Seiring tingkat infeksi Covid-19 yang perlahan mulai menurun di beberapa negara di dunia, beberapa pemerintah sekarang mencari cara untuk melindungi warga negaranya dalam jangka panjang. Banyak negara seperti China, Italia, dan Amerika Serikat memikirkan bagaimana dan kapan membuka status lockdown secara aman dan mengizinkan orang-orang untuk kembali bekerja.
World Health Organisation telah memperingatkan bahwa pencabutan kebijakan pembatasan sebelum waktu yang tepat akan menyebabkan peningkatan penyebaran virusnya. Perkembangan terakhir ini telah memicu perdebatan tentang apakah ‘herd immunity’ yang bertolak belakang dengan praktik social distancing dan isolasi diri dapat membantu mengentikan penyebaran virus corona.
Namun apakah sebenarnya herd immunity dan bagaimana cara kerjanya? Profesor Willem van Schaik, seorang professor mikrobiologi dan infeksi di University of Birmingham akan menjelaskannya termasuk bagaimana pengaruh langkah ini pada pandemi virus corona.
Apa itu herd immunity?
Secara teori, herd immunity berarti tidak setiap orang dalam suatu komunitas harus kebal untuk mencegah penyebaran suatu penyakit. “Herd immunity adalah suatu fenomena di mana para individu yang rentan terlindungi dari infeksi karena mereka dikelilingi oleh orang-orang yang kebal. Dengan demikian, penyebaran virusnya berkurang,” jelas Profesor Willem.
Bagaimana cara kerja herd immunity?
Herd immunity menggambarkan resistensi terhadap penyebaran suatu penyakit menular dalam suatu populasi karena proporsi individu yang kebal cukup tinggi, baik karena vaksinasi atau perkembangan daya tahan tubuhnya setelah terinfeksi.
“Baru-baru ini kita banyak membicarakan tentang herd immunity dalam konteks vaksin. Jika jumlah orang yang mendapatkan vaksin cukup tinggi dalam suatu populasi, mereka akan menciptakan herd immunity bagi sebagian kecil orang yang tidak tervaksinasi,’ ucap Profesor Willem.
Herd immunity di Inggris
Pada bulan Maret lalu, kepala penasihat sains yakni Sir Patrick Vallance mengatakan bahwa sekitar 40 juta orang di Inggris perlu terinfeksi Covid-19 untuk membangun herd immunity guna mengontrol penyebarannya dan mencegah penyakitnya datang kembali di kemudian hari.
Sekretaris kesehatan yakni Matt Hancock membantah jika pemerintah mengambil langkah ini.
Berapa persen yang dibutuhkan untuk membangun herd immunity?
Profesor Willem mengutarakan kekhawatirannya tentang keberhasilan langkah herd immunity untuk mengekang tingkat infeksi di Inggris.
“Sayangnya, estimasi kasar menunjukkan bahwa kita dapat mencapai herd immunity terhadap Covid-19 ketika sekitar 60 persen populasi kebal (dan ingat bahwa kekebalan saat ini hanya didapatkan dengan cara tubuh kita terinfeksi virusnya terlebih dahulu karena kita tidak memiliki vaksinnya),” kata Profesor Willem.
Apa risiko herd immunity?
Profesor menyatakan kekhawatirannya yang serius tentang implikasi risiko yang terjadi. “Kelemahan utamanya adalah setidaknya 36 juta orang di Inggris saja perlu terinfeksi virusnya dan sembuh. Hampir tidak mungkin untuk memprediksi karena kaitannya dengan korban jiwa namun kita secara konservatif menghadapi jumlah kematian dalam angka puluhan ribu, dan mungkin mencapai ratusan ribu,” ungkapnya.
Satu-satunya cara agar langkah ini berhasil adalah dengan menyebarkan jutaan kasusnya dalam waktu yang relative lama sehingga layanan kesehatan tidak kewalahan.
Contoh fenomena herd immunity
Herd immunity saat ini terbentuk terhadap penyakit flu berkat sebagian besar populasi yang sudah mendapatkan vaksin flu sehingga mereka bisa melindungi individu-individu yang tidak diimunisasi. Namun mengingat bahwa ada berbagai jenis flu, maka hal ini tidak 100 persen efektif.
Covid-19 adalah virus yang unik karena merupakan virus yang baru, artinya setiap orang saat ini berisiko terinfeksi. “Herd immunity hanya dapat tercapai dengan vaksinasi dalam jumlah besar (tetapi saat ini tidak ada vaksin untuk virus corona dan mungkin membutuhkan waktu yang lama sebelum vaksin yang efektif tersedia) atau oleh individu yang sakit karenanya dan kemudian sembuh sehingga menciptakan kekebalan alami terhadap virusnya,” jelas Profesor Willem.
Seberapa efektif herd immunity?
Meskipun benar bahwa herd immunity membuat penyakit lebih sulit untuk menyebar karena orang-orang menjadi kebal setelah terinfeksi atau menerima vaksin, ada beberapa “pertimbangan risiko dan kelemahan” jika membiarkan penyakit menular yang mematikan menyerang populasi demi mencapai herd immunity.
“Inilah mengapa kita semua masih perlu bekerja bersama-sama untuk mencoba memperlambat dan meminimalkan penyebaran Covid-19 dengan mempraktikkan kebersihan tangan dan social distancing. Cara ini diharapkan dapat mengurangi tekanan di layanan kesehatan sehingga memungkinkan mereka agar dapat merawat lebih banyak orang dan mengurangi angka kematian pasien yang terinfeksi,” jelas Profesor Willem.
Masalah potensial
Masalah yang muncul saat mengupayakan dan menyukseskan herd immunity adalah kita tidak tahu secara pasti bagaimana kekebalan tubuh kita terhadap Covid-19 dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Masih belum jelas apakah mereka yang menderita gejala ringan juga mengembangkan respons daya tahan tubuh yang sama kuatnya dengan mereka yang terinfeksi gejala serius. Untuk semua model statistik, kita juga perlu tahu berapa lama kekebalan tubuh kita akan bertahan setelah terjangkit virus corona ini.
Saat ini kami juga yakin, wilayah-wilayah yang bahkan paling parah sekalipun masih merupakan area minor dalam populasi dunia ini yang sudah memastikan bahwa mereka terinfeksi. Dengan penelitian lebih lanjut, kita akan mengetahui lebih banyak hal lagi dan berharap bahwa herd immunity akan terbentuk. Namun perjalanan kita masih panjang untuk mencapai angka kekebalan 60 persen. Untuk sementara yang paling penting saat ini adalah tetap berupaya untuk ‘meratakan kurva’ dengan cara social distancing dan isolasi agar tempat-tempat perawatan intensif dan layanan kesehatan dapat mengatasi dampaknya.
(Penulis: Jessica Rapana. Telah ditinjau ulang secara medis oleh dr. Louise Wiseman MBBS, BSC (Hons), DRCOG; Artikel ini disadur dari: Bazaar UK; Alih bahasa: Erlissa Florencia; Foto courtesy of: Bazaar UK)