk melobinya. “Saya berharap argumen saya menang,” ujar Jeff, melalui telepon dari kantornya.
Akses Terbatas Pumping di Tempat Kerja
86% ibu berkulit hitam dan Hispanik.
60% ibu yang bekerja tidak mendapat akses ke ruang privat untuk memompa atau pun jam istirahat untuk laktasi.
Yang mengejutkan Jeff, tindakannya didukung oleh Oklahoma Republican Senator, Tom Coburn. Ahli kebidanan sebelum memasuki Senat, Tom menentang ACA, dan dalam komite ia “cukup banyak mengeluarkan amandemen Demokrat”, ingat Jeff. Namun ketika Jeff membahas pumping, Tom berbicara dengan semangat mengenai manfaat menyusui bagi ibu dan bayinya, juga pentingnya dorongan.
Amandemen Jeff lulus dengan mendapat suara dari komite dan kemudian menjadi hukum.
Jeff menulis amandemennya untuk diterapkan pada karyawan yang dibayar perjam, bukan gaji. Dalam retrospeksi, ia menyesali keputusan itu. “Saya harap kami melakukannya juga pada karyawan yang digaji,” ucapnya.
Jeff menyusunnya dengan pengecualian karyawan yang digaji karena menurutnya itu mempunyai peluang lebih besar untuk lulus, dan karena karyawan upah per jam rendah lebih membutuhkan perlindungan hukum. “Dunia yang digaji saat ini memiliki banyak fleksibiltas, dibandingkan dengan dunia yang dilancarkan, sehingga kebutuhan terbesar ada di dunia yang dilancarkan,” jelasnya.
Terdapat logika jelas di balik hukum pumping di tempat kerja. Kebanyakan wanita Amerika bekerja, termasuk mereka para ibu. Karena menyusui adalah komitmen setiap waktu, pekerja mempunyai peran penting dalam mendukung perawatan para karyawannya.
Lebih dari delapan tahun lalu sejak ACA dan ketentuan pumping di tempat kerja menjadi hukum, banyak karyawan tidak menuruti. Satu studi menemukan hanya 40 persen dari ibu yang bekerja memiliki akses ke tempat privat untuk memompa susu dan waktu istirahat untuk melakukannya. Hanya 14% jumlah ibu berkulit hitam dan Hispanik.
Sebagian ini karena banyak karyawan digaji, atau masuk ke kategori lain yang membuatnya terbebas dari hukum pumping. Meskipun benar bahwa wanita berpenghasilan rendah lebih membutuhkan dukungan hukum, karyawan yang digaji mendapatkan lebih banyak keuntungan daripada karyawan perjam, dan secara teori, lebih mampu mengadvokasi diri di tempat kerja, undang-undang tertulis tidak hanya menyatakan karyawan bergaji tinggi lebih baik, juga membuktikan wanita dalam pekerjaan dengan gaji lebih rendah, seperti guru dan pekerja domestik.
Kesimpulannya, mengesampingkan perlindungan dari ACA, jutaan karyawan wanita di Amerika secara legal tidak dilindungi hukum federal mengenai istirahat untuk pumping dan tempat untuk melakukannya. The Supporting Nursing Moms Act, yang diperkenalkan oleh Carolyn dan Jeff pada tahun 2013, akan menutup kesenggangan ini pada hukum yang asli. Hal tersebut belum mendapatkan daya tarik di rumah dan senat yang dikontrol Republican.
"Banyak wanita bekerja di tempat yang tidak ada waktu istirahat, atau mereka dibayar per jam dan tidak mempunyai waktu satu jam untuk menyusui." ujar dr. Lauren Dinour, Profesor di Monclair State University.
Sulit untuk membayangkan hukum pumping yang lebih kuat dalam mendapatkan dukungan dari White House di bawah Presiden Trump. Trump sempat menghubungi pengacara lawan “menjijikan” karena meminta untuk mengambil waktu istirahat untuk pumping saat deposisi 2011.
