Judul di atas juga berlaku sebaliknya. Lalu apakah penjelasan yang sebenarnya? Simak penjelasan Bazaar berikut ini.
Wanita kini semakin pandai dalam menentukan mana kosmetik yang tidak aman, semisal 'tidak mengandung merkuri', 'bebas amonia', atau 'tidak berisi paraben'. Tapi dengan tajuk "organik" pada kemasan lantas Anda sudah merasa aman, karena bisa dikatakan produk tersebut diciptakan secara 'natural'. Padahal fakta barusan mendapat sorotan di Amerika dan ada beberapa peraturan yang dibuat secara khusus oleh lembaga kesehatan di sana. Misalkan saja, agar satu produk mendapat satu label organik, dibutuhkan 70-94% kandungan organik di dalamnya. Sisanya? Boleh saja ada kandungan kimia. Paling perbedaannya hanya judul di atas label tersebut, seperti "dibuat secara organik" atau "100% Organik". Tiap negara juga memiliki kebijakan masing-masing terhadap persoalan label "organik" dan "natural", tergantung concern pemerintah terhadap kebutuhan masyarakatnya. Sama seperti Indonesia yang saat ini fokus terhadap label "halal" pada produk makanan dan kosmetik.
Lalu kapan suatu produk disebut 100% organik? Hal itu dikembalikan lagi pada perusahaannya. Apakah mereka benar mengambil bahan-bahan atau materi yang digunakan secara organik, dilihat dari proses penanamannya tidak menggunakan pestisida, langkah perawatan, metode pengerjaannya. Biasanya ada label Biodynamic Cosmetics, bagi produk yang memang menggunakan bahan 100% organik, dimulai dari tanah, tumbuhan, hingga hewan yang turut serta dalam ekosistem di dalam perkebunan tersebut. Catatan penting bahwa mereka memang peduli terhadap bumi beserta isinya.
Sedangkan kapan produk disebut natural? Asalkan tidak ada kandungan artifisial semisal pewarna dan proses pengawetan yang minimal. Bahkan untuk membuat produk dengan kandungan air di dalamnya, juga diperlukan formula sintetis dan sedikit pengawet. Karena kalau tidak, bisa saja produk tersebut malah mudah rusak karena adanya bakteri yang masuk dan berkembang biak. Apakah aman menggunakan pengawet sintetis? Sebenarnya ada penelitian yang pernah menyatakan bahwa tubuh manusia dapat memberi toleransi terhadap pengawet dalam kadar tertentu. Namun tetap saja, jika terus menerus digunakan dan bertumpuk akan menjadi masalah besar. Pernyataan itu kemudian dijadikan konsentrasi para ahli untuk membuat satu produk secara aman dan diawasi oleh lembaga kesehatan, kemudian dikembalikan kepada konsumen agar mereka harus pandai dan jeli saat membeli suatu produk.
(Erica Arifianda; Foto: IngaIvanova/iStock/Thinkstock)