Episode Brunch With Dave Hendrik yang disiarkan pada Sabtu, 21 November 2020 lalu memang terasa lebih spesial. Hadir dalam format istimewa sebagai bagian dari rangkaian MRA Media Live Festival dengan tema Women’s Life Festival, seri Brunch With Dave Hendrik kali ini mengundang dua bintang tamu yaitu sosok penyanyi sekaligus Mental Health Advocate, Andien Aisyah dan Adjie Santosoputro yang merupakan seorang praktisi Mindfulness.
Tahun 2020 ini diakui oleh Dave sebagai tahun yang sangat menantang tidak hanya untuk dirinya tapi untuk semua orang. Dave yang berada di studio langsung bersama Andien pun memulai topik perbincangan dengan bertanya tentang makna tahun 2020 bagi seorang Andien Aisyah. “Kalau dalam kehidupan pribadi Andien, how would you describe tahun 2020 ini?” tanya Dave kepada ibu dua anak ini.
“2020 itu menurutku banyak hal yang di luar dugaan untuk aku. Jadi banyak rencana yang mungkin tidak tercapai, tapi banyak hal yang tidak direncanakan terwujud. Jadi menurutku ini seperti di luar dugaan sekali dan aku rasa itu akan bisa dialami oleh setiap orang ketika dia menerima,” jawab Andien.
Adjie Santosoputro yang adalah seorang praktisi Mindfulness pun turut mengutarakan definisinya dalam memandang tahun 2020. “2020 buat saya pribadi merupakan panggilan untuk lebih ‘pulang’, pulang ke mana Dave? Pulang ke diri saya sendiri. Pulang ke hati saya. Jadi di tahun 2020 ini saya merasa bahwa saya semacam ingin lebih untuk mengenal diri saya sendiri karena di tahun 2020 ini kan kita sama-sama ada di waktu yang lebih banyak di rumah dan untuk saya ketika di rumah saya tidak bisa sesering dulu nongkrong bersama teman saya lebih merasa gejolak emosi saya, gejolak pikiran saya, dan itu memang tidak mudah sih ya. Mungkin teman-teman juga merasakan seperti itu,” ungkap Adjie.
Mendengar pemaparan Adjie, Andien pun setuju dengan pernyataan Adjie. “Benar sekali, sama seperti mas Adjie dan aku yakin jutaan orang bahkan miliaran orang lainnya karena keadaan terjadi secara global, aku rasa sepertinya begini ketika kita banyak berdiam diri di rumah, semakin kita menutup jendela dan pintu kita rapat-rapat, kita akan menemukan bahwa sesuatu itu akan semakin riuh. Bayangin tidak? Kitanya sendiri di rumah tapi semakin ‘berisik’. Artinya gini kitanya sendiri yang semakin ‘berisik’ terhadap diri kita. Makin ada pikiran ini, pikiran itu, semakin kita sadar bahwa riuh itu sebetulnya datang bukan dari luar, riuh itu datangnya dari dalam. Itulah mengapa akhirnya aku setuju dengan kata-kata mas Adjie, ternyata kita seperti diberikan waktu oleh semesta untuk kembali ‘pulang’, kembali menyelami ke dalam, kembali mengenal diri sendiri itu seperti apa,” imbuh Andien.
Mendengar jawaban dari kedua bintang tamu spesialnya kali ini, Dave pun mulai menggali lebih dalam arti “pulang” yang dicetuskan oleh Adjie. “Mas Adjie, untuk yang menyaksikan Brunch With Dave kali ini, kalau mereka mungkin ingin mengetahui ngobrol dengan diri mereka sendiri seperti apa sih? Apa cara-cara sederhananya sih mas? Apakah kita harus mulai memberikan pertanyaan kepada diri? Mengunci kamar tidak ada orang? Atau apakah mengobrol dengan diri sendiri itu berarti di depan kaca atau pas lagi berdoa? Seperti apa sih mas?” tanya Dave.
“Ya, saya setuju dengan apa yang disampaikan mbak Andien tadi mengenai ngobrol dengan diri sendiri. Saya juga sebagai praktisi mindfulness menyarankan untuk kita terus berlatih mengurangi distraksi, keramaian dari luar. Seperti apa yang digambarkan oleh mbak Andien tadi setelah pintu dan jendela kita tutup, dia akan meluangkan waktu untuk hening, kemudian mata terpejam, ngobrol di sini yang saya maksudkan bukan bertanya kepada diri sendiri atau ngobrol dengan teman, itu bukan. Saya sebagai praktisi mindfulness memahami bahwa kita hanya perlu menyadari saja apapun yang muncul dipikiran kita, menyadari saja apapun yang muncul sebagai emosi. Jadi ada semacam saran bahwa kita perlu menjadi witness, menjadi saksi, kita hanya menjadi pengamat pikiran kita sendiri, pengamat perasaan kita sendiri karena mungkin selama ini kita terlalu larut dengan pikiran dan perasaan kita, kita langsung melarikan diri dari pikiran serta emosi kita. Maka selama ini mungkin termasuk saya juga lebih akrab dengan orang lain tapi kita menjadi asing dengan diri kita sendiri,” papar Adjie.