Minggu lalu, delegasi A. S. ke PBB mengejutkan sekutunya dengan menuntut penghapusan bahasa yang mempromosikan menyusui, bahkan mengancam Ekuador dan negara lain dengan sanksi apabila mereka masih mendukungnya. Resolusi berlalu ketika Rusia mengesampingkannya.
Sementara masih harus dilihat apakah hukum federal yang mengatur laktasi di tempat kerja akan diperluas untuk meng-cover lebih banyak karyawan, mahasiswa dan lainnya mulai mengevaluasi dampak ACA. Tampaknya telah banyak yang dilakukan untuk produsen pompa susu: Selama dua tahun setelah pompa susu di-cover oleh asuransi, penjualan di Medela, produsen pompa ternama, meningkat sebanyak 34 persen.
Namun dampak hukum pada menyusui lebih sulit untuk diuraikan. Salah satu studi paling komprehensif mengenai dampak ACA mengenai menyusui dipublikasikan Maret ini. Ditemukan bahwa dampak hukumnya sederhana, hanya sedikit peningkatan kemungkinan inisiasi di Amerika Serikat, dari sekitar 4 juta kelahiran pada tahun 2014, peneliti menyimpulkan pergantian hukum mengarah ke sekitar 47.000 bayi tambahan menerima setidaknya ASI. (Dampak terbesar terjadi pada mereka yang berkulit hitam, kurang berpendidikan, dan ibu yang belum menikah, yang semua secara historis memiliki tingkat menyusui lebih rendah.)
Studi juga menemukan bahwa ACA meningkatkan durasi rata-rata menyusui. Jumlah peningkatan itu? Sekitar dua minggu.
Memperjuangkan Ekspektasi Kantor
Seperti pengalaman Jeff Merkley dengan Tom Coburn, petugas perawatan garis depan biasanya berpengalaman dalam manfaat menyusui. Meskipun dokter dan perawat mempromosikan menyusui kepada orangtua, situasi bekerja mereka terkadang menjadikan pumping sulit.
Sarah, seorang perawat di Northside Hospital di Atlanta yang angkat bicara tanpa menyebut nama, mengatakan bahwa ia sedang berjuang untuk memompa di tempat kerja. Ia dan koleganya yang juga melakukan pumping, bekerja shift selama 12 jam. Sarah bekerja lebih awal sehingga mempunyai waktu untuk memompa; jadi ia dapat melakukannya selama mungkin sebelum istirahat. Saat shift-nya mulai pukul 7 pagi, yang berarti bangun pukul 3:45.
“Biasanya, menurut waktu datangnya pasien, saya kemungkinan tidak memiliki kesempatan untuk memompa hingga sekitar pukul 9 atau 10 pagi,” ucapnya. “Dari sana, bervariasi. Sering kali kami bahkan tidak mempunyai staf untuk diperbolehkan makan siang. Saya harus pelan-pelan meminta jam istirahat untuk memompa di saat kebanyakan orang tidak mendapatkan waktu makan siang.”
Meskipun menurutnya menunggu selama lebih dari tiga jam antara sesi pumping tidak nyaman, terkadang ia memerlukan waktu lebih dari empat jam. Namun, kata Sarah, rekan kerjanya “mengomel” tentang istirahat untuk laktasi Sarah dan koleganya.
“Terdapat beberapa percakapan mengenai betapa tidak adilnya hal itu,” jelasnya. “Mereka berpikir kami hanya butuh 10 menit. Dimana faktanya mempersiapkan alat, memompa, membersihkannya, dan kembali bekerja membutuhkan 30 menit.”
Sarah mengatakan secara pribadi ia tidak terganggu oleh reaksi rekan kerjanya, “Saya akan memberi tahu orang-orang dimana harus mematuhinya”, namun ia merasa frustrasi dengan tekanan jadwal serta tingkat staf pada mereka semua.
Sarah telah bekerja di Northside selama lebih dari satu dekade. “Kami dikenal dengan persalinan dan kelahiran kami,” ujarnya. Rumah sakit bahkan mempunyai panggilan: “The baby factory of the Southeast.”
