Gaya Perempuan Metropolitan ala MaxMara

Bazaar berbincang dengan direktur kreatif MaxMara, Ian Griffiths, tentang perempuan metropolitan dan koleksi kapsul bertajuk Monopolis.



Ketika Anda mendengar kata metropolitan, apa yang segera terlintas di pikiran Anda?

Bayangan akan panorama gedung-gedung bertingkat berlapis kaca maupun beton, himpunan derap langkah yang tergesa-gesa menelusuri tiap blok yang berhimpitan, diiringi irama klakson yang bersahut-sahutan di tengah kemacetan pada persimpangan jalan. Dan tidak dipungkiri, barangkali Anda juga mendapati segelintir sampah berserakan di sisi pedestrian.

Seniman kontemporer asal China, Liu Wei, terkenal akan karya-karyanya yang jujur serta sarat akan satir. Cara ia menggambarkan fenomena perkotaan lengkap dengan segala pesona serta delusi dan ironi yang menyertainya pun berhasil mencuri perhatian direktur kreatif MaxMara, Ian Griffiths.

Terinspirasi dari karya seni milik Liu Wei yang menarasikan fenomena pesatnya perkembangan kota-kota di China, Ian Griffiths sebagai direktur kreatif MaxMara memutuskan untuk menggandeng sang seniman kontemporer dan melahirkan sebuah koleksi kapsul yang diperagakan bersamaan dengan presentasi koleksi Pre-Fall 2017.

Saya sangat mengagumi cara Liu Wei melihat kota besar, dan pandangannya membuat saya memikirkan kembali apa sesungguhnya karakteristik fundamental MaxMara. Perempuan MaxMara adalah perempuan yang tinggal di kota besar, bukan di pedalaman. Mereka memiliki karir dan dengan bermukim di kota besar mereka bisa mendapatkan berbagai kesempatan besar, mengembangkan potensi diri, juga bersenang-senang.

Akan lebih sempurna ketika mereka mengenakan busana yang tepat dalam keseharian mereka, dan di sanalah MaxMara berperan. Melalui kolaborasi bersama Liu Wei, kami merancang sekaligus memvisualisasikan sebuah kota imajinasi yang kami beri nama Monopolis, dan perempuan yang mengenakan koleksi ini adalah penghuni kota tersebut,” jelas Ian Griffiths kepada Bazaar.

Bersama Liu Wei, Ian Griffiths mengadopsi sejumlah elemen khas kota besar dan mengaplikasikannya ke dalam rancangan dengan garis sartorial yang tegas. Peta jalanan dan denah kota diadaptasi menjadi motif unik tersendiri dengan menggunakan pilihan material luks, kemudian diolah dengan teknik aplikasi raw edge untuk menciptakan aksen unfinished yang kasar dan mentah.

“Pada prosesnya, sangatlah sulit untuk mencapai tingkat kementahan seperti yang diharapkan Liu Wei. Bagaimana kami membuatnya tampak perfectly imperfect seraya tetap menjaga kualitas sesuai standar MaxMara menjadi satu tantangan besar bagi kami,” tutur Ian Griffiths dengan lugas.

Koleksi kapsul buah kolaborasi bersama Liu Wei ini juga menjadi batu loncatan MaxMara dalam menerapkan pendekatan See Now/Buy Now. Sebelas potong busana yang diluncurkan pada akhir tahun 2016 tersebut segera tersedia di situs resmi MaxMara dan sejumlah butik terpilih di seluruh dunia. Namun apakah pendekatan ini akan menjadi agenda yang berkesinambungan bagi MaxMara?

“Kami selalu terbuka dengan hal-hal baru, namun sepertinya pendekatan ini kurang tepat untuk diterapkan ke dalam koleksi inti MaxMara karena bagi kami menjaga standar kualitas baik dari segi craftsmanship maupun eksplorasi teknik dan material tetap menjadi prioritas utama,” ujar Ian Griffiths menutup sesi wawancara.

(Foto: Courtesy of MaxMara. Layout: Wenny Pramesti)