Semua kejadian selalu memiliki dua sisi, yang terpenting adalah cara kita menanggulaginya. Seperti di tengah situasi pandemi sekarang, meski munculnya kekhawatiran dan ketakutan, namun ada juga makna positif yang bisa digarap.
Dalam sesi pemotretan The Fashionable Life kali ini, Bazaar mengajak tiga persona muda Tanah Air untuk menampilkan kreativitas selama karantina dan mendengar cara mereka menyusun serta menjalankan rutinitas di kondisi sekarang.
Salah satunya adalah Lutesha, aktris yang dikenal sebagai Suci pada film adaptasi Korea Selatan berjudul Bebas.Baginya, kala kini menyuguhkan pelajaran hidup yang berharga.
Ia pun menjabarkannya pada sesi wawancara tertulis. Simak berikut percakapan kami.
Harper's Bazaar Indonesia (HB): Bagaimana Anda melalui masa pandemi ini?
Lutesha: Awalnya saya merasa sebagai blessing in disguise, karena 2-3 tahun ini saya benar-benar bekerja non-stop dengan mobilisasi yang sangat tinggi. Jadi menurut saya hal ini merupakan momen yang tepat untuk istirahat, a time for reflection, self-awareness, and self-love.
Saya mencoba hal-hal baru atau belajar ulang beberapa aktivitas yang selama ini tidak sempat dilakukan.
Namun setelah melewati berbulan-bulan dalam self-quarantine, muncul perasaan khawatir yang mungkin karena konsumsi berita yang berlebih and you could say my anxiety has gone through the roof. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terjadi dalam benak saya, sehingga yang pada awalnya saya kira pandemi ini merupakan “liburan”, berubah menjadi bagaimana caranya memutar otak agar saya bisa survive selama pandemi ini.
HB: Selama karantina aktivitas baru apa saja yang sudah dicoba?
Lutesha: Aktivitas tersebut sebenarnya merupakan hal-hal yang selama ini saya ingin lakukan namun selalu tertunda atau tidak sempat. Beberapa hanya sekadar untuk memuaskan rasa penasaran dan keinginan dalam menambah keterampilan.
Seperti belajar memasak supaya mengurangi delivery makanan dari luar. Lalu berkebun, saya memang menyukai perasaan sejuk dan rindang karena dari kecil saya tumbuh di rumah yang selalu memiliki kebun. Selain itu, saya juga cukup menggemari kegiatan pengolahan visual seperti graphic design, photo editing, serta video editing.
Jadi saya mulai coba mempelajari software Final Cut Pro dan mempraktikkannya dalam postingan pribadi di akun Instagram. Kemudian menyulam atau cross-stitching saya mulai karena sudah kehabisan bahan baca, atau tontonan.
Saya perlu melakukan kegiatan agar dapat mengurangi kebiasaan menggunakan gawai sebelum tidur.
Saat duduk di bangku SD, saya pernah belajar menyulam dan sangat tertarik terhadap kegiatan tersebut. Ditambah lagi dengan history keluarga saya yang begitu dekat dengan kegiatan kerajinan tangan, bisa dilihat dari pajangan cross-stitch yang dipajang pada dinding, alat-alat sulam yang tersimpan rapi dalam peti, serta buku atau majalah jadul berbahasa belanda mengenai cross-stitch, crochet, dan knitting.
HB: Adakah target yang diinginkan untuk setiap kegiatan tadi?
Lutesha: Tidak, karena saya tipe orang yang gampang stres jika menentukan goal untuk diri sendiri. Kadang merasa gagal kalau tidak bisa mencapai target tersebut, jadi lebih baik santai saja.
HB: Apa hal yang Anda dapat dari proses pembelajaran membuat macrame atau cross-stitch?
Lutesha: As cheesy as it sounds, just focus on what you’re doing, and don't look in any direction. Karena saat kita menyulam dan melihat permukaan yang belum dikerjakan, semuanya terlihat begitu banyak dan mustahil dikerjakan. Mirip dengan motto hidup saya; Do not pay too much attention to the bigger picture, focus on every small step towards it instead.
HB: Apakah warna benang yang dipilih untuk aktivitas tersebut merefleksikan personal style Anda?
Lutesha: Sayangnya cross-stitch yang saya sedang kerjakan semuanya telah memiliki pattern dan warna benang yang telah ditentukan. Tapi mungkin untuk selanjutnya saya dapat mendesain atau menggambar sulam sendiri jadi saya dapat memilih warna benang sesuai selera.
HB: Kita sudah memasuki fase kedua dari PSBB, bagaimana cara kamu beradaptasi dengan situasi ini?
Lutesha: Jujur saya termasuk salah satu orang yang terkena dampak pandemi ini. Saya bisa merasakan berkurangnya tawaran-tawaran pekerjaan yang masuk.
Jadi setiap kali saya mendapatkan pekerjaan, saya lakukan sebaik mungkin, dengan mengikuti protokol kesehatan yang sangat ketat, serta mengatur finansial dengan baik dan berhemat agar bisa survive kedepannya.
HB: Apa silver lining yang kamu terima dari masa ini?
Lutesha: For me this year is about learning, discovering, surviving, and being grateful. We get our chance to learn and discover about everything that we wanted to do for so long like we have all the time in the world. Yet unfortunately we had to think how to survive this pandemic, living in the midst of this chaotic period, fighting against the ongoing global pandemic that NO ONE in this world know how to solve or treat it.
But above all of those things, this is the moment where I realized that I have a real privilege and I am grateful for it. I am blessed to have a roof over my head, food to eat, I could still afford my rent, I am able to stay inside and self-quarantine myself, and many other luxuries that maybe not a lot of people can have.This pandemic is a new thing that our generation have never experienced before, and to be honest, coronavirus has taught us a lot of unimaginable things that we could never really think of. All we gotta do is support each other, be safe, and stay sane.
Portofolio ini:
Editor Fashion: Michelle Othman
Fotografer: Insan Obi
Retoucher: Raghamanyu Herlambang
Keseluruhan busana, tas, dan sepatu, Kate Spade.
Baca juga:
The Fashionable Life: Fokus Baru Amanda Rawles di Masa Pandemi