Sarah tidak mendapatkan cuti melahirkan resmi, namun ia bekerja tiga bulan dengan cuti medis keluarga dan disabilitas, dibayar dengan 60 persen dari gaji. Setelah cuti melahirkan, tidak ada orientasi saat kembali bekerja, dan tidak ada penjelasan tentang sumber daya laktasi rumah sakit, ruang laktasi, atau bagaimana mengaksesnya.
Saat mereka menerima jam istirahat, Sarah dan koleganya memompa di ruang loker karyawan, yang semi-private. Sarah mengatakan bahwa ia mendengar kabar ruang laktasi terbuka untuk karyawan, namun terdapat di Women’s Center, yang jaraknya jauh untuk pejalan kaki dari departemen di mana ia bekerja, jadi ia belum pernah mencobanya.
Sarah ragu untuk mengangkat isu ini dengan HR, rekan kerja yang mengeluh, kekurangan privasi di ruang loker, karena ia tahu, secara legal, Northside dapat memberi waktu istirahat kepada Sarah dan koleganya untuk memompa susu.
Ketika ditanya tentang kebijakan terhadap laktasi, juru bicara rumah sakit mengatakan bahwa merupakan kebijakan Northside untuk membayar karyawan saat istirahat untuk laktasi, selain dari dua istirahat berbayar per shift lainnya.
Juru bicara mengatakan saat karyawan kembali dari cuti melahirkan, supervisor harus koordinasi dengan para ibu untuk mengakses ruang kerja dengan pintu terkunci sebagai ruang laktasi. “Karyawan seharusnya tidak merasa bersalah dalam beristirahat untuk laktasi,” ujar juru bicara. “Apabila masalah muncul, kami mengatasinya dengan langkah tepat yang mendukung ibu baru dan lebih baik menginformasikan staf mengenai protokol laktasi.”
Ketakutan Untuk Angkat Bicara
Dari para wanita yang diwawancara yang mendapati masalah pumping di tempat kerja, tidak ada yang bicara ke atasan mereka atau HR. Tidak mengejutkan, menurut Kristin Rowe-Finkbeiner, CEO dari grup aktivis MomsRising, yang berfokus pada isu mengenai ibu dan keluarga. Kristin berbicara tentang realita diskriminasi kerja terhadap para ibu yang sering menghalangi wanita untuk berbicara.
“Saat kami membahas kebijakan publik mengenai istirahat untuk pumping, ruang privat untuk pumping, kami membicarakan ini dalam budaya dan iklim dimana para ibu dinilai lebih kejam, digaji lebih sedikit, dan jarang maju.” Wanita, ujarnya, tidak ingin dilihat sebagai pengeluh atas ketakutan retribusi.
Rachel White berada di tahun keduanya di M. F. A. dalam creative writing di University of Iowa lalu hamil. Kontrak yang ditandatangani sebagai asisten pengajar memperbolehkannya untuk menggunakan lima hari sakit sebagai cuti melahirkan, sesuatu yang Rachel kira ia dapat bekerja karena due date jatuh pada winter break. Namun putranya lahir prematur 6 bulan, dan seminggu setelah melahirkan, Rachel kembali ke kelas dan mengajar dengan membawa pompa susu serta pendingin.
Kantornya merupakan bilik bersama di dulunya kelas yang dipenuhi dengan bilik-bilik lain. Rekan biliknya adalah pria bernama Wayne. “Itu bilik kami, saya dan Wayne akan duduk di sana,” ingatnya. “Saya terlalu ngeri untuk mengeluarkan pompa susu saya di depannya.”
Karena putra Rachel lahir prematur, akses ASI menjadi kritis yang disebabkan oleh imun antibodi. Tetapi ia juga kesulitan menyusui, refleks menyusu adalah salah satu karakteristik terakhir untuk berkembang dalam uterus, dan Rachel kesulitan menghasilkan susu.
“Saya melewatkan waktu di rumah yang seharusnya dapat membantu saya memasok,” ujarnya melalui telepon di Kansas. Baik gedung tempat Rachel mengajar atau gedung kantornya dan kebanyakan kelasnya memiliki ruang laktasi.