Lebih jauh, Adjie juga kembali menyampaikan pernyataan yang sebelumnya sudah pernah ia utarakan dalam sesi Brunch With Dave Hendrik di episode sebelumnya bahwa, “‘Tidak tahu itu tidak apa-apa’, dan seperti yang telah disampaikan oleh mbak Andien sebelumnya bahwa kita perlu menyelami rasa cemas itu terkait dengan uncertainty, ketidakpastian. Jadi kalau teman-teman mau menyelami lebih dalam, sebenarnya yang membuat kita cemas itu bukan uncertainty, tetapi yang membuat kita lebih cemas adalah kita ingin memastikan yang tidak pasti. Jadi sebenarnya keinginan kita untuk memastikan yang tidak pasti itulah yang membuat kita cemas. Tapi serunya lagi, pikiran kita itu memang senang cemas. Pikiran kita akan selalu cemas karena memang fungsinya itu. Dia akan selalu memberikan hipotesa, memberikan saran, serta kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi,” papar Adjie.
Walaupun kita harus berkawan dengan cemas, namun ada juga batasan-batasan yang perlu kita sadari sebelum kecemasan itu benar-benar melewati batas dan memengaruhi kesehatan mental kita. Beberapa aspek di antaranya adalah:
- Jika kecemasan sudah mengganggu kreasi
Jika kecemasan itu sudah mengganggu pekerjaan kita dalam berkarya, maka itu kita perlu menangani cemas kita atau meminta bantuan profesional.
- Sudah mengganggu pola istirahat dan rekreasi.
Jika tidur sudah mulai tak nyenyak, maka itu juga sudah menjadi tanda untuk kita
- Sudah mengganggu relasi.
Jadi rekreasi, kreasi, relasi.
Selain itu, merangkum dari apa yang diutarakan oleh Andien dan Adjie ada dua kiat untuk mengatasi cemas yang mungkin (dan biasanya) muncul ketika harus memikirkan tentang masa depan.
- Sadar bahwa kecemasan itu sejatinya datang dari diri kita sendiri
Jangan sampai kita terlalu menyalahkan faktor luar karena jika kita tidak menyadari bahwa itu tidak sepenuhnay dari faktor luar maka kita tidak bisa mengatasi kecemasan kita. Kita perlu bertanggungjawab bahwa kecemasan ini sebenarnya datang dari diri kita sendiri.
- Mempelajari sifat pikiran kita sendiri
Kita perlu tahu bahwa pikiran akan selalu cemas. Oleh sebab itu kita perlu melatih diri dan mengamati kecemasan itu. Sadari juga bahwa "Thought just thought".
Sebagai penutup, Andien dan Adjie pun membagikan pandangan mereka terhadap tahun 2021.
"Buat aku pribadi, tahun 2021 akan menjadi tahun yang sangat padat karya ya kalau buat aku. Dari sekarang sih sudah banyak rencana dan kita lihat saja, karena untuk aku yang penting adalah bagaimana berkaryanya karena di tahun ini sudah banyak sekali mengalami perjalanan termasuk melahirkan juga, jadi 2021 ini rencananya seperti itu. Jadi aku yakin, optimis bisa berkarya ke luar karena aku merasa sudah punya cukup bekal untuk berkaraya ke dalam," tutur Andien.
"Kalau sisi optimis saya, 2021 semoga lebih baik dari tahun 2020. Tapi kalau sebagai praktisi Mindfulness ya, saya tidak tahu 2021 akan seperti apa, jangankan 2021, lima menit setelah ini saja saya tidak tahu apa yang akan terjadi sehingga saya terus belajar untuk mengurangi merencanakan, less plan, sehingga lebih bisa menerima, lebih bisa hidup in this moment, right here, right now, be present, belajar menjalani hidup 'di sini kini', itu saya terus belajar untuk itu," tutup Adjie.
Sedangkan untuk Anda pribadi, bagaimana Anda akan melihat tahun 2021?
Baca juga:
Semarak MRA Media Live Festival Dalam Menyambut Tahun 2021
(Foto:Courtesy of Harper's Bazaar Indonesia)