Heritage Bags are Making Their Comebacks

Delvaux


Bagi sebagian besar pencinta mode, ketika diminta untuk menyebutkan label tas luks dengan nilai heritage tinggi biasanya mereka akan terpaku pada dua brand raksasa seperti Louis Vuitton dan Hermes. Tentu akan lebih elok apabila kita juga mengenal sejumlah luxury handbag brands lainnya yang juga memiliki warisan sejarah nan kaya. Kali ini, Harper's Bazaar Indonesia memilih sedikitnya tiga label tas luks heritage yang telah termahsyur akan produksi leather goods berkualitas tinggi sejak berabad-abad lalu yang patut Anda ketahui dan, tentunya, miliki. Uniknya, ketiga label ini sempat mengalami pasang surut sebelum pada akhirnya kembali menggebrak dunia mode dengan rangkaian produknya yang memukau dan bernilai investasi tinggi. Berikut uraian singkat tentang ketiga heritage labels tersebut.

1. Delvaux

Label asal Belgia ini disebut-sebut sebagai pionir leather luxury handbag. Berawal dari perusahaan milik keluarga yang didirikan di tahun 1829 oleh Charles Delvaux, label ini kemudian dikenal akan kekuatan craftsmanship, kualitas superior, beserta keindahan kreasi-kreasinya. Berkembangnya lintasan kereta di tahun 1835 membuka peluang besar atas permintaan rangkaian produk dari Delvaux. Selain menawarkan trunk yang kokoh, Charles Delvaux juga melihat potensi kebutuhan kaum wanita akan tas jinjing yang memudahkan mereka untuk mengakses barang bawaan terpenting. Inilah yang membawa Delvaux pada sejumlah paten perdana untuk divisi handbag di tahun 1908.

Di tahun 1933, Franz Schwennicke mengambil alih perusahaan dan mengubah Delvaux menjadi label yang sangat eksklusif dengan menghadirkan tas ultra-luxurious. Tak hanya itu saja, Ia juga memperkenalkan konsep seasonal collection serta mengadopsi praktik custom-made layaknya pada industri haute couture. Di tahun 2011, keluarga Schwennicke membuka peluang bisnis bagi para partners dan akhirnya Delvaux pun kian berkembang seiring dengan direnovasinya butik di Galerie de la Reine Brussel serta pembukaan kembali butik Delvaux di Hong Kong.

2. Moynat

Didirikan pada tahun 1849 di Prancis, Moynat merupakan buah atas berkembangnya jaringan lintasan kereta Prancis dan tingginya angka rail travel di kala itu. Di tahun 1854, Moynat mendapatkan paten pertama untuk waterproof canvas yang dilapisi oleh Gutta Percha yang menjamin bahwa trunk Moynat benar-benar kokoh dan tahan air. Perlu diketahui pula bahwa Moynat merupakan pionir yang mengenalkan cikal bakal initial stamp pada trunk. Moynat menghadirkan rangkaian koleksi tas wanita beserta sacs mignons alias tas berukuran mini yang dikreasikan oleh Pauline Moynat.

Tahun 1920, Moynat melansirkan "monogram" Moynat hasil rancangan Henri Rapin. Adapun monogram ini merupakan pola hurut M yang disusun berulang yang kemudian menjadi signature nan elegan namun understated dari rumah mode ini. Kendati terbilang cukup sukses, namun Moynat harus menelan pil pahit dengan menutup butiknya di tahun 1976. Di tangan CEO LVMH, Bernard Arnault, Moynat dilansirkan kembali pada tahun 2011 dan terus menguatkan cengkeramannya pada industri mode dunia hingga saat ini.

3. Mark Cross

Tahun 1845, Mark Cross didirikan di Boston sebagai produsen perlengkapan berkuda seperti saddlers dan harness, maupun trunks yang sangat kokoh, kuat, dan juga awet. Dengan mengutamakan kualitas material kulit terbaik yang digunakan, Mark Cross pun berkembang dan dikenal sebagai brand yang diasosiasikan dengan rangkaian leathergoods berkualitas tinggi dan memiliki durability terbaik di seluruh Amerika.

Seiiring perkembangannya, label Mark Cross pun kian termahsyur dan akhirnya merambah ke rangkaian leathergoods lainnya seperti luggage, perlengkapan polo beserta pakaiannya, sepatu, perlengakapan golf, jam tangan, hingga perlengkapan travel. Namun sayangnya, pada tahun 1997 Mark Cross terpaksa gulung tikar dan seluruh produk lansirannya ditarik dari peredaran. Momen tersebut merupakan sejarah kelam bagi label yang telah berdiri selama lebih dari satu setengah abad tersebut, sebelum pada tahun 2010 Mark Cross dilahirkan kembali dan akan terus menunjukkan sinarnya.

(Chekka. Foto: courtesy of Delvaux, Moynat, dan Mark Cross)