Saat Rachel bertanya pada administrator untuk tempat memompa, ia menyarankan Rachel untuk menggunakan kantor anggota fakultas, atau ke toilet. Rachel merasa tidak nyaman bertanya kepada profesornya mengenai hal ini, dan untuk toilet, mereka tidak benar-benar bersih dan sering dipenuhi oleh mahasiswa. “Saya suka berhubungan kasual dengan murid, namun itu melewati batas,” ujar Rachel. “Saya tidak dapat melakukannya.”
"Mencoba untuk memompa susu, melakukan kerja dengan baik, serta menafkahi keluarga secara bersamaan merupakan masa yang sulit." Rachel White. seorang penulis dan pengajar.
Ketika siswa lain di program Rachel hamil dan berhasil cuti, meskipun tidak dibayar, Rachel mengatakan bahwa ia sadar ia dapat menuntut lebih banyak kepada universitas. Namun ia “tidak ingin dilihat sebagai seseorang yang merampas sistem atau mengambil lebih dari bagiannya.”
Di waktu itu, Rachel sedang dipertimbangkan untuk menjadi asisten pengajar baru. “Saya tidak ingin dilihat sebagai orang yang needy, atau tidak dapat bekerja dalam apa pun yang disediakan untuk saya,” ucapnya. “Saya ingin terlihat fleksibel, dan mampu menghadapi berbagai hal, serta menyelesaikan pekerjaan.”
Meskipun tujuannya adalah untuk menyusui putranya untuk setidaknya enam bulan, Rachel harus memulai menambahkan susu formula, namun tidak diterima dengan baik oleh putranya karena alergi yang belum diagnosis.
“Setiap kali saya melihatnya kesakitan karena sistem pencernaan yang tidak dapat menerima formula dengan baik, saya merasa bersalah,” ingat Rachel. Setelah empat bulan menyusui dan menambahkan susu formula, suplai susu Rachel masih belum kuat. Dokter menyuruhnya untuk berhenti pumping. “Itu sangat melegakan, tetapi tidak membantu putra saya,” ujar Rachel. “Ia akan jauh lebih baik apabila dapat menerima ASI.”
Saat ditanya mengenai akun Rachel, juru bicara University of Iowa mengatakan bahwa universitas berkomitmen untuk mendukung para orangtua di kampus. “University of Iowa berusaha untuk menyediakan lingkungan dan budaya dimana karyawan yang baru menjadi orangtua diperlakukan adil selama kehamilan, setelah mereka kembali bekerja, dan memungkinkan mereka untuk berhasil dalam kehidupan profesional dan untuk menyediakan keseimbangan kerja dan kehidupan yang mendukung.”
Sejak 2010, seluruh gedung kampus memiliki ruang laktasi, dan kampus Iowa sekarang memiliki lebih dari 60 ruang laktasi, meskipun menurut daftar publik, kebanyakan darinya terbuka dalam waktu yang terbatas atau memiliki perbatasan akses lain. University of Iowa menyatakan bahwa tidak mempunyai rencana saat ini untuk menambah ruang laktasi di gedung lama tempat Rachel bekerja.
Tahun lalu, MomsRising meluncurkan kampanye viral #IPumpedHere di mana para ibu yang bekerja mem-post foto-foto tempat mereka memompa susu, termasuk lemari suplai, toilet, dan mobil. “Kami ingin mempublikasikan apa yang menjadi kesulitan pribadi,” ujar Kristin. “Saat banyak orang menghadapi kesulitan yang sama, kami tidak mempunyai epidemi kesulitan pribadi. Kami memiliki isu struktural yang dapat dan harus kita selesaikan bersama.”
Dukungan dari Pekerja
Dari wanita yang diwawancarai yang memiliki lebih banyak pengalaman positif dengan pumping di tempat kerja, kebanyakan bekerja untuk perusahaan kecil, di bawah 100 karyawan, serta beberapa bekerja di industri yang dominan wanita atau di bawah C. E. O. wanita Nancy Rosenbloom, sales director Rachel Comey, mengatakan motherhood dinormalisasikan di tempat ia bekerja.
“Saya akan berada di perjanjian showroom, dan seorang buyer akan mencolokkan pompa di sudut dan mulai pumping di bawah meja di saat dirinya menulis pesanan, atau ibu lain yang membawa bayi dan berpindah ke sudut di antara pengiriman dan menyusui,” ujarnya.
