Roger Federer Bicara Eksklusif tentang Inovasi dan Filosofi Hidup bersama Uniqlo Lifewear

Menyoroti kesamaan nilai antara dirinya dan visi sang label kepada Bazaar Indonesia.



There are athletes who win, and then there’s Roger Federer, yang menjadikan kemenangan sebagai bentuk kesempurnaan yang terus disempurnakan. Dengan 20 gelar Grand Slam, 310 minggu sebagai petenis nomor satu dunia, dan lebih dari 1,250 kemenangan sepanjang kariernya, ia berdiri sebagai salah satu atlet paling berprestasi dalam sejarah modern. Namun, melampaui rekor dan trofi, namanya telah menjadi sinonim dengan keanggunan, disiplin, dan quiet perfection. Warisannya tidak hanya lahir dari kemenangan, tetapi dari ketepatan dan evolusi.

Semangat untuk terus berkembang inilah yang menyatukan Roger dengan label asal Jepang, Uniqlo dan visi utama mereka yaitu LifeWear. Saat ia bergabung menjadiglobal brand ambassador pada tahun 2018, munculnya titik pertemuan prinsip-prinsip yang berkesinambungan.

Menilik kembali esensi Uniqlo LifeWear, tersimpan gagasan yang mengubah cara kita memaknai pakaian. “Made for All” melampaui tren musiman, yakni berbicara tentang fungsi, tujuan, dan kenyamanan yang dirancang untuk bertahan lama. Dari bahan yang bernapas (AIRism) hingga lapisan yang menghangatkan (Heattech), setiap desain dibangun berdasarkan pengalaman manusia. Seperti disampaikan oleh Tadashi Yanai, Chairman dan CEO Fast Retailing, keyakinan tersebut berakar pada pandangan bahwa busana dapat menjadi katalis perubahan sosial, “Changing clothes. Changing conventional wisdom. Change the world. That is our mission statement."

Dalam diskusi panel di Museum of Modern Art (MoMA), New York, yang diadakan untuk merayakan 20 tahun pembukaan gerai pertama Uniqlo di Amerika Serikat, Roger Federer berbagi refleksinya secara eksklusif kepada Harper’s Bazaar Indonesia tentang bagaimana inovasi, disiplin, dan keaslian terus menjadi panduan bagi kariernya maupun arah kreatif Uniqlo.

“Sebagai pemain tenis, Anda selalu mengejar kesempurnaan, meskipun tidak pernah benar-benar mencapainya, karena sifatnya yang fluid,” ujarnya. “Namun saya melihat inovasi yang sama dalam Uniqlo LifeWear. Sama seperti saya yang harus terus menyesuaikan diri, berprogres, dan menemukan cara baru untuk tetap berada di puncak, Uniqlo juga berulang kali menghadapi dan menerima perubahan dengan cara yang sama.”

Ia menjelaskan bagaimana cara berpikir yang membentuk dirinya sebagai atlet juga terasa dalam budaya kerja label ini.

“Saya selalu menyukai kemenangan, dan saya rasa Uniqlo memiliki gen pemenang yang sama. Kami tak pernah benar-benar membicarakannya, tetapi saya dapat merasakannya dalam kultur mereka. Mereka terus menyempurnakan detail-detail kecil yang menciptakan perbedaan besar.”

“Itu juga yang saya lakukan sepanjang karier,” lanjutnya. “Mencari hal-hal kecil yang bisa membantu saya menjadi lebih baik, di lapangan maupun dalam kehidupan, tanpa kehilangan keaslian diri. Dan itulah yang saya kagumi dari LifeWear. Merek ini tetap setia pada jati dirinya. Hal itu banyak berbicara tentang karakter dan valueyang mereka pegang.”

Di bawah kepemimpinan Fast Retailing, LifeWear telah berkembang dari gagasan asal Jepang menjadi sebuah gerakan global dengan lebih dari 2,500 toko di seluruh dunia, mencatatkan laba tertinggi, dan pada tahun 2023 untuk pertama kalinya pendapatan internasional melampaui pasar domestik hingga tahun ini. Namun di balik keberhasilannya, LifeWear tetap jujur terhadap fungsinya, berpihak pada kenyamanan, dan digerakkan oleh inovasi yang berempati.

Foto: Courtesy of Uniqlo