Momen yang emosional dan paling ditunggu dari Paris Fashion Week musim gugur dan dingin untuk koleksi pria. Show dari rumah mode Louis Vuitton yang merupakan kreasi terakhir dari mendiang Virgil Abloh, Direktur Artistik multitalenta, yang merupakan orang Afrika-Amerika pertama yang menjajal karier secara gemilang di sebuah rumah mode mewah Prancis. Kepergiannya diusia 41 tahun di bulan november 2021 merupakan sebuah berita buruk, terutama bagi dunia mode dan seni.
Koleksi yang ke-8 untuk rumah mode ini diselenggarakan di sebuah tempat ikonis di tengah Paris yaitu Carreau du Temple. Tempat yang pada abad ke-19 merupakan sebuah pasar populer tertutup, lengkap dengan tiang-tiang besi berukir dan cahaya-cahaya natural yang masuk dari jendela-jendela kaca yang mengeliling bangunan segi empat itu. "Dreams come true when you don’t sleep", salah satu kutipan dari Virgil Abloh yang sebenarnya seolah membiaskan dunia kreasinya, ia yang senang bermain antara imajinasi dan mimpi.
Dekor Louis Dreamhouse merupakan salah satu imajinasinya yang surealis dan itu terlihat jelas pada show ini. Sebuah rumah beratap merah mencuat dari arena berwarna biru langit muda dengan cerobong asap yang mengepulkan asap putih. Di sisi lainnya, tergelar sebuah ranjang raksaksa, sedangkan pada zona "ruang makan", diletakkan meja panjang dengan para pemusik yang siap mengiringi para model berjalan.
Tampilan para model datang bersamaan dengan kemunculan berbagai penari hip-hop dan break dance.
Sebuah street dance performance yang mengitari para model dan saling berpapasan, berjalan beriring dan membentuk formasi dalam sebuah koreografi yang dinamis. Di bawah musik orkestra yang lebih mendayu, tiba-tiba para model berhenti berjalan dan berdiri statis.
Waktu seolah tergantung, seperti dalam sebuah film fantastik di mana orang-orang terjebak dalam waktu, dan tidak lagi berjalan seperti biasanya. Dengan ritme musik cresendo, show kembali berjalan dalam ritme semula.
Koleksi ini menampilkan esensial dari karya Virgil Abloh yang memberi sebuah gaya street wear dan luks dalam sebuah sentuhan yang artsy dan romantis .
Siluet yang elegan menjadi tampilan pertama dengan sebuah tailoring jas hitam dengan detail kancing kristal, seperti salah satu gebrakan di koleksi sebelumnya yang mengembalikan cutting jas tradisional.
Berbagai gaya street wear ataupun genderless terlihat, seperti jubah panjang atau kaftan, atau pun Jellaba dengan berbagai aksen aksesori semisal beragam cap baseball yang menjadi sebuah bagian dari sebuah aksesori pria modern dan luks.
Bunga yang menjadi motif favorit Virgil Abloh, disulam menjadi berbagai variasi tas buket bunga. Ada juga sebuah total look motif buket bunga dalam tapestry jacquard yang memberi sebuah gaya unik romantis.
Motif art yang diambil dari lukisan berjudul The painter’s Studio karya Gustave Courbet yang bergaya realis bisa ditemukan pada trench coat. Atau motif yang lebih misterius seperti karya seni dari Giorgio de Chirico berjudul The Melancholia of Departure, yang diterapkan sebagai motif dalam gaya parka militer lalu berpadu bersama celana pendek bermotif sama.
Show ditutup dengan penampilan siluet-siluet putih, diikuti cap baseball yang ditutup sehelai veil,long skirt, dan sayap-sayap raksaksa yang terbuat dari lace.
Kemunculan tim dari rumah mode Louis Vuitton pada akhir acara yang diikuti para model dan diiringi riuhnya tepuk tangan penonton menjadi sebuah penghormatan terakhir atas kepergian dini seorang perancang busana yang berbakat.
"I’m a dreamer . I think about how my ideas can impact or bring a different voice to the rest of the world," - Virgil Abloh
(Teks dan photo : Rizal Halim)