“Tidak ada penilaian.” Nancy bergabung dengan perusahaan enam bulan setelah melahirkan anak pertama, setelah memutuskan untuk tidak kembali ke pekerjaan awal yang tidak membayarnya saat cuti melahirkan. Topik pumping muncul dalam wawancara, dan Rachel, penemu perusahaan, mendorong Nancy agar beristirahat untuk pumping sebanyak yang ia inginkan.
Kantor kerangka terbuka menandakan Nancy sering memompa di toilet. “Namun, sejujurnya, itu tidak terlalu mengganggu saya,” ucapnya. Toiletnya memiliki rak dan kursi. Ia meneguk minum dan, seperti hampir semua wanita yang saya wawancarai, membawa laptopnya agar dapat tetap bekerja selagi istirahat. (Beberapa bahkan menggunakan Skype atau telepon konferensi saat pumping, mikrofon mereka di-mute untuk menyembunyikan dengungan mesin.)
Seperti Nancy, Sandi D’Avella bekerja di industri mode di New York, sebagai sales director sepatu wanita dan aksesoris Rag & Bone. “Sangat sulit untuk berganti kembali sebagai ibu yang bekerja,” ujar Sandi, yang mempunyai dua anak selama ia bekerja di Rag & Bone, kedua waktunya ia pumping di kantor dengan cuti melahirkan berbayar selama 11 minggu.
Ia menyewa pompa kelas rumah sakit Medela dari farmasi dengan harga $75 per bulan, yang lebihtenang dan cepat dibandingkan pompa lain. Sandi juga berinventasi pada pompa lebih pelan dan bertenaga bateri, untuk bepergian atau kapan pun dia tidak ingin mencolokkan ke stopkontak.
“Dengan anak pertama saya, saya rasa saya salah satu dari sedikit orang di perusahaan yang memiliki bayi dan harus memompa,” ingat Sandi. “Mereka membangun ruangan kecil. Ruangan itu agak gelap, mengerikan, tetapi baik-baik saja. Itu melakukan pekerjaannya.
Lalu, untuk putra saya, lebih banyak orang mempunyai bayi. Terdapat jadwal, kita memiliki e-mail grup sehingga kita dapat memberi tahu satu sama lain kapan kita akan ke ruang pompa. Ada kulkas. Itu hanya sedikit lebih berevolusi daripada yang pertama kali.”
Di lingkungan dengan dukungan tempat kerja yang layak, ketidaknyamanan pumping dapat dimitigasi dengan perencanaan. Uang juga membantu. Wanita yang berfinansial stabil dapat membeli pompa susu lebih baik dibandingkan model yang di-cover oleh asuransi (seperti pompa yang wearable, Willow, yang berharga $479), atau bahkan membeli pompa kedua sehingga mereka dapat meninggalkan satu pompa di tempat kerja untuk mengurangi kerumitan dan resiko meninggalkan bagian.
Tetapi apabila ada satu hal yang mendasari banyak wawancara tentang ini, yaitu perasaan dihargai.
Wanita yang harus memompa dalam ruangan yang kurang ideal dapat merasa baik-baik saja, apabila mereka memiliki perasaan bahwa perusahaan peduli tentang mereka dan telah memikirkan tentang kebutuhan mereka.
Itu juga membantu apabila jelas bahwa perusahaan melakukan yang terbaik dengan ruangan dan sumber yang tersedia, sesuatu aktris Brooklyn Decker akui di peluncuran aplikasi terbarunya, Finery, pada April. “Ya, saya di ruang belakang memompa sementara mereka berbicara di luar,” ia memberi caption pada foto Instagram-nya.
“Ya ini menyebalkan. Tetapi IYA inilah mengapa luar biasa menjadi bagian dari startup yang didirikan oleh wanita.” Di sisi lain, wanita yang memiliki akses ke ruang laktasi dapat merasa direndahkan jika itu dibangun dengan buruk atau mereka diperhatikan karena menggunakannya, atau jika mereka melihat atasan mereka memperlakukan bersalin sebagai peristiwa luar biasa.
Perasaan Dihargai
Karyawan dan pencari nafkah wanita telah menjadi kenyataan di Amerika Serikat. untuk waktu yang lama. Mengesampingkan kesenjangan upah dan langit-langit kaca, kita membiarkan wanita menjadi hampir semua eselon dunia kerja, namun, dalam beberapa hal, kita tetap memperlakukan pengalaman kerja karyawan pria sebagai standar, dan karyawan wanita serta kebutuhannya sebagai varian.
“Kebenarannya adalah ekonomi kita telah berubah, dan tempat kerja kita telah berubah, namun kita belum memperbarui kebijakan publik kami untuk mencerminkan itu,” ucap CEO MomsRising Kristin. “Kami memerlukan keseluruhan, mulai dari kebijakan tempat kerja hingga perubahan budaya.”
Terdapat sejumlah langkah yang dapat diambil pekerja untuk mendukung karyawan yang ingin memompa, dan tidak semuanya mahal. Tahun lalu, Lauren, akademis yang belajar mengenai menyusui, menjadi co-author ulasan studi tentang akomodasi menyusui di A. S. dan luar negeri serta menganalisis dampak dari beragam intervensi terhadap perilaku menyusui.
Langkah-langkah yang mempunyai pengaruh terbesar sangatlah mudah: menyedikan tempat untuk memompa dan memperbolehkan karyawan beristirahat untuk melakukannya. Satu studi menemukan bahwa wanita dengan akses ke keduanya 2,3 kali lebih mungkin untuk menyusui secara eksklusif selama enam bulan.
Selain ruang laktasi dan istirahat memompa, Lauren mengatakan bahwa perusahaan yang ingin membantu karyawannya menyusui perlu mempertimbangkan bentuk dukungan ketiga, seperti jadwal yang fleksibel, menyediakan konsultan laktasi, bahkan menyediakan perawatan anak di tempat.
Tampaknya, hal-hal kecil seperti menelepon meminta kode untuk ruang laktasi di saat fasilitas lain menggunakan kunci akses, keharusan bertanya ke profesor untuk menggunakan kantornya untuk memompa, atau harus menghampiri HR untuk menavigasi pengembalian setelah cuti melahirkan, daripada mendapat informasi dalam “format indah, e-mail yang ditulis dengan hati-hati, seperti yang saya dapatkan tentang semua hal lainnya,” seperti yang dikatakan seorang ibu pekerja, dapat menyakiti, ketika tanda bahwa perusahaan tempat kamu bekerja, dan menghabiskan banyak waktu memikirkannya, tidak mempedulikan kamu sama sekali.
Mengetahui bahwa perusahaan kamu memberikan perhatian dapat membuat keadaan yang kurang sempurna menjadi bearable. Ini tidak untuk mengimplikasikan bahwa akomodasi tidak penting, namun bahwa konteks juga berarti.
Saat Rachel White melahirkan anak keduanya, seorang putri, di tahun 2016, ia baru saja mendapatkan gelar sarjana dan sedang mempersiapkan untuk mengajar menulis di Kansas Community College. Putrinya lahir bulan Mei, dan liburan musim panas menjadi semacam cuti melahirkan sebelum ia memulai pekerjaan baru di Agustus.
“Supervisor saya merupakan seorang ayah dari dua orang anak, dan ia sangat terbuka dengan saya mengenai keinginannya untuk menyeimbangkan kehidupan keluarga dan kehidupan profesional,” ucap Rachel. “Ia sangat mendukung, dan memperlihatkan saya ruangan dimana saya dapat memompa susu, dengan tanda di pintu yang bertuliskan ‘Ruang Laktasi’,’ serta kunci, dan itu luar biasa! Saya dapat menggunakannya di antara kelas mengajar.”
Rachel, yang mendeskripsikan waktunya saat bekerja di community college sebagai “pengalaman sangat positif”, berakhir menyusui putrinya selama hampir dua tahun.
(Artikel ini disadur dari Bazaar US; Alih Bahasa: Shanara Andari; Foto: Dok. Bazaar US)